🏡 16 | Rencana Akhir Pekan (Nathan)

143 12 9
                                    

"kadang kita cuma perlu menerima untuk berdamai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"kadang kita cuma perlu menerima untuk berdamai. Kita harus terima kalau kita banyak kurangnya. Berani untuk ngakuin kalau diri ini gak sempurna. Boleh kok bilang gak bisa buat hal-hal yang emang kita gak mampu"

✧˚ ʚɞ˚ ༘✿ ♡ ⋆。˚

Happy Reading


Jika diperbolehkan, ingin sekali aku menarik rambut laki-laki yang tengah duduk di depanku ini. Sudah satu jam lebih dia tidak mau bergantian. Padahal, sebelum bermain, kami sudah membuat perjanjian bahwa yang kalah akan digantikan orang lain.

Mas Bintang sudah kalah tiga kali namun tidak menepati janjinya. Ia masih bermain sambil menjerit-jerit tidak jelas. Sudah curang, ribut pula.

Layar televisi menampilkan dua karakter yang tengah bertarung. Yang berbaju merah memakai topi milik Mas Juan, sedangkan yang berbaju kuning milik Mas Bintang.

Mungkin karena training dengan Mas Bian, kini Mas Juan sudah jago bermain game. Bahkan dari tadi karakter Mas Bintang terus terpukul ke belakang. Memang dasar Mas Bintangnya juga yang tidak pandai.

Sebenarnya Mas Bintang hebat juga bermain game, tapi jika sudah seperti ini keadaannya aku tidak mau memujinya lagi.

"Mas Bintang! Gantian dong!", aku yang paling kesal karena giliranku adalah setelah Mas Bintang.

"Sabar. Mas hampir menang ini", mulutnya berbicara namun matanya tidak menatapku.

"Mau menang apaan? Bentar lagi juga mati itu"

"Akhir pekan tanggal merah nih. Jalan-jalan kemana ya", celetukan asal Mas Bian membuat fokusku teralihkan. Dari kekesalan ke memori tentang ucapan Vivy kemarin.

"Gaya banget jalan-jalan. Paling nonton anime sampai lupa makan, lupa tidur. Kalau napas gak otomatis, kayanya Mas juga bakalan lupa", sepertinya Mas Arya sudah hapal benar dengan tabiat Mas Bian.

"Namanya juga introvert"

"Konteks introvert tuh ga kaya gitu"

"Tau tuh Mas Bian. Sok pinter sih, padahal ilmunya sesat semua", selalu saja ada celetukan Mas Bintang yang membuat emosi naik.

Dan ya seperti biasa. Mas Bintang mendapatkan balasannya secara instan. Kini tangannya memegang dan mengusap pelan bagian kepala yang baru saja dipukul Mas Bian.

Menyerah? Tentu saja tidak.

"Udah sesat, kasar lagi. Pantes jodohnya belum keliatan", apa hubungannya coba?

Tapi biarkan saja. Mas Bintang dengan dunianya sendiri. Kami tidak ingin dilibatkan atau melibatkan diri. Hindari Mas Bintang jika ingin tetap waras.

"Kayanya aku pengen pulang deh", ucapku setelah beberapa saat hening". Emn, sebenarnya tidak benar-benar hening, suara game yang berasal dari televisi masih terdengar.

what if?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang