chapter 24

28 18 6
                                    

Mahen menghembuskan napas gusar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mahen menghembuskan napas gusar. Matahari yang hampir tenggelam itu membuatnya sadar sudah berapa lama ia menghabiskan waktu di ruang khusus melukisnya.

Setelah meregangkan otot, Mahen menyambar ponselnya di meja untuk segera keluar dari ruangan itu.

Setelah mengunci ruangan, Mahen dikejutkan dengan kedatangan gadis yang berdiri di depannya dengan senyuman lebar.

"Lau, kapan kamu datang? Jam segini?"

Mahen mengernyitkan kening. "Lagi ada perlu apa? Tugas matematika belum selesai?" tanyanya.

Terdengar kekehan dari Launa setelahnya. "Nggak, cuma lagi kangen aja sama kamu. Nggak boleh?" Launa bertanya sembari menyodorkan papper bag dengan bau makanan yang menguar.

"Waduh, apaan nih? Pacar aku masak buat aku, ya?" tanya Mahen, keduanya berjalan beriringan menuruni tangga menuju ke ruang tamu.

Senyum Launa mengembang, mengangguk antusias.

Tiba duduk di ruang tamu, Launa menumpukan wajahnya pada tangan, memperhatikan Mahen yang sabar membuka kotak makan yang sudah ia perjuangkan dengan video tutori, karena sejujurnya Launa tidak begitu ahli dalam memasak.

"Doa dulu, yuk!"

Launa menurut tentunya.

"Biar aku yang suapin."

Launa menurut lagi. Baginya, ucapan Mahen seperti perintah yang tidak bisa dilanggar olehnya.

"Kamu makan juga dong, kan ini buat kamu aku masakinnya, lumayan lama loh aku masaknya," titahnya di sela-sela mengunyah.

Mahen langsung melahap dengan lebar.

"Enak?"

Mahen mengangguk. "Enak banget dong. Pinter banget sih kamu."

Launa tersenyum kecil, ia tidak menyangka Mahen benar-benar sangat lahap memakan masakan buatannya. rasa sayur capcay yang dibuatnya sudah seperti yang di restoran menurut Mahen.

"Kamu tadi habis ngelukis ya? Aku tadi datang terus Mama suruh naik aja, katanya kamu di ruang lukis."

Mahen mengangguk. "Udah lama nggak ngelukis."

"Ngelukis apa emang?"

"Kamu, Lau."

Mahen tidak berbohong, dia benar-benar melukis Launa. Keindahan gadis itu membuat Mahen ingin mengabadikannya di dalam lukisannya.

Launa mengernyitkan keningnya sebelum akhirnya gelak tawa terdengar dari mulut kecilnya. "Oh, sebegitu sukanya ya kamu sama aku?"

Mahen ikut tertawa mendengarnya. Penuturan dari gadis itu membuat perutnya terasa geli.

"Pede banget nih bocah."

Launa meredakan tawanya. "Bukan pede sih, tapi kenyataannya emang kayak gitu. Aku sadar sih kalau aku tuh cewek yang cantiknya nggak natural banget, hahaha."

Im In Love With Mahen (Revisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang