Mereka mengawal Lou sampai di mobil roll royce hitam yang sudah terparkir di depan lobby rumah sakit. Tanpa memperdulikan Audy yang mematung di belakangnya Lou melangkah masuk ke dalam mobil tersebut dan bergegas pergi. Jangan ditanya lagi kondisi Audy saat ini pikirannya mulai kacau. Ia takut akan terjadi sesuatu kepada Lou karena kejadian ini. Pikiran negatif mulai menyelimutinya karena menyangkut Lou dan Jaddun. Audy memutuskan untuk kembali melihat kondisi Olive
.
.
.
Medina Washington
Setelah melakukan penerbangan kurang lebih 6 jam 30 menit akhirnya Lou sampai di kediaman Jaddun di mansion besar ditepi danau, kompleks perumahan mewah impian banyak orang. Namun suasana hangat di rumah itu seakan musnah saat Lou berhadapan dengan Jaddun yang menyambut kedatangannya dengan ekspresi yang tak mampu Lou artikan. Jaddun duduk dengan santai dan meminum wine di ruang kerjanya.
"Bagaimana nona ? Apa sudah siap ? Mau mulai malam ini atau besok pagi ? Kelihatannya anda sedang tidak baik² saja saat ini." Sisi lain Jaddun yang seperti ini paling dibenci Lou.
Tapi Lou hanya bisa pasrah karena ini konsekuensi yang harus ia terima karena melanggar janji yang ia buat sendiri di hadapan Jaddun ketika ia meminta izin menikah dengan Olive. Jaddun akan menjadi seorang yang bengis tanpa ampun jika sebuah janji di ingkari. Jaddun juga tidak memandang siapapun orang yang melanggar janji termasuk keluarganya sekalipun.
"I'II DO IT NOW." Ucap Lou lantang.
Lou sudah tidak tahan dengan semua hal yang terjadi padanya. Rasanya baru beberapa hari yang lalu ia merasakan hangatnya sebuah rumah. Keluarga kecilnya yang ia sebut rumah. Namun kebahagiaan itu hanya sekedar singgah tak menetap. Lou ingin mengakhiri hidupnya kali ini. Ia berfikir tak ada alasan untuknya bertahan hidup. Ketika dunianya sudah runtuh. Lou akan mengakhiri semuanya disini. Di tempat ia tumbuh dan berusaha sembuh dari luka serta trauma masa kecilnya karena orangtuanya. Jaddun beranjak dari kursinya menuju halaman belakang diikuti Lou dan beberapa tangan kanannya.
Jaddun duduk di sebuah kursi tepat menghadap ke arah halaman belakang rumah yang sangat luas dengan hamparan rumput hijau di ujung halaman tersebut tengah berbaris beberapa peleton orang berbadan kekar. Lou berdiri tegap ke arah jaddun dengan tanpa mengalihkan tatapan matanya yang makin sipit dan sembab karena menangis tanpa henti saat di pesawat. Jaddun terlihat sedikit khawatir menatap wajah cucunya yang kini terlihat sangat amat kacau. Namun tak menggurungkan ucapannya.
"Berapa lama kamu meninggalkan istrimu pergi ?" Tanya Jaddun yang tak mendapat respon dari Lou.
"1....2....3.....4.....5.....6.....7 hari benarkan ?"
Tambah Jaddun lagi. Dan masih belum ada respon. Sambil memberi kode ke suruhannya Jaddun masih menatap lekat ke arah Lou yang juga menatapnya tanpa ekspresi.
"Lawan mereka semua !! Jangan ambruk sebelum 7 batang rokok ini habis." Jaddun mulai menyalakan rokok pertamanya.
Lou mulai membalikkan badannya. Berjalan dan menatap ke arah 7 barisan pleton yang jumlahnya sekitar 70 orang itu di ujung halaman yang sangat luas tersebut. 70 orang itu tidak menyerang Lou secara bersamaan namun per 5 orang yang disiapkan untuk melawan Lou, tak harus sampai terkapar hanya sampai salah seorang dari mereka keluar garis lapangan yang melingkar yang sudah disiapkan jaddun.
Artinya Lou harus mengalahkan 70 orang berbadan kekar ini dalam waktu 40 menit kurang dari satu jam. Ini adalah sebuah hal yang mustahil namun kali ini ia tak memperdulikan apapun, ia hanya ingin pergi dari dunia yang menyakitkan ini. Ia sudah tak punya harapan untuk bertahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALL OF THINGS ABOUT YOU
Romance(ALL OF THINGS ABOUT YOU) Cerita ini bermula dari ketidaksengajaan dua gadis remaja yang bertemu di salah satu toko buku terkenal di Soho, yang merupakan salah satu tempat teramai di New York. Mungkin semesta masih belum puas untuk melihat mereka ha...