Bab 143. Kecewa Harja

1.2K 240 23
                                    

"Ya, aku suka nama itu. Hm ... hampir mirip namamu, Mas."

"Aku sengaja mencari yang mirip, dia ... pasti lebih ganteng dariku."

"Haha."

"Iya dong."

"Kamu nggak sabar lagi."

"Ya, aku sangat penasaran, Nindya. Hm ... apa kamu nggak penasaran?" Tirta mengelus sela paha Nindya, sampai ke liang yang basah.

Nindya mengangguk dan menghela napas panjang. Tirta memang sangat pandai merayunya di momen yang sangat tepat.

Tirta mengelus pelan milik Nindya sampai ke luar lendir baru dan Nindya mendesah panjang.

"Enak, Sayang?"

"Iya, Mas. Sssh, enaknyaaa."

Tirta lalu melumat penuh bibir Nindya, dan Nindya menyambutnya sambil mendesah nikmat, sampai pada akhirnya dia merasakan kepuasan.

***

Harja lega karena istrinya dikabarkan siuman dari koma setelah lebih dari satu minggu. Namun, anaknya masih dalam perawatan intensif di dalam inkubator dan keadaannya sehat. Harja harus membayar mahal demi kesembuhan istrinya, harus merelakan hampir semua hartanya.

Kini Puspa sudah dipindahkan ke ruang inap VIP yang sangat mewah. Dia terlihat masih lemah dan belum bisa diajak bicara. Dokter menyarankan Harja atau anggota keluarga terdekat untuk tidak bertanya-tanya apapun kepada Puspa. Menurutnya, Puspa mengalami trauma psikis karena tidak ada masalah dengan kesehatannya. Hal itu yang membuatnya kepikiran hingga tidak sadarkan diri. Harja dan mertuanya sepakat untuk tidak banyak bertanya. Mereka sudah tidak mau mempermasalahkannya, yang terpenting bagi mereka adalah bahwa Puspa yang sudah sadar dan sembuh total.

Kedua orangtua Puspa tersenyum lega melihat Harja yang sedang menyuapi Puspa pagi itu di sudut ruang inap yang sangat luas dengan fasilitas mewah bak hotel berbintang lima. Di mata mereka, Harja adalah menantu yang sangat baik dan penurut.

"Untung saja kita tidak menerima lamaran Daris dulu. Kalo tidak, belum tentu dia mau berkorban seperti yang Harja lakukan sekarang," gumam Rosi, matanya berkaca-kaca melihat kesabaran Harja selama Puspa sakit. Sebelum memutuskan menikah dengan Harja, Puspa sebenarnya telah dilamar seseorang yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengannya, Daris namanya. Akan tetapi lamaran Daris ditolak keluarga karena Daris tidak memiliki pekerjaan tetap, walaupun dia dari keluarga yang berkecukupan. Lagi pula, ternyata Puspa telah menentukan pilihannya, yakni atasannya di kantor, yang selalu membantu pekerjaannya, hingga dia jatuh cinta.

"Iya. Mereka berdua adalah pasangan yang sangat serasi. Harja memang pantas bahagia dengan Puspa sekarang. Aku bisa merasakan betapa sakit hatinya memiliki istri yang banyak menuntut, apalagi berselingkuh. Perempuan macam apa itu."

"Aku harap ini adalah cobaan yang terakhir bagi mereka berdua, Mas. Harja yang terlepas dari kesedihannya di masa lalu, dan Puspa yang sudah sembuh. Aku yakin ke depan mereka pasti bahagia, yah ... meskipun Harja harus banyak berkorban. Yang penting dia masih bekerja di Rukmana Group."

"Iya, Rosi. Dengar-dengar Harja kembali terlibat dalam proyek besar triliunan di perusahaan itu. Semoga dia bisa kembali mendulang uang banyak. Dia itu kepercayaan Rukmana Group, nggak ada Harja, mati perusahaan itu."

Rosi mengangguk dengan perasaan bangga.

Sementara itu Harja agak bingung menghadapi Puspa yang diam saja sejak siuman. Istrinya itu juga tidak menunjukkan antusias saat melihat anaknya. Tatapannya selalu sedih dan dia selalu menggeleng jika ditanya.

"Pi, jangan kerja," ujar Puspa setelah menghabiskan makan siangnya.

"Iya, aku nggak kerja. Aku sudah minta izin ke pak Tirta dan dia mengizinkan aku tidak bekerja sampai kamu benar-benar sembuh."

"Maksudku jangan bekerja di sana lagi."

Harja menghela napas panjang, dia tidak mengerti kenapa Puspa yang tiba-tiba mencegahnya bekerja di Rukmana Group. Ingin perasaan istrinya tenang, dia pun menjawab, "Baiklah. Aku akan mencari kantor lain." Padahal dalam hati dia tetap akan bekerja seperti biasa di perusahaan milik Tirta itu.

***

Satu bulan berlalu, Puspa sudah sehat dan anaknya yang sudah tidak memerlukan perawatan intensif di rumah sakit. Keduanya sudah kembali ke rumah, tapi tetap perlu melaporkan keadaan mereka secara rutin ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Puspa akhirnya bisa menerima kenyataan bahwa anaknya lahir prematur dan dia tetap menyusui seperti ibu-ibu pada umumnya. Dia juga akhirnya tidak mempermasalahkan suaminya bekerja di Rukmana Group. Tapi, dia yang justru enggan kembali bekerja di sana dan suaminya tentu mempertanyakannya.

"Aku bosan, Pi. Aku mau mengurus rumah tangga saja," ujar Puspa yang saat itu sedang menyusui Kania, putri tersayangnya.

Harja sangat kecewa dengan keputusan istrinya tersebut, tidak lagi mau bekerja. Padahal gaji yang dia terima setiap bulan lumayan banyak dari perusahaan. Sayang sekali jika Puspa menolak bekerja lagi di sana. Apalagi dia masih memiliki hubungan kekerabatan dengan Tirta. Walaupun sedang cuti, Puspa tetap menerima gaji utuh serta tunjangan, juga bonus melahirkan yang tidak sedikit.

"Kenapa, Pi? Kamu maunya aku bekerja? Lihat aku, aku masih lemah."

"Aku tahu, Mi. Masudku setelah cuti kamu selesai, kamu ... harusnya bekerja juga."

Puspa menghela napas panjang. Merasa kecewa suaminya yang seolah tidak memahami keadaannya dan perasaannya. Ternyata menikah tidak selalu indah seperti di novel-novel yang dia pernah baca, apalagi setelah memiliki anak.

"Ayolah, mana Puspa yang dulu yang semangat bekerja. Kamu bilang mau punya banyak pengasuh untuk anak-anak kita kelak."

Puspa sudah selesai menyusui, perlahan dia meletakkan tubuh mungil Kania di dalam kotak bayi. "Kamu saja enggan membantu aku memasukkan Kania ke dalam kotak ini. Kamu nggak peka, Pi. Harusnya kamu peka melihat aku yang lemah ini."

Harja berdecak kesal, "Kamu tahu? Aku sudah habiskan banyak uang bermiliar-milyar demi kamu dan anak ini. Keduaorang tua kamu saja nggak mau ikut menyumbang sedikitpun. Seharusnya kamu berpikir bagaimana mengembalikan harta-harta kita itu."

Puspa mendelik, "Jadi kamu jual semua?"

"Hampir semua, Puspa. Aku masih punya perusahaan yang kita rintis bersama-sama. Kita benar-benar kekurangan sekarang. Jadi sebaiknya kamu bekerja juga setelah cuti selesai. Bila perlu kamu bekerja lebih giat untuk mendapat posisi yang lebih tinggi. Kamu sudah bertahun-tahun bekerja di sana, dan Tirta pasti mau mempertimbangkan kamu."

Puspa terdiam beberapa saat, lalu menggeleng. "Ke siapa kamu menjual rumah-rumah itu?"

"Tirta. Aku menjual murah kepadanya."

Mulut Puspa bergetar mendengar jawaban suaminya."Kenapa dia?" lirihnya.

"Karena tawarannya lebih tinggi dari yang lain."

Puspa terduduk lemas, dan mulai merasa sesak di dada.

"Mi. Mami. Kamu ... kamu?"

"Aku nggak apa-apa, Pi. Aku mau istirahat."

Harja benar-benar bingung menghadapi istrinya yang lemah. Dulu Nindya tidak seperti ini, dia langsung melakukan aktivitas seperti biasa setelah melahirkan. Dia wanita yang sangat kuat, bahkan pandai merawat tubuhnya. Dan sekarang dia sudah menikah dan hamil, cantik pula. Dia akui Nindya di usianya yang tidak muda lagi, jauh lebih cantik dari istrinya sekarang.

Bersambung

Bahagia Setelah BerpisahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang