9. Sebuah Rapat

20 1 0
                                    

Di sebuah apartemen mewah di pusat kota Seoul, pagi Jungkook dimulai dengan rutinitas yang sudah ia bentuk sempurna, mencerminkan disiplin dan dedikasinya. Apartemen tersebut memancarkan aura kemewahan yang tenang; dindingnya tinggi dengan nuansa abu-abu gelap dan putih gading, dipadukan dengan sentuhan marmer hitam di beberapa sudut. Lantai kayu ek yang elegan terasa dingin di bawah kakinya yang telanjang, tetapi menghadirkan kehangatan visual di ruang yang dominan modern ini. Jendela besar di ruang tamu membiarkan cahaya matahari pagi masuk, menyinari interior minimalis namun berkelas, di mana semua perabot tertata rapi.

Saat alarm berbunyi, Jungkook menggeser selimutnya, bangun dengan tenang dari ranjang besar yang diposisikan menghadap jendela, memberikan pemandangan kota Seoul yang sedang bergeliat. Setelah menggulung lengan piyamanya, ia berjalan menuju kamar mandi, menyusuri lorong yang diterangi lampu lembut, melewati dinding yang dihiasi beberapa lukisan abstrak berbingkai emas.

Di dalam kamar mandi, pancuran air modern dengan dinding kaca dan marmer menjadi tempat pertama yang ia datangi. Jungkook memutar knop dan membiarkan air dingin mengguyur tubuhnya yang atletis, merasakan kesegaran segera menyusup ke seluruh tubuhnya. Sesekali ia membiarkan tangannya membasuh wajah, seperti mencoba membersihkan setiap jejak lelah yang mungkin tersisa.

Usai mandi, Jungkook keluar dengan hanya mengenakan handuk putih yang melilit pinggangnya. Cahaya yang masuk dari jendela kamar membuat tubuhnya tampak berkilau, menambah kesan maskulin yang kuat. Ia menuju lemari pakaiannya, mengambil kemeja putih yang bersih, celana hitam formal yang disetrika rapi, dan dasi gelap dengan pola halus yang hampir tidak terlihat. Di depan cermin besar di sudut kamar, ia mulai mengenakan pakaian dengan gerakan yang rapi dan penuh ketelitian.

Selesai berpakaian, Jungkook mengambil pengering rambut, merapikan rambutnya hingga kering dan tertata klimis. Setiap helai rambutnya seolah diatur sedemikian rupa, memberikan kesan berwibawa yang berbaur dengan aura maskulinnya. Langkah terakhir adalah sentuhan parfum, aroma khas yang ia sukai, lembut namun tetap tajam, memberikan kesan mendalam akan kehadirannya.

Tiba-tiba, suara dering ponsel Jungkook memecah suasana keheningan pagi di apartemennya. Jungkook sedikit mengernyit ketika melihat nama sekretarisnya tertera di layar. Dengan suara tegas namun hangat, ia menjawab panggilan itu—menyelipkan ponsel diantara telinga dan pundaknya dengan memiringkan kepala, sementara tangannya sibuk mengenakan kaus kaki dan sepatu.

"Selamat pagi, Tuan Jeon"

"Pagi, Nona Kim. Ada apa sepagi ini?", tanya Jungkook

Suara sekretarisnya terdengar dari ujung sana, "Tuan Jeon, pihak Kang Yeora baru saja mengkonfirmasi kesediaannya untuk rapat hari ini. Mereka sudah siap untuk diskusi lebih lanjut terkait kerja sama proyek"

Kedua alis Jungkook terangkat seketika, matanya membelalak. "Sungguh?", tanya Jungkook dengan sangat antusias.

"Ya, sepertinya mereka benar-benar tertarik. Apakah Anda ingin saya menyiapkan ruangan rapat dengan segala kebutuhan tambahan?"

Jungkook langsung terkesiap, ia berdehem, "Ehm, ya! Beritahu semua tim. Kita akan kedatangan tamu spesial. Persiapkan segalanya dengan baik. Ini adalah kesempatan emas kita untuk membujuk Yeora agar menerima proyek itu. Pastikan semuanya sempurna"

"Baik, Tuan. Sesuai perintah. Ada tambahan lain?"

Jungkook terdiam sejenak, ia nampak sedang berpikir. "Coba cari tahu semua hal yang Yeora suka. Kita akan persiapkan semuanya yang terbaik untuknya. Mulai dari makanan, minuman, bahkan pengharum ruangan. Ganti pengharum ruang meeting itu dengan sesuatu yang Yeora suka", Jungkook menegaskan.

"Dimengerti, Tuan Jeon", jawab sekretarisnya patuh akan perintah.

Setelah panggilan berakhir, Jungkook merasa energi baru menyelusup dalam dirinya. Dengan cepat ia memakaikan arloji di pergelangan tangannya, meraih jas, dompet, ponsel serta kunci mobilnya. Dengan penuh rasa percaya diri, Jungkook berjalan menuruni tangga, keluar dari penthouse mewahnya. Ia siap untuk menghadapi hari besar yang penuh dengan kesempatan baru.

A Perfect ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang