chapter 3

272 16 0
                                    

ujian kesetiaan









Keesokan harinya, Sean kembali ke barak dengan perasaan campur aduk. Pagi yang cerah seakan mengingatkannya akan momen manis bersama Gracia, namun di balik itu, tanggung jawab dan tantangan sebagai prajurit menanti. Dia berusaha menepis rasa cemas yang menghantuinya, tapi bayangan akan perpisahan selalu ada di benaknya.

Latihan hari itu berlangsung keras. Pelatih memutuskan untuk meningkatkan intensitas, menguji ketahanan fisik dan mental para prajurit. Sean berusaha keras untuk fokus, tetapi pikirannya terus melayang kepada Gracia. Setiap detik berlalu, rasa rindunya semakin membara.

"Sean! Fokus!" teriak pelatih, menyadarkan Sean dari lamunan. Sean mengangguk dan berusaha berkonsentrasi pada latihan.

Setelah sesi latihan selesai, Sean duduk di bangku, napasnya tersengal-sengal. Boby datang menghampirinya, tampak kelelahan tetapi tetap ceria. "Eh, bro! Kamu kelihatan tidak fokus hari ini. Ada apa?"

"Gracia," jawab Sean singkat, merasa sedikit malu.

Boby tertawa. "Cinta memang bisa bikin kita tidak bisa berpikir jernih! Tapi ingat, tanggung jawabmu sebagai prajurit lebih penting. Jangan sampai itu mengganggu tugasmu."

"Ya, aku tahu. Tapi aku merasa... dia adalah satu-satunya yang bisa memahami aku," ungkap Sean, menatap jauh ke arah lapangan.

"Jadi, kamu harus menjaganya," Boby memberi saran. "Berusaha untuk tetap berkomunikasi. Mungkin dengan video yang dia buat, kalian bisa lebih dekat."

"Benar juga," Sean setuju, merasa lebih baik mendengar nasihat Boby.

Sore harinya, setelah menyelesaikan semua latihan dan tugas barak, Sean kembali memeriksa ponselnya. Dia tidak sabar menunggu pesan dari Gracia. Namun, yang ada hanyalah pesan grup dari rekan-rekan prajurit yang membahas latihan selanjutnya.

Tanpa pikir panjang, Sean memutuskan untuk menghubungi Gracia. Sean: "Hey, GE lagi sibuk ga?"

Tidak butuh waktu lama, pesan balasan dari Gracia masuk. Gracia: "Aku baru selesai kuliah,ada berita baru?"

"Latihan sangat melelahkan.Tapi aku ingin mendengar tentang proyek videomu," tulis Sean, merasa lebih bersemangat.

Gracia: "Oh, aku punya beberapa ide baru kita bisa mulai syuting Minggu depan. Tapi, ada satu hal yang ingin kutanyakan."

"Apa itu?" Sean penasaran.

Gracia: "Aku ingin membuat video yang bisa menunjukkan kesulitan yang kalian hadapi sebagai prajurit. Apa kamu yakin bisa terbuka tentang itu?"

Sean terdiam sejenak. Dia tahu berbagi tentang kesulitan dalam hidupnya sebagai prajurit bukanlah hal yang mudah. Banyak hal yang tidak ingin dia tunjukkan, terutama saat melihat Gracia. "Aku... aku akan berusaha,tapi itu bukan hal yang mudah," tulisnya akhirnya.

Gracia: "Aku mengerti. Tapi aku ingin semua orang tahu betapa hebatnya kamu dan rekan-rekanmu. Kita bisa melakukannya bersama."

"Baiklah. Aku akan berusaha," jawab Sean, merasakan harapan tumbuh kembali.

Malamnya, saat berbaring di tempat tidur, Sean merenungkan hubungan mereka. Dia merasa bersyukur memiliki Gracia di sisinya. Namun, keraguan mulai muncul. "Apakah dia benar-benar bisa menerima semua sisi kehidupanku?" gumamnya.

Esok paginya, Sean kembali menjalani rutinitas barak. Dia merasakan semangat baru setelah berbicara dengan Gracia, tetapi ada ketegangan di udara saat pelatih mengumumkan bahwa mereka akan menjalani latihan lapangan di daerah terpencil selama seminggu ke depan.

Love In Uniform Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang