sebelas

37 6 0
                                    

Ketika panitia mengumumkan perlombaan akan segera dimulai, suasana tiba-tiba diwarnai oleh suara nyaring seorang anak kecil. “Gilang sayang kak tana!” teriak gilang penuh semangat. Sejenak suasana hening, sebelum akhirnya tawa meledak dari para orangtua, guru, dan anak-anak di sekitar.

Tana, yang awalnya terkejut, tak bisa menahan senyum dan ikut tertawa. Pipi merah merona saat dia menerima tatapan penuh kehangatan dan canda dari para penonton yang menoleh ke arahnya, ikut menikmati momen tulus antara kakak dan adik itu. Bahkan Tiara, yang duduk tak jauh dari situ, juga tersenyum. Sedangkan aryan menatap gilang dengan sorot mata lembut, senang melihat keberanian dan keluguan anak kecil itu.

Di tengah tawa, gilang berlari menghampiri tana, Tana menyambutnya dan memeluk gilang sambil berbisik pelan, “Terima kasih dek. Kakak juga sayang sama gilang.” Dia mengusap lembut kepala adiknya, sementara gilang tertawa kecil dan memeluknya sebentar sebelum kembali, siap mengikuti lomba.

Suasana menjadi semakin hangat, dan energi positif memenuhi tempat. Hari itu tak hanya menjadi perayaan sekolah, tetapi juga momen berharga yang mempererat ikatan dan menciptakan kenangan indah.

Tana mengeluarkan ponselnya, siap merekam momen istimewa ketika gilang ikut lomba menggambar. Senyumnya tak pernah pudar, terpancar jelas rasa bangga melihat semangat adiknya yang penuh antusias. Namun, saat dia mencoba mengabadikan momen itu, Tana mengalami sedikit kendala,  kepala orang di depannya menghalangi pandangan.

Dia menghela napas kecil, sedikit mengeluh sambil berusaha menggeser posisi untuk mendapatkan sudut yang lebih baik. Tanpa disangka, orang yang duduk di depannya, anak pemilik sekolah tiba-tiba menoleh. Tana terkejut.

🦋🦋

Tanpa berkata apa pun, Aryan mengambil ponsel dari tangan tana dengan lembut dan mengarahkan kamera ke murid murid yang ikut lomba menggambar, memastikan gilang terekam dengan sempurna dalam video. Tana hanya bisa terdiam, sedikit bingung namun juga tersentuh oleh sikap tak terduga aryan. Tatapan mata aryan fokus ke layar ponsel, merekam penuh perhatian setiap gerakan gilang saat mengikuti perlombaan.

Ketika videonya selesai, Aryan menyerahkan ponsel itu kembali pada tana, mengangguk kecil tanpa kata-kata. Tana tersenyum kikuk, mengucapkan terima kasih dengan bisikan lembut. Di dalam hatinya, Tana merasa hangat, kagum dengan kebaikan aryan yang meskipun tak terucap, terpancar dari tindakannya yang sederhana.

Dan tiara mengamati interaksi singkat antara aryan dan tana dalam diam. Hatinya dipenuhi kehangatan melihat anaknya, yang biasanya begitu tertutup, mau berinteraksi dengan seseorang di luar dirinya dan Lita, meskipun hanya sesaat. Sambil menyembunyikan senyum kecil di wajahnya, Tiara merasa lega dan senang melihat perkembangan ini.

Perlahan, Tiara menyentuh tangan aryan, memberikan sentuhan lembut untuk menarik perhatiannya. Aryan menoleh, menatap ibunya dengan tatapan penuh tanya. Tiara hanya tersenyum, tanpa mengucapkan apa-apa, seolah menyampaikan kebanggaan dan kehangatan hanya lewat sorot matanya. Aryan, meski merasa sedikit bingung, ikut tersenyum. dalam hatinya, merasakan kekuatan dukungan yang tak terlihat namun begitu hangat dari ibunya.

Dengan tenang, Aryan kembali memandang ke depan, mencoba menikmati suasana di sekitarnya. Begitupun tiara, melanjutkan perhatiannya pada acara dan tak henti-hentinya bersyukur atas setiap langkah kecil yang aryan ambil.

🦋🦋

Siang pun perlahan berganti sore, menandakan akhir dari perayaan ulang tahun sekolah yang penuh keceriaan. Satu per satu perlombaan ditutup, dan penghargaan untuk para pemenang mulai diumumkan. Di tengah antusiasme para murid, nama gilang dipanggil sebagai juara kedua lomba menggambar. Suara tepuk tangan memenuhi lapangan, dan di antara mereka, Tana bertepuk tangan paling meriah, senyumnya mengembang melihat adiknya melangkah penuh percaya diri menuju panggung kecil untuk menerima hadiahnya.

Saat gilang menerima piala kecil dan bingkisan yang disiapkan panitia, matanya bersinar, seolah tak sabar untuk berbagi kebahagiaan dengan Tana. Begitu kembali ke tempat duduk, ia berlari kecil menuju kakaknya, piala di tangan dan senyum lebar di wajahnya.

"Kakak, gilang menang!" ucapnya riang, suaranya penuh kebanggaan.

Tana mengangguk, mengusap kepala gilang lembut. "Iya, kakak lihat. Kakak bangga sama gilang." Keduanya saling menatap penuh kehangatan, menikmati momen kecil ini di antara hiruk-pikuk perayaan. Bagi tana, kemenangan gilang adalah hadiah berharga yang melengkapi hari itu, dan tak ada kebahagiaan yang lebih besar baginya selain melihat senyum di wajah adiknya.

Melihat satu per satu tamu mulai meninggalkan area sekolah, Tana tersenyum pada gilang. "Kita pulang yuk," ucapnya lembut. Gilang mengangguk senang, memasukkan hadiahnya ke dalam tas dengan hati-hati. Mereka berdua pun berjalan beriringan menuju gerbang sekolah, tangan mereka saling menggenggam erat. Rasa bahagia masih terasa hangat di hati keduanya, terutama bagi gilang yang merasa bangga dengan pencapaiannya hari ini.

Saat tiba di depan gerbang, Tana dan gilang menunggu kendaraan umum untuk membawa mereka pulang. Beberapa menit berlalu hingga akhirnya sebuah taksi melintas. Tana segera melambaikan tangan, menahan taksi tersebut, dan begitu pintu terbuka, ia membimbing gilang masuk ke dalam mobil. Mereka duduk berdampingan, menyandarkan punggung ke kursi dengan perasaan lega setelah hari yang panjang dan penuh kenangan indah.

Taksi pun melaju, meninggalkan sekolah yang semakin sepi. Tana melirik gilang, melihat adiknya tersenyum kecil sembari menatap hadiah di tasnya. Di perjalanan pulang itu, hati tana terasa damai, seolah kemenangan kecil gilang hari ini adalah kebahagiaan yang ia rasakan pula sebagai seorang kakak.

Begitupun dengan aryan dan ibunya, mereka juga akan pulang. Tiara membawa aryan menuju parkiran. Dengan lembut, ia mendorong kursi roda putranya, sementara aryan duduk diam, menatap ke depan dengan ekspresi tenang namun sedikit lelah. Di parkiran, sang sopir sudah siap menunggu dan segera menghampiri mereka.

Dengan hati-hati, sang sopir membantu aryan pindah dari kursi roda ke dalam mobil. Aryan bergeser pelan, dan saat sudah duduk nyaman di kursinya, kursi roda itu dilipat dan disimpan rapi di bagasi. Tiara pun masuk ke dalam mobil, duduk di samping aryan dengan senyum lembut yang penuh kasih. Ia merasakan kelegaan dan kebahagiaan, karena putranya berhasil melewati hari ini dengan baik.

Mobil pun mulai melaju, meninggalkan sekolah yang kini sepi. Tiara melirik aryan sesekali, mengagumi ketenangan yang terpancar dari wajahnya. Ia tahu, meskipun sederhana, hari ini adalah langkah kecil namun berarti untuk aryan, yang mulai membuka diri keluar dari rumah. Dengan perasaan syukur, Tiara menggenggam tangannya sendiri, berharap hari-hari bahagia seperti ini akan terus berlanjut dalam hidup mereka.

Cinta Tulus Tana [ BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang