Sindi mendengar tawa terbahak-bahak dari dalam ruang kerja Tirta dan dia mendengar nama Tristan disebut-sebut. Akhir-akhir ini Tirta sering menceritakan tentang anaknya yang lucu dan menggemaskan, tapi Tirta belum pernah membawanya ke kantor dengan alasan privasi. Sindi sudah melihat bayi gembul tampan itu di layar ponsel Tirta di setiap kali layar ponselnya menyala.
"Iya, Zak. Aku dan Tristan berebut nenen Nindya. Itu tidak pernah aku lakukan sebelumnya, dan itu sensasinya luar biasa. Nindya cantik sekali saat menyusu."
Sindi berdecak kecil mendengar cerita Tirta, bosnya itu ternyata belum berubah, semangat bercerita hal-hal pribadi tentang perempuan, dan dia sudah memakluminya.
"Sindi! Haha, senyummu indah sekali hari ini. Ada apa ini?" tanya Tirta yang tersenyum lebar menyambut kedatangan sekretarisnya ke kantornya. Dia tampak sedang santai duduk dengan Razak dan Samsul di sofa.
"Iya dong, Pak Tirta. Ini ada surat pengunduran pak Harja yang tidak ingin dilibatkan lagi dalam proyek rumah sakit Rubiantara," tanggap Sindi santai.
Razak dan Samsul tampak saling pandang, heran dengan kabar pengunduran diri Harja. Padahal Harja sebelumnya ingin sekali ikut andil dalam proyek tersebut. Hanya Tirta yang kelihatan tidak terkejut dengan surat itu, seolah sudah memprediksinya. Dia melihat surat pengunduran diri Harja dan beberapa dokumen dari Harja, memperkuat alasannya untuk mengundurkan diri. Tirta mengangguk memaklumi alasan tersebut.
"Aha, jadi senyum ini karena pengunduran diri Harja?" tanya Tirta disertai senyum misteriusnya.
Sindi tersenyum mengangguk sambil menyerahkan surat dan lembaran dokumen terkait pengunduran diri Harja ke hadapan Tirta, lalu Tirta menyuruhnya meletakkan surat itu di atas meja kerjanya.
"Sin," tegur Tirta tiba-tiba, seolah menahan langkah Sindi yang hendak meninggalkan ruang kerjanya.
"Apalagi, Pak Tirta? Kangen sama saya?" tanya Sindi malas-malasan. Sejak tahu Bayu berpacaran dengan keponakan Tirta, Sindi terkadang terlihat jengah jika diajak bercanda Tirta dan sahabat-sahabatnya.
"Jangan cemberut, Sin. Ini kita lagi bahas anaknya Husein di Sirojuddin. Kamu mau nggak?"
"Saya nggak suka orang Arab, Pak. Saya lebih suka yang lokal," jawab Sindi ketus, tapi masih memperlihatkan sisi genit dan manja. Dia sudah bertemu anak kedua Husein yang bekerja di sebuah perusahaan ternama bidang keuangan Sirojuddin Group, yang sekarang menjadi salah satu pimpinan di sana. Tapi, dia tidak suka pria berperawakan Timur Tengah.
"Coba dulu, Sin. Anaknya sudah mau sama kamu, berondong juga. Kamu nggak boleh rasis gitu lah," ujar Razak sambil tersenyum simpul.
Sindi masih dengan wajah cemberut manjanya, melirik ke Tirta dengan perasaan kesal. Dia sudah terlanjur menyukai Bayu, tapi anak sambung Tirta itu sudah menjatuhkan pilihannya pada Chelsea.
"Jangan gitu dong, Sin. Namanya cinta itu nggak bisa dipaksa-paksa," ujar Tirta pura-pura pasrah.
"La, ini saya saja dipaksa suka dengan anak pak Husein," kilah Sindi sebal.
"Ya, coba dulu, kalo cocok, teruskan. Kalo nggak cocok, ya nggak usah diteruskan," timpal Razak.
Sindi tersenyum malu-malu, dan mengangguk. Lalu dia pamit pergi ke luar dari ruang kerja Tirta.
"Tirta, apa Harja mundur karena kamu memilih Elias untuk memimpin tim kita di proyek itu?" tanya Razak, menyinggung pengunduran diri Harja.
"Salah satunya," jawab Tirta santai. "Kelemahan Harja itu tidak mau dipimpin orang baru, membuatnya kurang fokus."
Razak dan Samsul manggut-manggut. "Tapi ini proyek besar, hm ... rasanya tidak mungkin dia mengundurkan diri," gumam Samsul.
"Mungkin dia punya sampingan yang lebih menjanjikan," gumam Tirta.
"Hm ... ya ... harus aku akui Harja sangat pintar dalam memperhitungkan setiap yang dia kerjakan," ujar Razak.
"Oh, itu aku sudah tahu dan sangat hafal, makanya aku tetap mempertahankan dia di sini."
"Tirta. Sampai kapan kamu sembunyikan jati diri Nindya dari orang-orang?" tanya Razak tiba-tiba.
Tirta menghela napas panjang. "Istriku belum mau. Aku pernah mengusulkan mengadakan acara syukuran Tristan, dia mengaku kurang suka keramaian atau kumpul-kumpul dengan orang-orang yang tidak dia kenal. Dia hanya mau aku ajak ke tempat-tempat tertentu yang dia rasa nyaman. Bahkan, dia tidak peduli merayakan pernikahan. Yah ... apalagi aku juga sibuk sekarang, dia juga sibuk dengan anak-anak."
"Apa dia tidak bosan di rumah saja?"
"Aku rasa tidak, kegiatannya cukup padat. Dia mulai rajin yoga dasar, mendatangkan pelatih ke rumah. Aku juga memberinya tugas kecil mengurus rumah tangga seputar keuangan dasar, dan dia cukup pandai. Yah ... suatu saat aku akan membiasakannya untuk bergaul. Tapi bukan sekarang."
"Dan Harja yang tidak lama lagi akan tahu—"
"Tentu dan aku sudah memikirkan alasanku ke istriku."
Razak berdecak kecil, dia merasa iba dari lubuk hatinya memikirkan perasaan Nindya jika tahu bahwa Tirta sebenarnya sangat mengenal mantan suaminya. Menurutnya ada baiknya Tirta menceritakan ke Nindya dari hati ke hati sedari sekarang, agar tidak ada konflik yang berkepanjangan atau membuat Nindya syok berat. Dia sudah menganjurkan Tirta untuk mengakuinya, tapi tampaknya Tirta enggan melakukannya. Razak memutuskan untuk tidak banyak berkomentar tentang Nindya.
Tak lama kemudian, Harja datang ke kantor Tirta dan menjelaskan alasan pengunduran diri, dan Tirta menerima penjelasannya.
***
Keputusan Harja mundur dari tim Rukmana membuat Puspa sangat marah. Dia kesal karena itu adalah kesempatan besar Harja meraup keuntungan besar.
"Mi, dengarkan aku dulu, aku nggak nyaman bekerja dengan orang baru. Elias baru tiga bulan bekerja dan dia ditunjuk memimpin proyek itu dari Rukmana. Tentu saja aku tidak bisa bergerak, dan keuntungan sangat sedikit yang kita dapatkan ... bisa-bisa aku tidak mendapatkan apa-apa. Seandainya Razak yang memimpin aku masih bisa berpikir panjang, tapi Elias?"
Puspa mendengus kesal sambil melipat kedua tangan di dada.
Harja mendekatinya, dia belum mau menceritakan tentang usaha barunya. "Sudahlah, Sayang. Aku hanya mau fokus dengan pekerjaan intiku saja. Cukuplah puluhan juta setiap bulan dan kita harus bersyukur dengan itu."
"Puluhan juta katamu cukup? Mana cukup bagiku, aku juga ingin berhias diri, upgrade segalanya dan tentu itu tidak cukup. Apalagi kita punya Kania sekarang. Kamu harusnya mikir!"
Harja menghela napas panjang. Dia belum mau menceritakan yang sebenarnya ke Puspa bahwa dia juga memiliki proyek sampingan di Kalimantan. Hal ini memang sengaja dia sembunyikan dari Puspa, khawatir istrinya terlalu boros dan menghabiskan uangnya. Sebelumnya dia telah berkorban banyak harta dan uang demi kesembuhan dan kesehatan Puspa. Dia tidak mau banyak kehabisan banyak uang lagi kesekian kalinya.
Puspa semakin gusar dengan keputusan suaminya, terutama saat bayangan Nindya terlintas di benaknya. Tentu saja keadaan ini membuat posisinya jauh lebih rendah dibandingkan keadaan Nindya. Apalagi Nindya yang sekarang pasti sudah melahirkan dengan masa kehamilan yang sempurna. Terlebih, anaknya laki-laki, Puspa merasa sangat terpuruk.
Puspa menangis tersedu-sedu.
"Mi, sudahlah. Kasihan Kania, dia kekurangan kasih sayang darimu. Jangan kamu korbankan dia. Seharian dia bersama Lita. Kamu sudah tidak lagi menyusuinya."
"Karena aku benci dengan keadaan ini."
Puspa menghempaskan tubuhnya di atas kasur, mendekap bantal dan lanjut menangis.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Bahagia Setelah Berpisah
RomansaKisah kasih janda dan duda Baca selengkapnya di Dreame or Innovel dengan judul "Dicintai Atasan Mantan Suamiku." Napen: elkariem99