BAB 8 - Jam tangan

89 17 7
                                    

Setelah melakukan diskusi panjang. Mereka memutuskan untuk menyebar menjadi tim dan mencari informasi terkait yang bisa digunakan untuk bertahan hidup. Setelah membersihkan diri dan berganti baju agar memberikan first impression yang bagus pada calon narasumber mereka, mereka berkumpul di pinggiran sungai bersiap melakukan rencana.

"Ingat, misi kita adalah menemukan informasi sebanyak-banyaknya. Berusahalah menyatu secara alami dengan para penduduk." Tanpa perlu pemilihan resmi, Aksara menjadi kapten yang menuntun teman-temannya. Membuat rencana sambil mengkoordinasi kerja lapangan.

Aksara mengusap rambutnya ke belakang setelah meraupkan air sungai ke wajahnya. Dia mengambil tas ranselnya yang berisi beberapa kebutuhan penting, "Meskipun kita tidak tahu berada di wilayah kerajaan mana untuk saat ini, berusahalah menggali informasi tentang itu dan lebih bagus lagi jika kalian mendapat informasi tentang KenArok. Karena berdasarkan penelitian yang gue lakuin, seharusnya dialah penyebab ketidakstabilan dimensi saat ini."

"Selalu tanamkan di otak kalian bahwa kita adalah pedagang dan bukan orang-orang yang sedang kehilangan arah!" Raga memperingati.

Mereka telah memutuskan setelah diskusi panjang. Dengan baju modern dan sedikit informasi yang mereka miliki saat ini, akan lebih baik jika mereka datang sebagai pedagang negeri asing yang bersinggah melihat pedesaan.

"Lets'go!" Zarka melangkah lebih dulu menyalip Aksara yang berada di barisan paling depan.

"Oh My God, I can't do this!" Aca menolak ikut sambil melipat kedua tangan di depan dada. "Kenapa kita nggak cari jalan pulang? Kita fokus cari jalan yang benar lalu kembali kepada orang tua kita, problem solved,"

"Lo pikir di dunia yang udah kaya gini cari jalan pulang menjadi solusi? Bahkan maps udah ga bisa di pake karena dunia udah berubah Ca!" Raga emosi mendengarkan keluhan adik kembarnya yang menurutnya terlampau manja.

"Yaudah deh gue di sini aja, capek." Aca duduk di salah satu batu berukuran besar.

"Lo bisa ga sih gausa manja sekali aja? Lo di sini sendirian juga bikin khawatir anak-anak, kelakuan lo yang kaya gini nih yang bikin lo gapunya temen, jangan protes kalo misal-" ucapan Raga terhenti karena Aksara menyumpal mulutnya dengan daun yang di ambilnya sembarangan.

"Kamu memang seharusnya tidak perlu ikut, masih sakit ya?" Tanya Aksara lembut, dia peka bahwa sebenarnya Aca ingin menyembunyikan lukanya. Luka pada kaki Aca semakin parah, darah dan nanah merembes melewati sela-sela perban.

Aca tidak menjawab, dia sakit hati memikirkan ucapan kakaknya barusan. Akhir-akhir ini Aca terkena masalah di kampus, temannya menuduhnya sebagai seseorang yang memplagiat tugas penelitian orang lain di salah satu mata kuliah. Bahkan karena masalah ini Aca hampir tidak diluluskan di mata kuliah tersebut karena plagiarisme adalah hal paling fatal di dunia perkuliahan.

Status Aca yang dianggap sebagai primadona kampus hancur begitu saja, bahkan teman-teman yang dia anggap sahabat menjauhinya. Namun atas bantuan Raga dan Aksara dia dapat membuktikan bahwa semua tuduhan padanya salah, hal ini sekaligus memulihkan nama baiknya. Akan tetapi setelah hujatan yang dia dapatkan, mengembalikan kepercayaan untuk bergaul dengan orang lain masih sulit baginya. Hari ini dia tidak ingin ikut karena takut menjadi beban, lututnya nampak lebih parah dari sebelumnya. Namun siapa sangka Raga berprasangka buruk tentang dirinya.

"Kalian lakukan sesuai rencana, gue nemenin Aca disini, lukanya terlalu parah!" Aksara pergi mengambil kotak p3k di dalam mobil.

Sera menghampiri karena nampaknya Aca terlihat tidak baik, "ASTAGA!" Sera berteriak ketika membuka perban Aca, seharusnya dia tidak boleh berteriak agar pasien tidak panik. Namun ini adalah pengalaman pertamanya menangani luka serius tanpa pengawasan dosen.

DIMENSION OF NUSANTARA (JAKE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang