Alkisah, disebuah kota yang dipadati dengan rumah-rumah megah, hiduplah seorang saudagar kaya raya bersama istri dan seorang putri kecilnya yang berusia enam tahun. Mereka tinggal disebuah rumah besar dengan lapangan yang luas. Rumah itu dibangun seluas mungkin agar sang putri kecilnya yang menginjak masa pertumbuhan dapat bermain tanpa terhambat oleh ruangan yang sempit. Dengan gembira, sang anak setiap hari bermain dan berlari kesana kemari di lapangan rumahnya yang ditumbuhi banyak bunga-bunga cantik seperti bunga lili, mawar, hingga tulip. Namun kelamaan anak itu merasa bosan juga. Ia merasa sangat kesepian bermain sendirian di rumah besar itu. Sementara sang ibu sibuk menghadiri banyak pesta dan ayahnya sibuk bekerja.
Disuatu malam yang damai, disaat keluarga itu aedang menyantap makan malamnya dengan khidmat, tiba-tiba terdengar suara dentingan sendok yang beradu dengan piring. Atensi sepasang suami-isteri itu langsung tertuju mengarah kepada anaknya yang sudah duduk rapi dengan mata berkobar kobar api semangat.
"Ayah, aku ingin teman! Carikanlah aku seorang teman yang dapat bicara, aku tak ingin anjing dan kucing, mereka hanya akan buang air besar sembarangan. Berjanjilah kepadaku Ayah, aku sungguh kesepian!" Rengek anak itu kepada ayahnya. Ayahnya tersenyum lalu mengangguk. Tak sulit baginya memenuhi keinginan putri kecilnya itu. Semua yang diinginkan anaknya pasti akan ia penuhi. Selalu begitu, sehingga tanpa sengaja anak itu tumbuh dengan sikap yang amat manja. Makan malam saat itu diakhiri dengan sang anak mengecup pipi kedua orangtuanya dengan perasaan bahagia, lalu ia beranjak ke kamar untuk siap-siap tidur.
Keesokan paginya, sesaat setelah anak itu membuka matanya. Ia mengerjap beberapa kali melihat seekor Burung Beo kecil sudah duduk di dalam sangkar tepat didepan ranjangnya. Ia memang tidak menginginkan anjing dan kucing, namun ia tak menyangka sang ayah akan membawakannya seekor Burung Beo kecil. Memang apa yang dapar dilakukan Burung Beo ini? Pikirnya.
Disisi lain, Burung Beo kecil itu duduk ketakutan. Matanya mendeteksi ruangan yang asing baginya itu. Tadi malam dia masih bersama kedua orang tuanya. Namun, setelah mendengar suara dentuman keras, pandangannya berubah gelap hingga ia tak sadarkan diri. Dan pagi ini disaat Budung Beo kecil itu terbangun dari tidurnya tiba-tiba saja ia berada di sangkar kecil didalam kamar yang luas itu. Burung Beo kecil itu makin ketakutan ketika dilihatnya seorang gadis kecil berjalan mengendap-endap mendekatinya. Tak lama kepala Burung Beo kecil itu berputar ketika mendengar suara pintu terbuka. Muncul seorang pria dengan badan yang besar mendekatinya. Pria itu mengelus kepala gadis kecil sembari mengetuk-ngetuk sangkar Burung Beo, menyuruhnya untuk berbicara. Burung Beo yang semakin ketakutan berjalan mundur menjauh hingga ia sadar betapa kecilnya sangkar itu. Burung Beo kecil itu memejamkan matanya. Sungguh ia rindu keluarganya dan ingin segera pulang ke rumah.
Tiga hari berlalu, Burung Beo kecil masih enggan membuka suaranya. Dilihatnya wajah gadis kecil yang kini selalu tampak masam bila berhadapan dengannya. Burung Beo kecil yang malang itu masih tidak dapat mengerti apa yang sedang terjadi. Yang pasti hari-harinya kini dihabiskan dengan termenung dan mengenang kenangannya bersama keluarganya. Betapa menyesalnya dia karena pertemuan terakhir dengan ibunya dihabiskan dengan beradu argumen. Ia sangat merindukan ibu, ayah, serta kakak satu satunya. Kalau tahu begini, ia pasti akan lebih baik kepada ibunya, ia akan menjadi anak penurut yang berbakti kepada orang tuanya.
Lamunan Burung Beo kecil itu buyar ketika tiba-tiba terdengar suara lantunan musik. Suara musik itu sering ia dengar karena mirip dengan yang sering dinyanyikan oleh ibunya. Burung Beo kecil itu pun membuka suaranya, bernyanyi mengikuti alunan musik yang terputar pada kotak musik tersebut. Gadis kecil yang mendengar Burung Beo kecil itu bernyanyi pun langsung berlari mendekati. Diarahkannya kotak musik itu mendekat ke arah Burung Beo yang kini sibuk bernyanyi.
Sudah beberapa hari berganti setelah kejadian itu. Kini kehadiran kotak musik itu selalu menjadi bagian dari hari-hari sang Burung Beo. Sungguh Burung Beo sebenarnya sudah muak terus bernyanyi, namun tiap kali Burung Beo berhenti gadis kecil itu akan memukul sangkar dengan keras. Bahkan pernah suatu hari sangkar itu sempat terjatuh ke lantai karena kekesalan gadis kecil itu yang meluap-luap. Sungguh Burung Beo kecil itu hidup dipenuhi rasa ketakutan.
Suatu hari, saat Burung Beo kecil itu membuka matanya, ia melihat ada yang berbeda hari ini. Biasanya saat gadis kecil itu bangun ia akan langsung mendatangi Burung Beo dan memutarkan kotak musik, menyuruhnya bernyanyi. Akan tetapi hari ini gadis kecil itu sudah bersiap siap menggunakan dress panjang berwarna maroon, ruangan itu juga dipenuhi dengan balon dimana-mana. Dari luar ruangan pun Burung Beo kecil dapat mendengar suara musik meriah mengalun.
Tak berapa lama, mimpi buruk bagi Burung Beo itu terjadi. Sang gadis kecil menghampirinya, bahkan tidak sendirian, kini ia bersama tiga perempuan yang tubuhnya jauh lebih tinggi. Mereka kembali menghidupkan kotak musik itu, menunggunya bernyanyi. Namun dengan tubuh kaku Burung Beo hanya diam saja. Salah satu dari perempuan bertubuh tinggi itu mencoba membuka sangkarnya. Pikiran Burung Beo kecil itu hanya satu, ia ingin kabur. Perempuan dengan tubuh tinggi itu mengeluarkan Burung Beo dari sangkarnya, ia menepuk keras kepala Burung Beo seakan ia adalah boneka. Burung Beo pun melihat ke arah jendela yang terbuka, dengan sigap ia kabur dan terbang sejauh mungkin. Ia dapat mendengar suara teriakan dan tangisan gadis kecil itu, tapi tak sedikitpun ia menoleh, ia hanya terus terbang tanpa arah.
Burung Beo berhenti disebuah hutan rimba yang mirip dengan rumahnya dulu. Ia berteriak memanggil keluarganya, namun yang keluar adalah seekor kancil bertubuh kurus.
"Hei siapa yang kau cari?" Tanya Kancil tersebut.
Burung Beo kecil itu masih sedikit takut, ia menjawab dengan suara kecil "Keluargaku".
Kancil tersebut bingung, "Kau mencari keluargamu? Memangnya kau pergi kemana?"
Dengan kaku Burung Beo menjelaskan tentang dirinya yang tiba-tiba sudah terpisahkan oleh keluarganya dan berada dirumah saudagar kaya raya itu. Belum selesai ceritanya, Kancil langsung berteriak "Hah? Kau gila ya anak kecil? Kenapa kau kabur? Padahal hidupmu sudah enak tinggal menunggu makan saja!"
Burung Beo kecil yang mendengarnya langsung tertunduk lemah. Jika tidak mengalaminya pasti akan berkata begitu. Padahal apa yang terlihat enak belum tentu begitu pada realitanya. Burung Beo kecil itu pun langsung saja pergi tanpa mendengarkan ocehan Kancil. Terlintas dibenaknya untuk kembali saja ke rumah saudagar kaya itu, tapi ia masih takut. Burung Beo kecil itu pun berjalan mengitari hutan rimba. Tak lama dia bertemu dengan seekor tikus tanah. Tikus Tanah itu kembali bertanya tentang keluarga Burung Beo, dan begitupun Burung Beo yang kembali menceritakan kisahnya. Sama dengan kancil tadi, Tikus Tanah itu marah kepada Burung Beo dan menganggapnya tidak bersyukur. Burung Beo kecil itu lalu menangis, ia terbang kembali menuju kota. 'Apakah ia tak diterima disana?' pikirnya.
Sesampainya ia di pinggir kota, Burung Beo kecil itu tak sengaja mendengar pembicaraan dua pria tua tentang rencana pembabatan hutan. Burung Beo teringat akan hutan rimba yang ia datangi, itu adalah hutan terdekat dari pinggir kota. Tanpa berpikir panjang ia terbang kembali menuju hutan rimba, ia ingin menyampaikan berita ini kepada hewan-hewan disana.
Sesampainya Burung Beo kecil di hutan itu, ia terus berteriak menyampaikan berita itu, semua hewan yang mendengar terkejut. Semua hewan di hutan itu berkumpul. Ditengah kumpulan hewan itu, dengan samar Burung Beo kecil melihat sang ayah terbang ke arah selatan langit. Burung Beo kecil langsung menyusulnya, terbang sekuat mungkin untuk menyamakan kecepatan. Burung Beo kecil itu terus berteriak memanggil ayahnya. Tak lama Burung Beo tua didepannya itu menoleh. Betapa bahagianya Burung Beo kecil ketika melihat ternyata burung itu adalah benar sang ayah. Mereka pun saling berpelukan melepas rindu. Ternyata keluarganya kini bermigrasi sembari mencari dirinya. Ibu Burung Beo kecil sudah menunggu bersama sang kakak dan kawanan lainnya.
Sesampainya ditempat baru, Burung Beo kecil itu langsung mencari sang ibu dan kakanya tercinta, ia memeluk mereka erat. Mereka kini hanyut dalam rindu mendalam. Burung Beo bersumpah akan menjadi pribadi yang lebih baik, ia tak ingin menyesal nantinya. Ia pun kini sadar, mau bagaimanapun, tempat yang paling nyaman adalah bersama dengan orang-orang yang menyayanginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kidung Rimba: Lantunan Kisah Tak Terukir Para Fauna
Short StoryKisah para Fauna yang tak pernah terukir, namun selalu mengalir bersamaan dengan hikmah yang dapat dipetik.