xvii

30 6 1
                                    

SABTU, XX, MEI

10.00 AM

"Mas Yo kenapa nggak lanjut sekolah?"

Lolos juga pertanyaan yang pating sliweran di kepala Anggar itu. Apa, ya. Kayak enggak afdhal pasti rasanya hidup tanpa sekolah diusia yang masih belia. Anggar saja tetap sekolah walau absensinya bolong-bolong karena sering keluar masuk rumah sakit.

"Owalah, daritadi kamu ngedomblong cuman gara-gara penasaran?" Mas Yo terkikik geli sambil meletakkan keranjang buah di sisi Anggar.

Dikiranya itu sipit lagi kelaparan.

"Aku udah lulus, Nggar. Dua tahun lalu, dari SMA Nada."

SMA?

SMA?!

"Serius?"

"Mukaku kelihatan bercandanya nggak?"

"Enggak."

Yauga kembali tergelak entah untuk keberapa kalinya hari ini. Kalau boleh jujur, Mas Yo suka sekali pada ekspresi Anggar yang sering berubah-ubah ketika berbicara dengannya.

Mungkin efek nolep selama dua tahun terakhir.

Sebatas berkomunikasi bersama orang lain pun, Mas Yo membatasi terlalu tinggi.

"Jangan sepet gitu mukanya. Dimakan, gih."

Anggar menyipit.

"Mas Yo berapa umurnya sekarang? Delapan belas?"

"Lima belas."

"Lulus dari SMA, dua tahun lalu?"

"Iya."

"Berarti pas umur tiga belas?!"

Anggar melemah di teras rumah begitu melihat Yauga mengangguk-angguk sembari mengunyah anggur hijau dengan santainya. Maksudnya, heh! Apa-apaan umur tiga belas tahun sudah lulus SMA?

Terus di SMA Nada? Sekolah menengah atas terbaik di Jepang yang menjamin siswa-siswinya masuk ke perguruan tinggi? Termasuk Tokyo university?!

"Pantesan banyak banget sertifikatnya." Anggar menggumam lemah; tubuhnya dibiarkan terlentang bersama arah pandang yang mengawang.

Nggak, Anggar nggak iri, kok. Cuman kepikiran gitu. Kok bisa ada manusia modelan Yauga di sekitarnya? Ini keberuntungan atau sebaliknya?

Kalau orangtua Anggar tau, pasti heol sekali ekspresi mereka.

"Udah connect 'kan kenapa aku nggak lanjut sekolah?"

Empunya mengangguk-angguk.

Ya jelas, lah!

Di dunia manusia, kasus semacam pemaksaan kerja bagi orang-orang kelebihan volume otak itu marak terjadi. Apalagi Jepang yang notebenenya memiliki kefanatikan terhadap dunia dan kesuksesan, wajar apabila Mas Yo pulang ke Indonesia lalu menyembunyikan diri di desa seperti ini.

Prestasi yang diraih Mas Yo pun nggak sebatas hasil perlombaan di negri bambu saja, negri gingseng, bahkan negara tempat tinggalnya para kangguru. Diembat tuh semua sama Yauga Bintang Ekala seorang.

Tau dari mana? 'Kan tadi ada disertifikatnya.

"Kamu kalau mau ngejar dunia, nggak usah lari-lari, ya. Jalan aja. Nggak bakal kuat ini pundak buat gendong dunia. Berat."

"Kalau udah kebanjur, gimana?"

"Hide and seek. Kamu emang nggak bisa lari, tapi seenggaknya kamu bisa sembunyi."

Ilusi Tonggak Nabastala Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang