Di dapur, Tana sibuk menyiapkan bahan-bahan masakan untuk makan malam. Tangannya cekatan membuka kulkas, mengambil daging segar, beberapa sayuran hijau, dan sekotak bumbu. Dengan hati-hati, ia mencuci daging dan sayuran di bawah air yang mengalir, memastikan semuanya bersih. Setelah itu, ia menyalakan kompor, mengatur nyala api sambil mulai memotong bahan-bahan, mengatur dengan rapi di atas talenan.
Sementara itu, terdengar langkah kecil dari kamar mandi. Gilang muncul dengan rambut yang masih basah dan tubuh yang dibalut handuk, menggigil sedikit karena dingin. Ia segera bergegas ke kamar, mengeringkan tubuhnya dan mengenakan pakaian bersih, lalu menepuk-nepuk rambutnya hingga kering. Setelah itu, ia menggantung handuknya di jemuran kecil di sudut kamar, memastikan tertata rapi.
Begitu siap, Gilang keluar dan langsung menuju ruang keluarga, di mana televisi sudah menyala, menampilkan warna-warna cerah dari kartun favoritnya. Tana yang tadi menghidupkan TV sebelum mulai memasak, memberikan kesempatan bagi adiknya untuk menikmati acara sore itu tanpa harus menunggunya. Senyum kecil tersungging di wajah Tana ketika mendengar suara tawa Gilang dari ruang keluarga, menikmati setiap momen berharga yang mereka miliki bersama.
Tana mulai memasak dengan menggoreng potongan daging ayam yang sudah dibumbui, aroma harum mulai memenuhi dapur saat daging itu mendesis di dalam minyak panas. Di kompor sebelah, ia menyiapkan sayuran segar yang akan ia tumis ringan dengan bumbu sederhana. Malam ini menu mereka sederhana, tetapi Tana tahu betul bahwa bagi Gilang, rasa makanan yang ia buat selalu istimewa, penuh kehangatan. Gilang selalu memberikan pujian tulus setiap kali mereka makan bersama, membuat Tana tersenyum senang.
Sambil menunggu masakannya matang, Tana duduk di kursi dapur, mengambil ponselnya dan mulai berselancar di media sosial. Ia tertawa kecil melihat video-video lucu yang lewat di layar, sesekali melemparkan pandang ke arah kompor, memastikan semuanya aman. Di ruang tamu, suara tawa Gilang terus terdengar saat ia menikmati tontonan kartunnya, dan Tana merasa hatinya hangat mendengar kebahagiaan adiknya. Di antara aroma masakan dan tawa riang itu, terasa begitu tenang dan nyaman, seperti mereka memiliki dunia kecil mereka sendiri yang penuh kasih dan kebahagiaan.
Saat sedang asyik menonton kartun favoritnya, Gilang tiba-tiba teringat sesuatu yang penting. Dengan segera, ia bangkit dari tempat duduknya dan berlari menuju dapur, di mana Tana sedang sibuk memasak. “Kakak!” panggilnya, napasnya sedikit terengah karena semangat yang meluap. Tana menoleh, menatap adiknya dengan bingung. “Kamu kenapa?” tanyanya lembut, sambil menghentikan aktivitas memasaknya.
Dengan suara penuh antusias, Gilang menyampaikan pesan dari gurunya. Besok, sekolah akan mengadakan perlombaan untuk merayakan ulang tahun sekolah, dan setiap murid diwajibkan membawa orang tua untuk ikut serta dalam perayaan tersebut. “Kakak besok datang ya ” pintanya, matanya berbinar penuh harap.
Tana terdiam sejenak, hatinya tersentuh mendengar permintaan gilang. Gilang melanjutkan “Teman-teman gilang bawa ayah dan bunda mereka, sedangkan gilang… gilang cuma punya kakak...” Kata-kata gilang menggantung di udara, mengingatkan tana pada tanggung jawab yang diembannya sejak lama.
Tana menghela napas pelan, Ia tak ingin membuat adiknya merasa sendiri atau bersedih. Tana akhirnya tersenyum dan menganggukkan kepalanya. “Baiklah, besok kakak datang ke sekolah ya ” jawabnya, penuh kasih.
Mendengar janji kakaknya, Gilang melonjak kegirangan, wajahnya berseri-seri, seolah beban kecil yang ia rasakan lenyap seketika. Bagi gilang, Tana adalah dunia, seseorang yang tak pernah sekalipun mengecewakannya. Dan Tana tahu, meskipun peran yang ia emban tak mudah, cinta dan kebahagiaan adiknya selalu membuatnya kuat.