12. Enjoy!

24 5 8
                                    

Ada sesuatu yang menarikku dari kedalaman tidur, mengusik ketenangan alam bawah sadarku. Perlahan, kelopak mataku terbuka, dan cahaya lampu kamar yang masih menyala menyambut penglihatanku, menyilaukan mata yang telah terpejam lama. Pandanganku tertuju ke arah jendela besar di samping tempat tidur, tirainya masih terbuka, memperlihatkan kegelapan luar yang seolah diam dalam keheningan. Rasanya seperti ada sesuatu yang tak kasat mata, sesuatu yang kuat tapi tak terlihat, yang membangunkanku.

Aku mengerjap beberapa kali, mencoba mengusir sisa kantuk yang berat. Jam berapa ini? Dengan malas, aku bangkit, mengubah posisiku menjadi duduk dan mendapati ponsel yang ternyata masih tergenggam di tangan sejak semalam. Aku menghidupkan layarnya; angka di sana menunjukkan pukul 5 pagi. Pantas saja, dunia di luar jendela masih pekat, dingin, dan sunyi. Tarikan napas panjang keluar dari mulutku, disertai desah kecil saat kenyataan muncul—tadi malam aku ketiduran.

Aku mengingat kembali sisa malam sebelumnya. Setelah makan malam, Ava dan Illah pamit pulang karena esok pagi harus kembali bekerja. Setelahnya, aku mengunci pintu, mandi, berbaring di atas ranjang, dan akhirnya terjebak dalam waktu yang terasa melayang saat aku memutuskan untuk menonton TikTok. Lama-lama video-video itu menjadi kabur dalam ingatan, hingga hanya keheningan malam yang tersisa. Entah sejak kapan, aku akhirnya menyerah pada kantuk yang perlahan menyergapku tanpa sadar. Hah... untungnya, aku sudah mengunci pintu.

TING NONG!

Suara bel yang tiba-tiba berbunyi membuatku terkejut, seketika mengusir rasa kantuk yang masih menghinggapi. Ruangan yang sunyi membuat bunyi bel terasa begitu nyaring, dan entah mengapa, sedikit rasa takut menyelinap mengingat jam yang baru menunjukkan pukul 5 subuh. Manusia mana yang datang pagi-pagi begini dan membunyikan belku?

Aku bangkit dari kasur, mengusap lengan yang terasa dingin, menyadari bahwa aku tertidur tanpa selimut.

Dengan hati-hati, aku mendekat ke pintu dan mengintip lewat lubang intip, namun tak ada seorang pun di luar. Aku mendengus, kesal dengan orang yang berani-beraninya membunyikan bel di pagi buta seperti ini.

"Siapa sih?" gerutuku, suara kesal hampir tak tertahan saat menarik kenop dan membuka pintu dengan sedikit terburu-buru.

Tak ada siapapun. Aku bahkan keluar dari kamarku, langkahku berhati-hati saat menengok kiri dan kanan. Koridor itu hening dan sepi, hanya terdengar suara langkahku yang menggema di udara. Tidak ada jejak siapa pun, hanya kesunyian yang semakin menekan. Apa aku sedang diteror lagi?

Aku melangkah kembali ke dalam apartemen, berusaha berpikir positif, namun pandanganku tertarik pada sebuah benda yang tergeletak di lantai. Sesuatu yang tipis dan berwarna hitam, terhampar begitu saja di atas karpet.

Apa ini? Surat? Penasaran, aku membungkuk untuk meraih benda kecil itu. Begitu jariku menyentuh amplop persegi itu, sebuah aroma tajam langsung menyerbu indera penciumanku.

Harum musk yang pekat menyelimuti, begitu kuat dan menyesakkan, seperti bau tanah basah di tengah hutan gelap pada malam hari, dipenuhi kabut tebal yang menyelimuti setiap sudut. Namun, di balik kepekatan aroma tersebut, ada sentuhan manis yang lembut, sangat feminin, seperti bunga yang baru mekar, namun misterius.

Aku membalikkan amplop hitam polos di tanganku, memperhatikan setiap lekukan dan tekstur kertasnya yang sedikit kasar. Tanpa ragu, aku mengendusnya sekali lagi, mencoba menangkap lebih dalam aroma yang semakin mencengkeram. Dan ya, memang benar. Harum itu berasal dari amplop ini.

CHACONNE | Park SunghoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang