Nasib Sial

4 2 0
                                    

MAIN KARAKTER :
Louis, murid baru yang merasa nasibnya sial dan ketakutan tiap ketemu ketua OSIS.

Hyeon, ketua OSIS yang galak, dingin, dan perfeksionis.

Zayan, teman sekelas Louis yang selalu bikin suasana lebih ceria dengan sifatnya yang receh.

---

Louis menatap bangunan sekolah yang menjulang tinggi dengan dahi berkerut. Sekolah Elit Internasional Seoul, terpampang di papan nama besar di gerbang. Sekolah ini seperti kastil yang tidak bisa dia jangkau. Udah nasibnya, dari sekolah biasa pindah ke tempat yang penuh orang-orang pintar dan kaya.

"Ini... gila. Kenapa gue di sini sih?" gumam Louis, setengah protes.

Hari pertama Louis di sekolah baru terasa sangat asing dan menegangkan. Anak-anak di sana tampak sibuk dengan dunia mereka sendiri, dan Louis merasa dirinya seperti titik kecil di lautan orang-orang keren ini.

Saat dia masuk kelas, matanya langsung menangkap seseorang yang terlihat seperti senior—penampilan rapih, wajah dingin, dengan tatapan yang bisa bikin jantung berhenti.

"Hai, kamu Louis, kan?" Seorang siswa perempuan yang sepertinya salah satu petugas kelas mendekatinya, wajahnya penuh senyum.

"Iya, itu gue," jawab Louis canggung, merasa aneh dengan keramahan yang dia anggap berlebihan.

"Tunggu dulu, kamu belum lapor ke ketua OSIS," katanya lagi, kali ini dengan nada lebih serius. "Kamu harus lapor sama Hyeon, dia ketua OSIS yang sangat disiplin. Jangan sampai terlambat!"

Louis langsung merinding mendengar nama itu. Dia sudah mendengar desas-desus tentang Hyeon. Katanya, dia sangat ketat sama aturan dan nggak ragu menghukum siapa saja yang berani macam-macam.

"Ketua OSIS? Ngapain gue harus lapor segala sih?" gumam Louis kesal, tapi dalam hati dia merasa was-was.

---

Ketika Louis sampai di kantor OSIS, ruangannya terlihat rapi, teratur, dan penuh aura intimidasi. Dan di sana duduklah sosok yang dimaksud—Hyeon. Wajahnya tanpa ekspresi, matanya fokus pada tumpukan dokumen di meja.

"Masuk," kata Hyeon dengan nada datar, bahkan tanpa menoleh.

Louis hampir terlonjak. Gila, orang ini serius amat. Pelan-pelan, Louis melangkah masuk dan berdiri kaku di depan meja Hyeon.

“Lo siapa?” suara Hyeon datar, tapi menusuk.

"Uhm... gue Louis, murid baru," jawab Louis gugup. Dalam hati, dia sebenarnya mau nyumpah-nyumpahin. Sial, galak banget nih orang. Apa gue bakal dibantai sekarang?

"Lewat jam berapa ini?" Hyeon melirik jam tangan. "Kamu seharusnya melapor dua puluh menit lalu."

Buset, perfeksionis amat! batin Louis. Tapi di luar, dia cuma bisa tersenyum kecut. “Ehehe, maaf... keasikan nyasar.”

Hyeon melirik tajam, seolah nggak bisa dibohongi. “Jangan ulangi lagi. Kali ini aku maklumi, tapi kalau kamu sampai telat lagi, kamu tahu akibatnya.”

Gue nggak mau tau akibatnya! pikir Louis ketakutan, tapi tetap berusaha kelihatan santai. “Iya, iya, nggak akan terulang.”

Setelah itu, Hyeon mengabaikannya dan kembali ke tumpukan dokumen di depannya, seolah Louis sudah nggak penting lagi. Nyebelin banget! Louis buru-buru keluar dari ruangan itu dengan hati masih deg-degan.

---

Di kelas, Louis langsung duduk dengan perasaan lega setelah lepas dari Hyeon. Namun, nasib sialnya belum selesai. Saat dia baru saja meletakkan tas, seorang anak cowok langsung duduk di sebelahnya dengan wajah penuh senyum ceria.

“Hei, gue Zayan! Lo murid baru, kan?” cowok itu langsung menyapa dengan gaya yang jauh berbeda dari Hyeon. Santai, friendly, dan agak... konyol.

"Iya, gue Louis," jawab Louis lemas, masih mikirin insiden di kantor OSIS tadi.

“Gue dengar tadi lo ketemu sama Hyeon! Gimana, serem banget kan tuh orang?” Zayan tertawa ngakak, seperti itu hal yang biasa.

Louis menatap Zayan, bingung harus tertawa atau nangis. “Lo nggak tau, bro... gue hampir mati berdiri tadi.”

Zayan ketawa lagi, kali ini lebih keras. “Santai aja, bro! Kalau lo udah sering ketemu, lama-lama lo kebal kok! Gue dulu juga pernah kena semprot. Ngaco banget, sumpah, tapi sekarang gue cuma ketawa.”

Louis menghela napas panjang, tapi mendengar tawa Zayan, dia merasa beban yang tadinya berat mulai terasa ringan. Setidaknya ada orang di sekolah ini yang bisa bikin dia tertawa.

Tapi di balik tawanya, Louis masih menyimpan ketakutan. Semoga gue nggak sering-sering ketemu sama si Hyeon itu. Kalau nggak, bisa gawat.

Be MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang