xv

32 7 0
                                    

Petunjuk baca Ilusi Tonggak Nabastala;

Format untuk masa sekarang, [Hari, XX, bulan]
Ex: Senin, XX, MEI

Format untuk masa lampau, [Tanggal, bulan, 20XX]
Ex: 29, Februari, 20XX

✧•✫☆✮☆✫•✧

08, April, 20XX

Nagen tidak tau dimana dirinya sekarang berada. Hanya ada stepa*, burung-burung kecil yang menjerit bising, guntur yang mengaum bangga, dan angin ribut yang kian berhembus kencang. Rasa ingin berlari pun sia-sia. Karena akhirnya, dia akan kembali berdiri di sini—di sebuah rumah kayu reyot yang tak berpenghuni.

Mimpi. Awalnya Nagen berpikir bahwa ini adalah mimpi.

Tapi—

"Anggar?!"

—dugaannya patah ketika mendapati Anggar yang terbaring mati di atas tumpukan dedaunan kering.

✧•✫☆✮☆✫•✧

SELASA, XX, MEI

Ruang rawat Nagen, 22.11 PM

Krystal maupun Artama sama-sama panik ketika melihat putra bungsunya menangis dalam diam. Manik itu masih terpejam, namun seakan mendapati mimpi buruk, Nagen menangis deras hingga akhirnya ia tersadar.

Ya. Kelopak mata tersebut perlahan mulai terbuka; menampilkan langsung manik obsidian yang persis sama seperti milik Anggar.

Bahkan setelahnya ia bergulir, menatap sang Ibu dan kembali menangis 'tuk kesekian kali.

Kejadian ini tidak jarang. Semenjak kabar Anggar menghilang sampai di telinga Nagen, si empu jadi sering menangis dalam tidurnya. Tak jarang pula ia akan meracau.

Berbisik tentang Anggar yang tak boleh pergi, tentang Anggar yang tak boleh mati, tentang Anggar yang harus segera kembali.

Entah apa maksudnya, namun kata dokter Luke, hal tersebut wajar terjadi bagi seseorang yang memiliki hubungan saudara. Apalagi anak laki-laki, hubungan darah mereka terselubung kuat meski jarak memisahkan presensi mereka sendiri. 

Meski opini demikian, tak sepenuhnya benar juga.

"Kamu nggak mau tidur? Udah malem, loh. Istirahat sini, Ibu peluk kamu."

"Nggak mau."

Krystal menghela nafas lalu beranjak pergi meninggalkan Nagen yang lebih memilih untuk melamun ketimbang meladeninya. Ia melangkah keluar; menghampiri sang suami yang nampak begitu fokus dengan laptop di pangkuan dan Ipad di tangan kanan.

"Dia kemana sebenernya, sih?" Misuh Krystal ketika sampai di sisi Artama.

Ngomong-ngomong, ini bukanlah ruangan. Melainkan kursi panjang yang kebetulan ada di setiap pintu kamar. Artama tidak menoleh ataupun apa, maniknya memang masih fokus, namun seenggaknya mulut Artama bergerak membuat sedikit suara,

"Nggak kelacak. Anggar 'kan nggak dikasih alat komunikasi apa-apa sama kita."

Krystal semakin mendecak kesal, "Itu orang sebegitu banyak masa nggak ada satupun yang lihat? Apa perlu disogok dulu pake cuan biar mau angkat suara? Cih, dasar jelata!"

"Jangan begitu, Krys." Terdengar helaan nafas dari yang lebih tua, "Polisi juga masih berusaha. Kita tinggal tunggu ada hasilnya apa enggak. Kalau nyatanya nggak ada, aku sendiri yang bakal turun tangan."

Krystal seketika mengernyit bingung, "Turun tangan? Kamu yakin?" Tanyanya remeh.

"Anggar itu anaknya kurang kasih sayang, makanya dia berani mbejud (ngelawan) orang tua. Kalau aku yang nyari dia, aku yakin dia sendiri yang datang mendekat tanpa diminta." Bagaikan pemilik otak udang, Artama menjawab ringan.

"Disaat kamu suka nyambuk-nyambuk dia tanpa alasan yang jelas?" Lagi lagi Krystal mencoba menyangkal.

Artama meletakkan semua perlengkapan kerja di tangannya ke sisi kursi yang memang kosong. Tubuh yang tadinya agak membungkuk itu kemudian menegap; berhadapan dengan sang istri yang masih menatapnya lekat.

"Anggar masih kecil, sayang. Hatinya yang tulus dan murni itu bisa kita manfaatkan baik-baik dimasa genting kayak gini. Cukup kita kasih dia kasih sayang barang seujung kuku—aku percaya dia pasti luluh."

Terdengar konyol, tapi patut dicoba.

"Aku? Kasih bocah itu kelembutan?" Krystal segera menggeleng-geleng tak terima. Amit-amit, wong menatap manik sipitnya Anggar saja Krystal tak kuat. Apalagi berinteraksi normal layaknya keluarga? Bisa apa dia?! Mati? Begitu?!

"Diusahakan, Krys. Demi Nagen, demi Sara."

Di lain sisi, Nagen membisu layaknya patung di balik pintu. Oh.. jadi ini alasan Anggar begitu tak suka saat berhadapan dengan orang tua mereka, ya?

Keji. Orang tua yang begitu keji.

✧•✫☆✮☆✫•✧

*Stepa adalah ekosistem dataran luas yang umumnya kering dan ditumbuhi rumput, semak, atau belukar, tergantung pada musim dan garis lintang. Namun, berbeda dengan padang rumput yang umumnya memiliki rumput yang lebih tinggi, stepa lebih banyak ditumbuhi rumput pendek. Stepa sering disebut juga sebagai padang rumput tanpa pohon, kecuali di dekat sumber air seperti sungai atau danau.

 Stepa sering disebut juga sebagai padang rumput tanpa pohon, kecuali di dekat sumber air seperti sungai atau danau

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

✧•✫☆✮☆✫•✧

TBC yerubunnn~~

Bun, rindu hamam :(

Ilusi Tonggak Nabastala Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang