BAB 15 - Raden Wijaya

36 14 0
                                    

Di tengah hutan lebat dengan pepohonan yang tinggi dan akar-akar yang mencuat di tanah. Aura kharismatik dan penuh wibawa terpancar dari pemuda itu, yang mengenakan pakaian kebesaran khas bangsawan Jawa. Wajahnya tegas, dan sorot matanya mengisyaratkan kekuasaan yang mutlak, meski dia terlihat tak lebih tua dari Aksara.

"Siapa kau?" tanyanya lantang, menatap mereka dengan tatapan penuh selidik.

Aksara, yang mengambil inisiatif untuk maju ke depan, lalu menjawab, "Kami hanya tersesat, siapa kau?"

Salah satu prajurit, yang tampak lebih tua tidak senang dengan sikap Aksara. Dia berteriak penuh kemarahan, "Kurang ajar sekali! Berani-beraninya rakyat jelata mempertanyakan identitas junjungan kami!" Dengan gerakan sigap, prajurit itu berlutut di depan pemuda bangsawan tersebut dan berkata penuh hormat, "Izinkan saya memberi pelajaran kepada mereka, tuanku."

Pemuda bangsawan itu dengan tenang mengangkat tangannya, memberikan isyarat agar prajuritnya berhenti. "Tidak perlu," ujarnya sambil bergerak turun dari kuda putihnya, menghampiri Aksara.

Di saat seperti ini mereka berdiri berhadapan. Tinggi mereka sama, umur mereka juga tidak jauh berbeda namun sangat kontras saat keduanya berhadapan. Pemuda bangsawan itu mengenakan mahkota di kepalanya yang berambut panjang. Bagian tubuh atasnya dibiarkan terbuka dengan aksesoris emas yang menyelimuti tubuhnya. Sementara Aksara mengenakan jaket kulit hitam simpel beserta celana cargo, dan rambut yang diarahkan ke belakang karena basah akibat hujan.

"Akulah pangeran Singhasari, pewaris dua kerajaan besar di tanah Sunda dan Jawa. Nararya Sanggramawijaya." Ucap pemuda itu dengan bangganya.

Raga menatap Zarka sambil menahan tawa. Tatapan mereka menyiratkan satu kata "berlebihan". Bagi mereka, tingkah pemuda bangsawan itu nampak seperti sinetron, meski aslinya lebih keren dan berkharisma.

Mendengar nama tersebut, Aca tampak kebingungan. Dia bergumam pelan, mencoba mengingat-ingat. "Nararya Sanggramawijaya... nama itu tidak asing," katanya, suaranya hampir tenggelam dalam suara hujan yang semakinderas.

Zarka, yang sepertinya ingin mencairkan suasana, berbisik sambil menyikut Aksara. "Yaelah, gatau dia kalo lo juga pangeran. Anak tunggal pengusaha terkenal yang menguasai kartel petrokimia Indonesia," bisiknya.

Aksara menatap Zarka kesal, saat ini bukan waktunya bercanda. Tidak mendapatkan respon yang baik, Zarka beralih menatap Raga. Namun entah apa yang sedang Raga lakukan, berbeda dengan beberapa detik lalu, tiba-tiba saja Raga seolah menganalisis gerakan orang di depannya.

Di sisi lain, Aca tampak tersentak karena baru mengingat yang dilupakannya. "Gue inget! Sanggramawijaya itu nama asli Raden Wijaya, cucu KenArok!" serunya, setengah berbisik tetapi dengan nada antusias. "Dia pendiri Majapahit, kerajaan terbesar dalam sejarah Nusantara. The most famous and powerful empire that ever existed."

Zarka ikut terkejut. "Seriusan?!"

Mata Raden Wijaya sedikit menyipit mendengar Aca menyebut "Majapahit." Langkahnya mantap saat mendekati Aca, tatapannya tajam, seolah ingin menembus pikiran mereka.

"Apa yang kau katakan tadi, wahai kawula?" tanyanya dengan nada tegas namun penuh selidik.

Aca menatap pemuda itu dengan pandangan penuh keyakinan. "Suatu hari nanti, kau akan mendirikan kerajaan Majapahit. Namamu akan dikenang sebagai Raden Wijaya di seluruh Nusantara."

Raden Wijaya tampak kaget, namun berusaha menahan ekspresinya. "Apa yang kau katakan? Majapahit? Sebenarnya kalian siapa?" Raden Wijaya mulai kesal, dia melangkah lebih dekat pada Aca, "Dan beraninya kau meramal mengenai masa depanku?" Intonasinya meninggi.

Aksara menengahi berdiri di antara Aca dan Raden Wijaya. "Mari bicarakan baik-baik."

"Rakyat jelata ini benar-benar menghabiskan kesabaranku."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 03 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DIMENSION OF NUSANTARA (JAKE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang