Chapter 13

965 102 0
                                    

Dua hari setelahnya, ketika jam tangan Launa menunjukkan pukul 10

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dua hari setelahnya, ketika jam tangan Launa menunjukkan pukul 10.45 dan sudah memasuki jam istirahat. Launa masih duduk di kursi yang panjang depan kelasnya bersama Rora sambil menatap orang yang lalu-lalang.

"Lo nggak ke kantin?" Rora bertanya setelah selesai menulis tugas matematikanya yang tadi belum diselesaikannya.

"Nggak," jawab Launa. "Di kantin juga makannya itu mulu, bosan."

"Haha, iya banget." Rora tertawa kecil lalu bangkit dari duduknya dan berdiri di depan Launa. Meski makanan di kantin hanya itu-itu saja, dia tetap harus mengisi perutnya yang kosong agar tidak terkena penyakit lambung.

"Kalau gitu gue ke kantin dulu, Lau," ucap Rora lalu berjalan pergi meninggalkan Launa sendiri.

Launa tersenyum tipis, ragu-ragu Launa membuka handphonenya dengan harapan Mahen akan mengirim pesan padanya. Rasanya nihil sekali karena saat itu ia tidak melihat satupun pesan dari Mahen, padahal laki-laki itu ada di dalam kelas. Sebenarnya, bisa saja Launa ke dalam dan menghampiri Mahen, tapi dia terlalu gengsi melakukannya.

"Hai." Seseorang menyapanya dengan suara lembut yang menjadi ciri khas. Launa sontak langsung menoleh untuk melihat wajah dari pemilik suara itu, bibirnya melengkung ke atas saat melihat Mahen tersenyum ramah padanya.

"Bekal buat kamu!" Mahen memberi sekotak nasi dengan lauk pauk ayam goreng dan sayur bayam kesukaan Launa. Mahen selalu berbagi makanan dengan Launa seolah dia memang harus melakukannya.

Saat hanya ada mereka berdua, Launa merasa Mahen memberi seluruh perhatian padanya. Launa suka Mahen yang seperti itu, tapi dia juga takut jika perasaannya pada Mahen akan semakin besar. Selama ini Launa tidak pernah memandang Mahen sebagai teman, dia memandangnya sebagai anak laki-laki. Anak laki-laki yang ia kagumi sejak masih di kelas 6 SD.

"Lau, nanti malam kamu mau ikut aku, nggak?" Mahen bertanya sambil lanjut mengunyah nasi di mulutnya.

"Mau ke mana?" tanya Launa, ia mengambil sendok dari tangan Mahen dan melahap makanannya.

"Aku mau cari kanvas."

Launa mengangguk, mengiyakan ajakan Mahen.

"Hai teman-teman gue yang tercinta. Lagi makan berdua aja, nih?"

Ketenangan yang terjadi untuk beberapa saat langsung dihancurkan oleh laki-laki dengan mata yang berbinar. Deon menyapa Launa dan Mahen dengan senyum yang merekah, dia terlihat sangat bahagia saat melihat kedua temannya.

"Deon, lo mending pergi aja," usir Mahen.

Perkataan Mahen tidak membuat Deon tersinggung, ia malah langsung memukul kepala Mahen dengan tangannya yang lebih kecil dari Mahen. "Baju kotor lo tuh di Apart gue, lo ambil sana!"

"Eh, lo yang nyuruh gue tidur sama lo. Kenapa nggak lo aja yang nyuci tuh baju gue?" Mahen berdecih malas, ia benar-benar lelah menghadapi Deon.

"Lo juga kalau tidur di Apart gue nyaman banget tuh, nggak ada lo ngeluh pas di sana. Malah lo leha-leha," cibir Deon.

Im In Love With Mahen (Revisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang