"Ah, akhirnya kita sampai di rumah " ujar Tana sambil tersenyum lelah begitu mereka berdua tiba di rumah. Tana membuka pintu, dan seketika itu juga gilang melesat masuk, langsung menuju ruang tengah. Dengan mata berbinar, Gilang berhenti di depan televisi dan memutar tubuhnya, menatap Tana dengan penuh harap.
"Kakak, hidupkan TV! Film gilang sudah tayang!" katanya antusias. Ia tahu betul bahwa tepat pukul lima sore, kartun kesayangannya akan muncul di layar, dan ia tidak ingin melewatkan satu detik pun.
Tana melirik jam di dinding dan tersenyum tipis. "Gilang, mandi dulu baru nonton " katanya tegas, tapi dengan nada lembut.
Gilang segera merengek, menggeleng cepat. "Gak mau!"
Tana hanya menghela napas, tangannya bertumpu di pinggang, memberikan tatapan lembut tapi penuh arti. Melihat sikap kakaknya itu, Gilang tahu bahwa ia tak punya pilihan lain. Sambil terkekeh kecil, ia menyerah. "Hehe… iya, Gilang mandi."
Dengan langkah yang bersemangat, Gilang berlari ke arah kamar mandi di belakang. Sementara itu, Tana tersenyum kecil melihat kelucuannya, merasa lega karena bisa membuat adiknya patuh tanpa harus bersikap keras. Rumah kecil mereka kembali tenang sejenak, dipenuhi kehangatan sederhana yang selalu membuat tana merasa bersyukur setiap harinya.
🦋🦋
Setelah puas menghabiskan waktu, Lita akhirnya memutuskan untuk pulang. Ia meraih tasnya dan menoleh pada Fahira, "Fah, aku mau pulang. Kamu masih mau di sini sama yang lain atau pulang juga?" tanyanya.
Fahira tersenyum dan mengangguk. "Aku pulang juga deh," jawabnya. Setelah berpamitan dengan teman-teman yang lain, keduanya pun bangkit dan berjalan beriringan menuju parkiran.
Begitu sampai di parkiran, Lita mencari kunci mobilnya dan meraih gagang pintu. Namun, saat ia hendak membuka pintu, matanya tiba-tiba menangkap sosok yang amat dikenalnya. Seketika, amarah dan rasa sakit yang selama ini ia tahan muncul ke permukaan. Dengan tatapan tajam, Lita menutup pintu mobilnya dengan keras, cukup untuk membuat fahira tersentak dan menatapnya bingung.
Tanpa sepatah kata, Lita melangkah cepat menghampiri sosok itu. Tangan Lita terulur, menarik lengan orang tersebut, dan sebelum ada kesempatan untuk berucap, tangannya melayang menampar wajahnya dengan keras.
Suasana mendadak sunyi, hanya terdengar suara napas Lita yang berat, menahan emosi yang bergejolak. Sosok di hadapannya terdiam dan terkejut sementara Lita menatapnya dengan tatapan penuh amarah dan luka yang belum sembuh. Fahira menatap pemandangan itu dari kejauhan, masih berusaha memahami apa yang baru saja terjadi.
" Lita " suara lirih dari wanita itu terdengar pelan, tangannya terangkat, menyentuh pipinya yang masih berdenyut akibat tamparan Lita. Namun alih-alih mundur, Lita justru menatapnya dengan mata penuh kemarahan dan rasa sakit yang telah lama terpendam.
" Iya, ini aku. Lita, adik perempuan dari laki-laki yang kau khianati " kata Lita tegas, suaranya tajam, setiap kata menyayat dan penuh penyesakan. Wanita itu menelan ludah, tak mampu membalas tatapan Lita.
" Lita, aku .. " katanya dengan suara terputus-putus, seolah mencoba merangkai alasan, namun tak satupun kata yang keluar. Tanpa memberi ruang untuk penjelasan, Lita menyilangkan kedua lengannya, ekspresinya mencerminkan kepedihan yang ia rasakan untuk kakaknya. " Kenapa kau kaget ? Oh, atau masih kurang ? " Suara Lita terdengar penuh tantangan sebelum ia melayangkan tamparan sekali lagi, lebih keras, lebih tajam, membuat wanita itu bergetar.
Melihat itu, Fahira yang sejak tadi terkejut, segera menghampiri, lalu menahan Lita dengan cemas.
" Lita, apa yang kamu lakukan ? kenapa kamu menamparnya ? " Tanyanya, masih belum mengerti sepenuhnya situasi.
Lita menoleh tajam, lalu menarik tangannya dengan kasar, melepaskan diri dari genggaman Fahira.
" Dia " Lita mengarahkan jari telunjuknya ke wajah wanita itu dengan penuh kebencian, " dia perempuan yang membuat kakakku menderita "
Mata fahira perlahan membesar, akhirnya menyadari siapa sosok di depannya. sosok yang ia kenal lewat cerita, wanita yang telah menghancurkan hati aryan dan menjadi sumber luka yang begitu mendalam bagi Lita dan keluarganya.
" sayang kamu kenapa ? " Tiba-tiba suara laki-laki terdengar di dekat mereka. Langkah kakinya mendekat, sorot matanya terarah pada wanita yang masih memegangi pipinya yang yang keras bekas tamparan. Lita, fahira dan wanita itu serentak menoleh.
" pipiku di tampar .. " keluh wanita itu dengan nada mengadu, pandangannya melembut ketika laki-laki itu mendekatinya.
Mata laki-laki itu kemudian menatap tajam ke arah Lita dan fahira, " siapa yang menamparmu? " Tanyanya dengan nada penuh amarah. Tanpa ragu, wanita itu menggerakkan jari telunjuknya ke arah Lita.
Lita juga mengenali sosok laki-laki itu. Sosok yang juga ia benci, Pria yang menjadi selingkuhan wanita itu. Pria yang pernah menghancurkan hari bahagia kakaknya. Dan kini, berdiri di depannya, ia berani menantang Lita.
" Beraninya kau menampar dia " Laki-laki itu mendekat dengan langkah cepat, tangannya terangkat dan tanpa peringatan, menampar Lita. Rasa terkejut membuat Lita membeku, telinganya berdenging sejenak.
Namun, fahira tidak tinggal diam. Dengan cepat, ia melangkah maju, kemarahan menyala di matanya.
" Berani sekali kau memukul sahabatku " teriaknya dengan penuh keberanian. Tanpa ragu, ia mengangkat tas nya dan mulai menghantamkannya pada pria itu. Tamparan tas nya mengenai pipi pria itu berulang kali, membuatnya tersentak mundur. Fahira tak henti-hentinya mengayunkan tasnya, dengan setiap pukulan berisi kemarahan dan rasa perlindungan untuk sahabatnya.
Pria itu mengangkat tangan, berusaha menahan serangan Fahira, ia mendesak mundur beberapa langkah dan wajahnya tak lagi angkuh seperti sebelumnya.