Di dunia hitam yang dipenuhi dengan bayang-bayang dan misteri, seorang pemuda tampan bernama Leo berdiri merenung. Wajahnya yang tampan memancarkan aura ketegangan dan frustrasi. Misi yang seharusnya tampak mudah ini justru mengganggu pikirannya. Di satu sisi, ia tahu bahwa ia harus melakukannya, tetapi di sisi lain, misi ini bertentangan dengan seseorang yang pernah dekat dengannya seseorang yang kini menjadi bagian dari dunia yang harus ia hadapi.Seseorang dari kejauhan melihatnya, dan dengan langkah mantap, Lex mendekatinya. Lex, sahabat yang selalu ada untuk Leo, merasa khawatir melihat sahabatnya yang tampak semakin tertekan. "Ada apa, Leo? Kau tampak frustrasi akhir-akhir ini," tanya Lex dengan nada lembut, berusaha mencari tahu apa yang mengganggu pikiran Leo.
Leo menatap Lex dengan mata yang dingin. "Aku tak apa, Lex," jawabnya singkat, berusaha menyembunyikan perasaannya.
Lex menghela napas, memahami bahwa ini adalah kebiasaan Leo. Ia adalah sosok yang dingin, acuh tak acuh terhadap lingkungan sekitar. Namun, Lex tahu ada lebih dari sekadar ketidakpedulian di balik sikap itu.
"Sudah beberapa hari, tapi kau tak segera melaksanakan misi mu, Leo? Bukankah itu cukup mudah bagimu?" tanya Lex, menegaskan pengamatannya.
"Iya, aku akan segera ke dunia manusia," jawab Leo, nada suaranya menunjukkan ketidakpastian. Dalam sekejap, dengan kekuatannya, Leo menghilang dari hadapan Lex, meninggalkan sahabatnya dengan segudang pertanyaan.
Leo tiba di dunia manusia, tempat yang selama ini ia hindari. Suasana di sini terasa asing dan membingungkan. Ia mengingat kembali alasan di balik misinya sebuah tugas yang mengharuskan dia berhadapan dengan sosok yang pernah menjadi bagian penting dalam hidupnya. Misi ini bukan hanya tentang menyelesaikan tugas, tetapi juga tentang menghadapi kenangan yang menyakitkan.
Di tengah keramaian kota, Leo berusaha menyusup tanpa menarik perhatian. Ia melihat wajah-wajah manusia yang tampak ceria, namun hatinya dipenuhi dengan kegelisahan. Ia tidak ingin berurusan dengan masa lalu, tetapi tugas ini memaksanya untuk melakukannya.
Berbeda dengan seseorang yang berada di mension yang indah itu, di mana bunga-bunga favoritnya bermekaran dengan warna-warna cerah, Zayyan berdiri menatap kagum. Setiap kelopak dan aroma yang menyegarkan mengingatkannya pada dunia putih yang damai dan tenang dunia yang kini terasa jauh darinya. Sinar matahari yang lembut menyinari wajahnya, tetapi hatinya dipenuhi kerinduan yang mendalam.
Tiba-tiba, sosok Gyumin muncul di hadapannya. Wajah Gyumin yang ceria kontras dengan ekspresi Zayyan yang melankolis. "Zayyan, kenapa? Kau sedang bersedih?" tanya Gyumin dengan nada khawatir.
Zayyan menggeleng, meskipun suaranya terdengar berat. "Tidak, Gyumin. Aku merindukan dunia putih."
Gyumin mengerutkan dahi, mencoba memahami perasaan sahabatnya. "Zayyan, kau hampir menyelesaikan misi mu. Bukankah kau sudah dekat dengannya? Tinggal kau menyatukan keluarganya."
Zayyan menghela napas panjang, merasakan beban yang semakin berat di pundaknya. "Aku tahu, Gyumin. Tapi bagiku, misi ini bukan sembarangan. Melihat sikap keras kepala Sing membuatku hampir putus asa."
Gyumin tersenyum lebar, mencoba mencairkan suasana. "Wah, aku baru melihat seorang Zayyan ingin menyerah? Sungguh langka!"
"Ini bukan begitu, Gyumin," Zayyan menjawab, sedikit kesal. "Aku tak akan menyerah untuk misi kebaikan ini. Tapi terkadang, aku merasa seperti menghadapi tembok yang tidak bisa ku lewati."
Gyumin menyandarkan tubuhnya pada pagar mension yang dihiasi bunga-bunga. "Zayyan, kadang-kadang kita harus memahami bahwa tidak semua hal berjalan sesuai rencana. Sing mungkin keras kepala, tetapi ada alasan di balik sikapnya. Mungkin ia butuh waktu untuk menerima kenyataan."
Zayyan menatap Gyumin dengan harapan. "Tapi bagaimana jika waktu itu tidak cukup? Aku tidak ingin gagal, terutama bukan untuk misi yang sangat berarti ini."
"Yasudah, Zayyan. Nikmati kehidupanmu," Gyumin berkata dengan lembut. "Aku kembali dulu. Ingatlah, kadang kita perlu berhenti sejenak untuk melihat keindahan di sekitar kita, termasuk dirimu."
Zayyan tersenyum tipis, merasakan ketenangan dalam kata-kata sahabatnya. "Terima kasih, Gyumin. Aku akan mencoba."
Gyumin melangkah pergi, meninggalkan Zayyan dengan bunga-bunga yang berkilau di bawah sinar matahari. Zayyan menghela napas, berusaha menenangkan pikirannya. Ia tahu bahwa misi ini adalah tentang lebih dari sekadar menyatukan dua keluarga. Ini tentang memahami cinta, kehilangan, dan harapan.
Saat merenung, Zayyan mulai berjalan di antara barisan bunga. Setiap langkahnya membawa kembali kenangan indah dari dunia putih yang ia rindukan. Ia teringat akan tawa dan kebahagiaan yang pernah ia rasakan, dan bagaimana semua itu kini terasa seperti mimpi yang jauh.
Di antara bunga mawar yang indah, ia berhenti dan merasakan aroma yang menenangkan. "Aku harus percaya bahwa semua ini akan berakhir dengan baik," bisiknya pada diri sendiri.
Zayyan kembali memikirkan Sing. Meskipun sikap keras kepala Sing sering membuatnya frustrasi, ia juga tahu bahwa di balik semua itu ada perasaan yang mendalam. Sing tidak hanya berjuang untuk keluarganya, tetapi juga untuk dirinya sendiri.
"Jika aku bisa membuatnya melihat betapa pentingnya misi ini, mungkin semuanya akan menjadi lebih mudah, tapi sayangnya semua itu tak akan terjadi " Zayyan berusaha yakin.
Dengan hati yang penuh harapan, Zayyan siap menghadapi tantangan berikutnya. Ia tahu bahwa bersama dengan Gyumin, hyunsik dan dukungan yang ada, ia dapat menemukan cara untuk menyatukan keluarga sing dan menjalin kembali hubungan yang telah terputus. Dan yang terpenting, ia akan melakukannya tanpa kehilangan dirinya sendiri.
happy Reading 🥰🔥
KAMU SEDANG MEMBACA
different world ( xodiac sing zayyan )
ФэнтезиDi tengah jagat raya yang terpisah oleh tirai tak terlihat, terdapat tiga dunia yang saling berinteraksi dengan cara yang sangat berbeda: Dunia Manusia, Dunia Putih yang penuh dengan keajaiban dan kebaikan, serta Dunia Hitam yang diliputi oleh kegel...