chapter 1

471 30 0
                                    

Awal Pertemuan



Suara derap sepatu bot di lantai barak menciptakan ritme yang teratur. Sean Nathaniel Valerio, prajurit muda dengan tekad yang kuat, sedang menyelesaikan latihan pagi bersama rekan-rekannya. Di antara suara teriakan pelatih dan perintah yang tegas, pikiran Sean melayang jauh, jauh dari barak yang penuh disiplin. Ia teringat pada senyuman Gracia Aurora Alveria, gadis yang telah mencuri perhatian dan hatinya.

Setelah latihan selesai, Sean bergegas ke kantin. Perutnya keroncongan, dan dia berharap bisa menikmati makanan sebelum kembali ke jadwal latihannya yang padat. Saat ia mengantri untuk mendapatkan makanannya, pandangannya tertuju pada sekelompok mahasiswa yang duduk di sudut. Di tengah kerumunan itu, Gracia tampak bercanda dengan teman-temannya, wajahnya cerah dan penuh semangat.

Hati Sean berdebar. Ia tahu seharusnya fokus pada tugasnya, tetapi tidak bisa menahan diri untuk tidak memandang Gracia. Dia adalah bintang yang bersinar dalam hidupnya, selalu berhasil membangkitkan semangatnya. Namun, meskipun mereka berbagi perasaan, jarak antara dunia militer Sean dan kehidupan kampus Gracia terasa begitu jauh.

"Sean!" teriak Boby, rekannya, membuyarkan lamunannya. "Kau ngelamun lagi, ya? Sudah siap untuk misi hari ini?"

Sean tersentak dan menoleh. "Iya, Bob. Hanya sedikit berpikir tentang tugas," jawabnya sambil tersenyum, berusaha menyembunyikan pikirannya yang sebenarnya.

"Misi? Tentu saja! Tapi jangan lupa untuk menelepon Gracia nanti, ya. Dia pasti khawatir," kata Boby sambil mengedipkan mata. Sean hanya bisa tertawa. Boby selalu tahu bagaimana membuatnya merasa lebih baik, meskipun tak jarang juga membuatnya merasa canggung.

Setelah makan siang, Sean bergegas menyelesaikan tugas-tugas di barak. Namun, pikirannya tak lepas dari Gracia. Mereka telah merencanakan untuk bertemu sore itu di sebuah kafe dekat kampus. Sean merasa bersemangat, tetapi juga cemas. Dia ingin menceritakan tentang latihannya, tetapi takut jika cerita-cerita itu akan membuat Gracia merasa jauh darinya.

Ketika sore tiba, Sean mengenakan kaus sederhana dan celana jeans, berusaha tampil kasual meskipun jantungnya berdebar saat mendekati kafe. Dalam sekejap, dia sudah berada di depan pintu kafe, menarik napas dalam-dalam sebelum memasuki tempat itu.

Begitu dia melangkah masuk, mata Sean langsung mencari sosok Gracia. Dan di sana dia berada, duduk di meja dekat jendela, dikelilingi oleh cahaya lembut sore hari. Wajah Gracia bersinar, dan saat dia melihat Sean, senyuman lebar menghiasi wajahnya.

"Sean!" serunya dengan ceria, melambai. Sean merasa seluruh dunia berhenti sejenak saat melihat senyumannya.

"Hey, Gracia. Maaf aku telat," jawab Sean, berusaha untuk tidak menunjukkan betapa gugupnya dia.

Mereka berbincang-bincang, berbagi cerita tentang hari mereka. Gracia bercerita tentang tugas kuliah dan rencana proyeknya, sementara Sean mencoba menceritakan tentang latihan tanpa terlalu merinci. Mereka tertawa dan berbagi momen-momen kecil yang menghangatkan hati, tetapi di dalam diri Sean, ketakutan akan jarak yang semakin menjauh mulai muncul.

Satu hal yang pasti, cinta mereka adalah pelarian dari dunia yang keras. Tetapi, di dalam hati Sean, dia tahu bahwa dunia mereka tidak akan selalu seindah ini. Dan ketika malam tiba, mereka berdua tahu bahwa tantangan akan segera datang.

.

.

.

Setelah beberapa saat berbincang, Sean menyadari betapa mudahnya ia larut dalam kehadiran Gracia. Waktu seakan berjalan lebih cepat ketika mereka bersama, namun kesenangan itu tak lama. Dalam pikirannya, benih keraguan mulai tumbuh.

Love In Uniform Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang