"AAAA!" Madelyn menumpahkan kesusahannya dengan berteriak di kamar. Nafas ia tak teratur terlihat dari dada nya yang kembang kempis.
"PUSINGG!!" Teriaknya kedua kali menyambut beberapa ajudan kakek nya yang kebetulan lewat.
Langkah terburu buru terdengar di luar kamar itu. Pintu terbuka dengan keras menyebabkan Madelyn terkejut. Dengan latah, Madelyn berkata, "EH MONYONG!" Gadis itu memegangi dadanya karena jantung yang berdetak tak karuan.
Gadis itu menoleh dengan sebal dan kekesalan yang memuncak, "apa?!" Ketus nya melihat Sadewa di ambang pintu.
"Mbak yang kenapa, saya kaget loh denger mbak teriak kayak gitu. Saya khawatir, mbak gapapa?" Tanya Sadewa yang memang betul betul khawatir.
"Gapapa." Madelyn masih berada dalam kekesalannya, makannya ia masih ketus.
Sadewa beru menyadari kamar Madelyn sangatlah berantakan. Kertas yang berhamburan, kain yang berjatuhan dilantai, benang yang melilit dimana mana. Jangan lupakan tisu yang menjadi alat pengering ingus nya sehabis menangis tadi.
"Astaga mbak, kamar kamu ini baru terombang ambing?" Sadewa kaget melihat kamar Madelyn yang seberantakan ini.
"Pak Dewa diem deh. Aku tuh lagi pusing, stress, cuman gara gara nyari pola buat dress yang baru aku pelajari." Madelyn menunduk dengan tangan yang memegang kepala. Seperti yang gadis itu katakan, itu fakta, memang benar Madelyn sangat sangat pusing tak tertolong.
"Yaallah mbak. Saya bantu beresin deh." Madelyn menoleh lalu menatap Sadewa.
"Jangan beresin, kotor banget kamar aku. Biar aku sendiri aja, Pak Dewa gausah khawatir yaa." Madelyn dengan muka kusut, hidung merah juga bibir yang kemerahan, mencoba mendorong Sadewa keluar.
"Pak Dewa keluar sana." Ucap Madelyn.
"Wah mbak ngusir saya?" Madelyn mengangguk dengan polos nya. Seketika sadar, ia menggeleng. "Ihh bukan gitu, aku pengen sendiri aja dulu, nanti aku keluarnya pas makan malam deh." Sadewa mengangguk.
"Mau dibawain cemilan ga, mbak?" Tanya nya yang langsung di jawab dengan gelengan kepala gadis yang ia tanyai.
"Yaudah, nanti kalo perlu apa apa panggil saja. Saya kebetulan tugasnya cuman di kertanegara, ga ada di luar." Madelyn mengangguk angguk.
"Yaudah, saya pamit dulu mbak. Minum yang banyak, jangan sampai dehidrasi. Dokter udah kasih kamu peringatan." Peringat Sadewa.
Madelyn mengangguk lagi, dan Sadewa mewajarkan kelakuan gadis itu yang terlihat tidak memedulikan omongannya. Ia tahu Madelyn sedang banyak pikiran, dan ia tahu rasanya bagaimana.
Setelah Sadewa pergi, Madelyn menutup pintu. Ia banyak pikiran sekali seperti punya hutang banyak saja.
Gadis itu menganggaruk kepala nya yang tidak gatal. "Ihh! Ini gimana..." Lirih gadis itu frustasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
From One To Infinity
FanfictionJudul ini menceritakan sebuah cinta yang mula nya kosong menjadi tak terbatas. Sebuah hati yang berusaha melupakan dan sebuah hati yang berusaha mencinta. "Est-ce que je t'aime?" -Sadewa "Je ne sais pas." -Madelyn