"Proses penerimaan memang selalu melelahkan. Ingin berhenti, namun kebahagiaan akan dipertaruhkan"
✧˚ ʚɞ˚ ༘✿ ♡ ⋆。˚
Happy Reading
Aku sudah terlewat sedih dengan keadaan fisik Arya pasca kecelakaan itu terjadi. Setiap melihatnya terbaring lemah membuat hatiku kembali berdenyut. Belum kering luka yang kemarin, kini aku harus dihadapkan dengan Arya yang tidak hanya sakit secara fisik, namun hatinya juga.
Nyaris saja aku tidak mengenali sosok Arya seperti biasanya. Dahulu, meskipun tidak seceria yang lain, namun dalam keadaan tertentu Arya akan menjadi salah satu sosok yang dapat membuat kami tertawa.
Saat ini, ntah hilang kemana sosok itu. Bahkan sisanya pun tak terlihat. Ia seperti orang lain, orang baru yang berwajah seperti Arya.
Ia lebih banyak diam, tak mau mengungkapkan apapun. Memang benar, proses penerimaan memang selalu melelahkan. Ingin berhenti, namun kebahagiaan akan dipertaruhkan. Bagaimana seseorang dapat hidup dengan bahagia jika ada bagian dalam hidupnya yang membuat tersiksa?
Namun, sebuah penerimaan yang harus dilakukan oleh Arya amat sangat berat. Bahkan mengikhlaskan permen yang jatuh juga butuh tenaga, lantas bagaimana dengan Arya yang mau tak mau harus mengikhlaskan pengelihatannya? Merelakan indahnya dunia, warna-warni semesta yang tergantikan dengan kegelapan, hitam. Tidak ada lagi yang dapat dipandang.
Perasaanku semakin memburuk ketika mendengar cerita Bintang. Arya pernah menyakiti dirinya sendiri dengan membenturkan kepala ke sudut meja ketika sendirian di kamar. Hal ini lah yang pada akhirnya menyebabkan kami tidak lagi membiarkannya sendiri. Jika memang butuh waktu untuk menepi, maka kami tetap memberikannya ruang, namun perhatian kami tetap bersama dirinya. Kami akan memperhatikannya dari jauh.
✧˚ ʚɞ˚ ༘✿ ♡ ⋆。˚
Matahari nyaris tak terlihat, hanya semburat cahaya orangenya yang masih meninggalkan jejak. Kami sudah berdiri di terminal menunggu bus yang akan melakukan perjalanan dari kota menuju rumah Nathan. Masing-masing dari kami membawa ransel yang berisi pakaian juga beberapa barang yang dianggap penting untuk dibawa. Mas Juan juga tengah meninting tas lain yang berisi makanan yang sudah ia masak untuk diberikan kepada Mama Nathan dan Vivy. Mereka harus tau bagaimana dasyatnya masakan Masku yang satu itu. Bintang juga sama, ia tengah membawa tas kresek yang berisi makanan ringan untuk dimakan di dalam bus.
Tidak hanya kami, ada banyak sekali orang yang bernasib sama. Berdiri tegak dengan menggendong tas yang tidak ringan, belum lagi tas jinjing yang tidak kalah penuh. Beberapa dari mereka memainkan ponsel, sebagian lagi menatap jalanan yang ramai, menikmati setiap centi ciptaan Tuhan. Menyapu warna jingga yang perlahan tersebar ke segala penjuru, memanjakan mata. Angkuh dengan pesonanya, menunjukkan kepada dunia bahwa cahaya senja lah yang paling menawan.
KAMU SEDANG MEMBACA
what if?
FanfictionIni hanya potongan-potongan kisah mengenai perjalanan mereka yang tengah berjuang untuk ikhlas merelakan dan berdamai dengan diri. Tentang mereka yang tidak punya pilihan selain mengalah kepada semesta yang semena-mena memaksa untuk menelan pahitnya...