Angin sepoi-sepoi meniup seluruh bagian ladang bunga matahari sore itu. Di bawah dedaunan bunga matahari tampaklah keluarga kepik yang sedang berbahagia karena anak tunggalnya baru saja menerbitkan buku baru lagi di usia yang masih sangat muda. Kepik muda itu bernama Lira. Ia sudah bercita-cita menjadi seorang penulis sejak lama. Cita-citanya itu dimulai ketika ia memenangkan lomba puisi disekolahnya.
Lira semakin bersemangat untuk melatih kemampuannya ke bidang lain seperti menulis novel dan kisah inspiratif. Akhirnya Lira pun berhasil mewujudkan mimpinya berkat kegigihannya dalam berusaha serta dukungan orang tuanya yang memumpuni. Hingga disinilah Lira sekarang. Menjadi seorang penulis terkenal di usianya yang masih amat muda. Dari cerita novel hingga kisah inspiratif dapat dikuasai Lira dengan baik. Penggemar Lira pun tak kalah banyaknya.
Hari itu angin bertiup kencang sehingga bunga matahari menari kesana kemari dibawa oleh arusnya. Lira dan kedua orangtuanya memutuskan untuk menyiapkan sarang mereka sebelum besok mereka harus tidur yang panjang ketika musim dingin tiba. Lira bertugas untuk membersihkan sampah-sampah yang ada didalam rumah sore itu. Namun tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu ketika Lira sedang larut didalam tugasnya.
"Ada beberapa orang yang ingin bertemu denganmu Lira" Ucap Ibu Lira menghampirinya setelah membukakan pintu untuk sang tamu. Lira langsung sumringah dan segera bergegas lari menghampiri tamunya. Lira sudah tau siapa yang sudah menunggunya didepan pintu saat itu. Mereka adalah penggemar Lira.
"Halo penulis Lira! Saya sangat terhibur dengan cerita novel yang baru saja anda terbitkan" Ucap seekor Lebah sesaat setelah Lira sampai didepan pintu rumahnya. Disana sudah menunggu beberapa hewan untuk menyapa Lira. Dari lebah hingga nyamuk menyempatkan diri mengucapkan akan menunggu kembali karya lainnya oleh Lira. Sesi saling sapa penggemar sore itu diakhiri oleh mereka yang saling berpelukan dan bercerita. Hingga keesokannya Lira dan kedua orangtuanya melakukan hibernasi di musim dingin yang melanda kota kala itu.
Beberapa bulan berlalu sehingga musim dingin berganti menjadi musim semi. Lira dan kedua orangtuanya bangun dari tidur panjang mereka. Ketiganya sudah bersemangat untuk memulai kembali kehidupan mereka. Lira juga sudah tak sabar untuk kembali menuangkan idenya dalam bentuk tulisan. Ia ingin menepati janjinya kepada para penggemarnya. Semangat Lira berkobar-kobar untuk menerbitkan satu buku pada bulan itu.
Setelah membantu orangtuanya mencari stok makanan Lira langsung berlari untuk mengambil selembar kertas. Ia akan memulai menulis sebuah cerita. Namun sudah berjam-jam berlalu tak juga ada satupun kata yang memulai tulisannya. Bahkan pikirannya menjadi kosong dan tak dapat menemukan satupun ide. Lira mengganggap semua itu karena ia beristirahat terlalu lama. Ia tak mengambil pusing dan memutuskan untuk kembali menulis dihari esok.
Akan tetapi sudah dua minggu berlalu dan Lira masih tak dapat menuliskan satupun kalimat. Yang hanya dapat dilakukannya hanyalah termenung dengan lama tanpa menghasilkan sedikitpun ide. Lira yang merasa kemampuan menulisnya menghilang menangis tersedu-sedu. Orang tua Lira yang melihat anaknya menangis segera menghampiri Lira.
"Ada apa anakku?apa yang membuat dirimu menangis?" Tanya Ibu Lira dengan lembut.
"Aku tak menemukan satupun ide untuk memulai tulisanku ibu. Biasanya ide itu muncul di kepalaku bagai runtutan air sungai yang mengalir. Aku rasa aku telah kehilangan bakat menulisku ibu" jawab Lira dengan mata merahnya.
"Kau hanya kehabisan ide sesaat anakku. Dan itu sangatlah normal karena nantinya kau akan menemukan lagi inspirasi" Ucap Ibu Lira menenangkan anaknya.
"Tapi bagaimana kalau aku tak akan pernah menemukan ide lagi? Aku tak akan bisa menjadi seorang penulis lagi" Lira kembali menangis.
"Kalau begitu mulai besok bagaimana kau mengunjungi rumah bibimu di ladang stroberi dibelakang gunung anakku? Kau harus tahu bagaimana bijaknya bibimu itu. Dia juga memiliki banyak pengalaman tentang dunia karena sering berkunjung ke berbagai tempat. Dan juga pasti banyak kisah yang ingin diceritakan oleh penduduk disana yang belum pernah engkau temui. Melihat cerita dari kacamata orang lain juga bisa membuatmu menyadari banyak hal baru" kini sang Ayah mengusulkan sebuah ide. Ibu Lira juga menganggukkan kepalanya tanda setuju. Mereka berdua sangat sedih melihat keputusasaan sang anak. Namun jauh di lubuk hati mereka yakin tentang kemampuan anaknya.
Lira terdiam sejenak mendengar saran ayahnya tersebut. Kemudian ia merasa itu adalah hal yang patut dicoba untuk memunculkan kembali inspirasinya. Lira pun menganggukkan kepalanya tanda setuju. Kedua orang tua Lira tersenyum lembut melihat anaknya. Kemudian keduanya memeluk hangat sang anak tercinta. Maka dari itu dimulailah petualangan Lira keesokan harinya.
Pagi-pagi sekali Lira sudah berangkat meski ladang stroberi tempat bibinya tinggal tak begitu jauh dari sarangnya. Itu adalah perjalanan pertama Lira bepergian sendiri tanpa ditemani orang tuanya. Dengan langkah penuh kegigihannya Lira menelusuri jalan yang panjang hingga dirinya berhenti ketika melihat segerombolan semut yang tampak sedang mengalami masalah. Lira menghampiri salah satu semut tua yang berdiri sendirian memperhatikan semut lainnya.
"Halo pak selamat pagi!" Sapa Lira ramah. "Pagi juga anak muda" balas Semut itu tak kalah ramah.
"Apa yang sedang terjadi pak? Apakah ada yang bisa saya bantu?" Ucap Lira menawarkan bantuan.
"Bebatuan itu menutupi jalan kami menuju ke sarang" semut itu menunjuk ke arah batu besar "Terima kasih atas tawaranmu tapi para semut akan segera mengatasinya" jelas semut itu sambil tersenyum ke arah Lira.
Ternyata benar apa yang dikatakan oleh semut itu. Beberapa semut lainnya bergerombol bekerja sama untuk memindahkan batu tersebut sehingga jalan mereka tak terhambat. Lira takjub dengan bagaimana batu yang besarnya berkali-kali lipat dari mereka dapat diatasi dengan saling bekerja sama. Tak lama semut tua tadi berpamitan untuk bergabung bersama rombongan. Bersamaan dengan itu Lira juga berpamitan untuk meneruskan perjalanannya. Entah mengapa ada sebuah ide yang terlintas dikepala Lira. Tetapi ia ingin melihat bagaimana kedepannya untuk meyakinkan diri tentang ide tersebut.
Perjalanan panjang Lira mengantarkannya dengan selamat hingga didepan rumah bibinya yang terdapat dibawah pohon besar diujung ladang stroberi. Ladang tersebut mengeluarkan aroma manis dari stroberi yang matang. Namun mata Lira tertuju ke arah sebuah sarang diatas sebuah pohon. Lira yakin baru pertama kali melihat sarang dengan bentuk yang sangat unik seperti itu. Tanpa sadar Lira berjalan mendekati sarang tersebut. Belum sempat ia mengetuk pintu tiba-tiba keluar seekor lebah dengan tubuh yang ramping.
"Apa yang kau lakukan!" Teriak seekor lebah ramping itu hendak mengejar Lira. Lira yang terkejut sontak lari ketakutan sehingga kesalahpahaman berlanjut. Lira berteriak sekeras mungkin dan segera mengetuk-ngetuk pintu rumah bibinya. Nyaris saja Lira terkena sengat jika bibinya tak cepat membukakan pintu.
"Apa yang kau lakukan? Dia adalah keponakanku!" Halau bibi Lira kepada lebah itu. Setelah cek-cok untuk menyelesaikan kesalahpahaman itu akhirnya sang lebah kembali ke sarangnya. Bibi Lira pun langsung mempersilahkan keponakannya untuk masuk ke dalam.
"Kenapa lebah itu sangat pemarah bibi?" Tanya Lira penasaran.
"Lebah?" Ucap sang bibi sambil tertawa. "Dia tawon Lira! Meski terlihat sama namun mereka sangat berbeda. Lihatlah tubuhnya yang ramping berbeda dengan tubuh lebah yang gemuk dan dipenuhi dengan bulu. Begitulah mereka hidup untuk menjaga diri mereka dari kesalahan. Jadi mereka bukan pemarah keponakanku" Jelas bibi Lira panjang lebar.
"Apakah benar begitu bibi?" Tanya Lira penasaran.
"Tentu! Besok kau harus bertemu dan berteman dengan banyak hewan lainnya ya Lira. Kau pasti akan senang bertemu dengan mereka. Banyak pelajaran yang bisa diambil. Contohnya saja ada satu Kunang-kunang yang hidup dua pohon dari sarang tawon tadi. Anak mereka yang masih kecil pernah terpisah dengan orang tuanya ditengah gelapnya malam. Tapi kau tahu apa yang terjadi? Dia memanfaatkan tubuhnya yang bercahaya untuk menemukan tanpa rintikan tangis sedikit pun" bibi Lira bercerita dengan semangat. "Mereka semua memiliki banyak cerita menarik untuk kau dengar Lira" lanjut sang bibi melanjutkan ceritanya.
Baru saja sampai Lira sudah menemukan sebuah ide baru untuk bukunya nanti. Melihat apa yang terjadi hari ini dibumbui dengan cerita sang bibi dapat membuat inspirasi datang ke pikiran Lira. Bertemu semut dan tawon serta mendengar kisah Kunang-kunang membuat yakin atas ide yang semulanya masih ia ragukan. Lira berniat untuk membuat novel tentang kisah bagaimana uniknya setiap makhluk menyelesaikan masalah pada hidup mereka. Lira merasa itu dapat ia rasakan sendiri melihat bagaimana kedatangannya itu dimulai ketika masalah tentang dirinya kehilangan sebuah ide.
Besok Lira berniat untuk bertemu para serangga lainnya disana. Lira ingin mendengar dan belajar dari mereka tentang bagaimana cara mereka menyelesaikan masalah yang dihadapi. Belajar dari sudut pandang makhluk lain juga hal baru yang sangat ia syukuri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kidung Rimba: Lantunan Kisah Tak Terukir Para Fauna
Short StoryKisah para Fauna yang tak pernah terukir, namun selalu mengalir bersamaan dengan hikmah yang dapat dipetik.