Harja mengangguk lemah, menyadari situasi yang dihadapinya yang sangat tidak mudah, hingga membuat pikirannya tidak terarah. Dalam hati dia membenarkan kata-kata Razak untuk tidak menyalahkan keadaan. Razak dan Tirta tetap memberi dukungan kepada Harja bahwa dia bisa melewati masa-masa sulitnya.
Harja pamit dari kantor Tirta setelah menyepakati uang yang ditawarkan Tirta. Dia terlihat sangat lega, yakin istrinya bisa segera ke luar dari rumah sakit dan kembali sembuh dan beraktivitas seperti biasa. Lebih lega lagi saat mendapatkan izin tidak masuk kantor selama mengurusi istri dan anaknya.
"Nindya memeletmu? Menyantet Puspa? Astaga, ada apa dengan pikiran dia. Kacau sekali setelah menikahi gadis muda," ujar Razak setelah Harja pergi dari kantor Tirta. Dia tidak habis pikir dengan apa yang Harja katakan mengenai dendam mantan istrinya, yang kini menjadi istri Tirta.
"Bagiku wajar, orang yang terpuruk terkadang sesuka hati menyalahkan keadaan dan menyalahkan orang lain," gumam Tirta sambil memperhatikan layar komputernya. Dia lumayan terkejut, tapi dengan cepat memaklumi Harja.
"Itu nggak wajar, Tirta. Aku tidak setuju denganmu. Itu karena dia sangat berlebihan. Orang licik seperti dia pasti akan menyalahkan keadaan. Kamu juga terlalu baik membantunya. Sekarang istrimu pula yang dibawa-bawa sebagai penyebab semaput istrinya. Ck, sampai kapan kamu menutupi kenyataan bahwa Nindya adalah istrimu, Tirta. Aku nggak sanggup membayangkan seandainya terjadi hal yang tidak diinginkan dalam diri Puspa, lalu istrimu yang disalahkan."
Tirta menghela napas panjang mendengar ocehan Razak yang menggeram, dan dia juga memakluminya.
"Dia seharusnya menyadari apa yang dia lakukan di masa lalu—"
"Orang seperti dia tidak akan pernah sadar-sadarnya. Kamu camkan kata-kataku, Tirta."
"Lalu apa aku harus memecatnya segera, Razak? Sedangkan dia sedang mengalami musibah."
"Seharusnya sedari dulu kamu memecatnya. Bila perlu kamu umumkan sedari dulu bahwa kamu sudah menikah dengan Nindya."
"Kamu sudah tahu alasanku menutupi ini, aku sangat memikirkan Nindya dan tidak mau kehilangan kesempatan memilikinya seutuhnya."
Razak menghela napas panjang, berusaha memahami situasi yang dihadapi Tirta.
Tirta mengalihkan perhatiannya ke Razak, dia memahami keresahan Razak terhadap dirinya, terutama keluarganya. Dia tahu Razak ingin hidupnya aman dan tidak memiliki masalah berat. Saat menikah dengan Lestari dulu, Razak tidak bosan memberinya saran untuk bersikap lebih sabar dalam menghadapi Lestari yang terkadang lepas kontrol saat marah dan kecewa. Mengingat Lestari, tiba-tiba Tirta merasa hatinya terketuk.
"Hm ... Lestari juga diundang ke acara itu, Razak," ujar Tirta pelan sambil menduga-duga bahwa Lestari yang mungkin saja tahu apa yang sebenarnya terjadi malam itu.
Razak meletakkan tablet ke atas meja depan sofa, "Kamu hubungi Lestari, dia sangat dekat dengan Puspa, 'kan?" usulnya. "Dia pasti tahu sesuatu."
"Ya ... tapi tidak begitu dekat. Apalagi sekarang Lestari tinggal di Bandung."
"Tapi tetap tidak salah meneleponnya, dan tanya tentang kejadian yang menimpa Puspa malam itu."
Tirta meraih ponselnya, dan langsung menghubungi Lestari.
"Halo, Tirta?"
"Lestari. Kamu sudah pulang ke Bandung?"
"Aku masih di rumah mertuaku. Ada apa?"
"Kamu jadi datang ke acara tujuh bulanan Puspa?"
"Iya, aku ke sana. Ah iya, kabar sedih, Tirta. Puspa melahirkan dan koma. Kamu pasti sudah tahu kabar itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bahagia Setelah Berpisah
RomanceKisah kasih janda dan duda Baca selengkapnya di Dreame or Innovel dengan judul "Dicintai Atasan Mantan Suamiku." Napen: elkariem99