"Ternyata benar, ucapan dapat menembus apa yang tidak dapat ditembus oleh jarum"
✧˚ ʚɞ˚ ༘✿ ♡ ⋆。˚
Happy Reading
Bagai tersambar petir di siang bolong ketika itu. Waktu seakan terhenti untuk mempersilahkanku merasakan sakit yang mendera ke seluruh badan. Tangisan Nathan masih terdengar ketika aku menutup mata. Merasakan tubuhku sudah tergeletak di jalanan. Sayup-sayup masih terasa ketika banyak orang datang mendekat, menjadikanku sebagai tontonan gratis yang tidak setiap hari bisa dilihat.
Semesta tidak memberikanku kesempatan untuk merasa siap. Aku terbangun dari istirahat yang panjang. Kepalaku masih pusing, tubuhku juga masih melemas, namun aku tetap berusaha untuk bangkit. Tidak sabar untuk menatap wajah teman-temanku yang sudah bisa dipastikan terlihat sembab karena lelah menangisi keadaanku. Aku akan meledek mereka ketika melihat itu.
Namun amat disayangkan. Lagi-lagi harapan menghancurkan anganku berkeping-keping. Ketika membuka mata, tidak ada satu warna pun yang dapat ku lihat. Semuanya gelap gulita. Jangankan ekspresi mereka, melihat jari tangan sendiri pun aku tak bisa.
Aku yang penuh rencana tidak pernah membayangkan jika hal seperti ini akan terjadi ketika usiaku masih sangat muda, ketika masih ada banyak impian yang ingin aku wujudkan. Lagi-lagi kenyataan mematahkan. Aku hancur.
Raib sudah Arya yang tenang, seseorang yang mampu mengendalikan emosinya dengan baik, seseorang yang memilih untuk diam dibandingkan dengan menjerit histeris ketika masalah datang menyapa.
Namun kali ini, aku tidak ingin menjadi orang yang seperti itu. Aku tidak dapat mengontrol diri dengan baik, hampir tidak mengenali diri sendiri. Dengan perasaan putus asa, aku menjerit. Bertanya kepada siapapun, apa yang sebenarnya terjadi. Kemana warna-warni dunia yang selalu aku lihat? Bagaimana wajah-wajah mereka yang aku rindukan? Apa warna pakaian yang tengah aku pakai? Siapa saja yang ada di sini?
Aku tidak ingin berteman dengan gelap seperti ini sepanjang hari. Aku tidak siap dan tidak akan pernah siap.
"Arya dengerin Mas", suara Mas Bintang terdengar teduh di telinga. Ia tengah berusaha keras untuk menenangkan aku yang masih tidak percaya dengan kenyataan.
Kesadaranku menipis perlahan seiring dengan tenggorokanku yang kering sebab banyak berteriak. Lagi, aku tertidur dengan nyaman. Berharap jika nantinya akan terbangun dengan keadaan yang lebih baik. Menantikan kesadaran berikutnya akan ada banyak warna yang aku lihat.
Kejadian tadi, hanyalah sebuah bunga tidur yang mampir sejenak, untuk menyadarkanku bahwa penglihatan adalah salah satu hal terindah yang Sang Pencipta titipkan.
✧˚ ʚɞ˚ ༘✿ ♡ ⋆。˚
Aku tersadar untuk yang kesekian kalinya setelah istirahat yang cukup panjang. Namun sebanyak apapun aku kembali ke dunia nyata, kegelapan tetap datang menyapa. Harapan bahwa semua ini adalah mimpi hanyalah halusinasi belaka.
KAMU SEDANG MEMBACA
what if?
FanfictionIni hanya potongan-potongan kisah mengenai perjalanan mereka yang tengah berjuang untuk ikhlas merelakan dan berdamai dengan diri. Tentang mereka yang tidak punya pilihan selain mengalah kepada semesta yang semena-mena memaksa untuk menelan pahitnya...