Bab 15. Buatkan Aku Kue, Nin

1.8K 278 9
                                    

    Kedatangan Nindya langsung disambut hangat para pekerja rumah tangga di kediaman Tirta. Terutama Lince, meskipun dia memiliki waktu banyak beristirahat tanpa harus mengawasi anak-anak selama dua hari, matanya berkaca-kaca saat memeluk keduanya erat. Maklum, Lince mengasuh Naomi dan Cecilia sejak kedua orang tua mereka bercerai.
 

  Tapi Lince langsung buru-buru melepas pelukannya, mengingat mama mereka yang kurang menyukai keakraban dengan anak-anak.
 

  "Nangis saja, Mbak. Kok ditahan. Malu ya?" ujar Cecilia, dan Lince membelai kepala gadis itu dengan perasaan sayangnya.
 

  "Ayo, sekarang sama Mbak Lince ya? Ibu mau kerja di dapur dulu," bujuk Nindya dengan sedikit mendorong Naomi yang masih memeluknya. Dia baru saja ke luar dari kamar Naomi dan Cecilia, meletakkan barang-barang bawaan mereka saat menginap di rumahnya.
 

  "Mbak Lince, Papi mana? Lagi pergi ya?" tanya Naomi tiba-tiba, dia tidak melihat papinya sejak masuk ke dalam rumah.
 

  "Iya, Sayang. Papi sedang pergi ketemu mami di Menteng."
 

  "Oh, kok kita nggak diajak?"
 

  "Hm ... Mami mau menikah lagi."
 

  Naomi dan Cecilia saling pandang, tidak tahu harus bagaimana menanggapi kabar ini.
 

  Nindya terenyuh melihat ekspresi wajah kedua anak itu, persis wajah anak-anaknya saat mengetahui papa mereka menikah lagi. Tampak Lince melirik ke arahnya, dan Nindya mengangguk tersenyum, lalu dia bergegas pergi ke dapur.
 

  Di dapur, sudah ada Susi yang sedang membersihkan ikan-ikan dan daging segar, yang akan dia masukkan ke dalam kotak-kotak yang sudah disiapkan di atas meja dapur. Nindya langsung bersiap-siap membantunya.
 

  "Nin, tadi sebelum pergi pak Tirta pesan ke aku, kamu disuruh buat kue bolu tiga loyang plus onde-onde lima puluh."
 

  "Ha? Banyak banget?"
 

  "Katanya untuk rapat besok di kantornya."
 

  "Duh, Bu Susi. Kue buatanku belum tentu enak."
 

  "Lha, gimana lagi? Itu sudah titah pak Tirta."
 

  "Kalo untuk besok, ya aku buatnya pagi."
 

  "Terserah kamu kapan, Nin. Aku ya pasti bantu."
 

  Nindya membantu memasukkan kotak-kotak berisi ikan dan daging ke dalam freezer.
 

  "Bu, aku dengar dari mbak Lince katanya mantan istri pak Tirta akan menikah?"
 

  'He eh, betul. Minggu depan atau bulan depan, kurang tahu tepatnya kapan."
 

  "Oh." Nindya manggut-manggut, tapi ingatannya tertuju ke wajah anak-anak Tirta yang menyesakkan dada.
 

  "Kenapa memangnya, Nin? Ingat mantan bojomu?"
 

  "Nggak, Bu. Tadi mbak Lince laporan ke anak-anak, terus ... aku jadi iba."
 

  "Ya, mereka mesti tahu sejak sekarang, nggak masalah diberitahu."
 

  "Cuma kasihan saja."
 

  Susi menoleh ke arah Nindya dan dia memahami apa yang dipikirkan Nindya tentang perasaan Naomi dan Cecilia. "Dulu anak-anakmu begitu juga, Nin?"
 

  "Anak-anakku sudah besar, Bu. Jadi aku nggak begitu khawatir."
 

  Susi tersenyum kecil. "Lebih parah itu waktu anak-anak mereka masih kecil, Nin. Tirta dan Lestari bertengkar hebat sebelum bercerai. Aku masih ingat wajah bingung keduanya, si Naomi bawa boneka beruang dan Cecilia bawa botol susu ke kamarku, minta ditemenin tidur, katanya mama marah-marah terus."
 

Bahagia Setelah BerpisahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang