8. Makan Malam

32 5 1
                                    

Pagi itu, Yeora melangkah memasuki galeri seni dengan tampilan elegan, mengenakan blazer putih lembut dan sepatu hak rendah yang membuat penampilannya tetap anggun namun nyaman. Pagi yang tenang dan sejuk di Seoul terasa begitu pas untuk mengunjungi galeri, tempat di mana ketenangan dan keindahan berkumpul menjadi satu. Ia menarik napas panjang, menyerap aroma cat minyak yang samar-samar bercampur dengan kayu dari lantai galeri yang berkilau. Di dalam ruangan yang sunyi, hanya terdengar langkah kakinya yang menggema pelan, dan kehadirannya nyaris terasa menyatu dengan atmosfer artistik di sekitarnya.

Setiap karya seni di galeri itu dipasang dengan pencahayaan yang tepat—tidak terlalu terang, cukup untuk menonjolkan warna dan tekstur setiap lukisan. Beberapa lukisan penuh warna terlihat ekspresif, menggambarkan emosi yang bergejolak, sementara karya lain terasa lebih subtil dan tenang, seolah berbicara dalam bisikan yang hanya dapat didengar oleh hati yang benar-benar memperhatikan.

Yeora berdiri di depan sebuah lukisan abstrak besar, tangannya terlipat di dada, sementara jari-jarinya mengusap dagu dengan ringan. Warna-warna yang bertabrakan dalam lukisan itu terasa seperti representasi dari perasaannya sendiri—campuran kebahagiaan, kekhawatiran, dan keraguan yang datang sejak malam sebelumnya setelah menerima kabar tentang tawaran proyek dari Jungkook.

'Apakah aku benar-benar siap untuk ini?' batinnya, merasakan getaran halus di dadanya. Mengingat keseriusan proyek yang ditawarkan Jungkook membuatnya tak bisa sembarangan dalam memutuskan. Tawaran itu lebih dari sekadar pekerjaan biasa; tawaran ini datang dari seseorang yang diam-diam mulai menarik perhatiannya, seseorang yang memberi ruang pada Yeora untuk menjadi dirinya sendiri tanpa penilaian.

Di sudut lain, sebuah patung perunggu kecil berdiri kokoh, memancarkan kekuatan namun tetap sederhana. Patung itu menampilkan sosok perempuan yang menatap lurus ke depan, seolah menantang dunia dengan tenang. Yeora berjalan mendekat, menatap wajah patung itu, dan tanpa sadar tersenyum kecil.

'Mungkin, aku juga bisa seberani ini', pikirnya.

Di saat itulah, ponselnya bergetar di dalam tas, membuyarkan lamunannya. Ia meraihnya dengan enggan, lalu melihat layar yang menampilkan pesan dari manajer Lee.

"Yeora! Bagaimana kabarmu? Semoga hari ini kau bisa mempertimbangkan tawaran itu dengan hati tenang, Yeora. Seperti yang 'tuan tampan' itu bilang, kau tak perlu terburu-buru. Tapi aku tahu kau pasti ingin memberi kepastian secepatnya".

Yeora tersenyum membaca pesan itu, merasa lega bahwa ia didukung oleh orang-orang di sekitarnya. Ia memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas, pandangannya beralih kembali pada patung perempuan itu, lalu ia berbisik lembut, "Aku akan memutuskan dengan hati, sama sepertimu, berdiri kokoh di sini".

Perlahan, ia menyusuri galeri dengan perasaan lebih tenang. Di antara dinding-dinding yang dipenuhi karya seni, ia merasa seolah menemukan jawabannya—bahwa ia siap melangkah, menerima tantangan baru dengan berani.

Saat matahari semakin tinggi, Yeora melangkah keluar dari galeri dengan senyum penuh kepastian. Yeora tahu ia akan menghubungi pria itu untuk mengatakan kesiapannya demi melangkah bersama. Dan, mereka akan memulai perjalanan baru yang mungkin akan mengubah hidupnya.

Hiruk-pikuknya selalu sama. Biasanya sampai membuat Jungkook menjatuhkan dahinya diatas papan ketik komputernya yang mahal itu. Terjebak dalam kesibukan perusahaan, terhimpit oleh rutinitas yang kadang terasa monoton, meski penting. Seperti saat ini, ia tengah meninjau beberapa dokumen penting untuk pertemuan besar minggu depan, menandatangani laporan keuangan, dan memeriksa berbagai rincian tentang proyek-proyek lainnya.

Suara detak jarum jam terasa semakin nyaring ditengah megahnya ruangan kerja mewah yang sunyi itu. Jungkook menjauhkan tubuhnya dari meja kerja dengan mendorong mundur kursi kerjanya. Kaki kanan Jungkook naik dan diletakkan di atas lutut kaki kirinya, membentuk posisi terlipat yang santai. Sesekali, ia mengulum bibir bawahnya hingga basah. Jungkook bersikeras menenangkan dirinya agar tidak terlalu frustasi karena pekerjaannya.

A Perfect ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang