Kemarin sehabis puas bersandar di pundak Launa, Laki-laki itu bisa tidur dengan nyenyak. Mungkin benar, dia hanya butuh Launa di sisinya.
Di pagi hari, ketika Mahen terbangun dengan perasaan yang jauh lebih baik dan tubuh yang sudah segar karena berendam di air hangat, barulah dia bisa bernapas dengan bebas karena akhirnya hubungannya dan Launa kembali membaik.
Mahen memakai sepatu sekolahnya, dia terburu-buru saat melihat arloji di tangan kirinya yang sudah menunjukkan pukul 07.15, tidak ada waktu baginya untuk berleha-leha. Laki-laki itu harus segera menemui Launa untuk berangkat sekolah bersama.
Udara pagi ini cerah tapi terasa sangat dingin, wajar saja karena belakangan ini hujan selalu turun di malam hari. Kali ini Mahen tidak berjalan kaki ke sekolah, dia memilih untuk membawa motor sport hitamnya karena Mahen ingin mengajak Launa untuk berkeliling sebelum ke sekolah.
"Launa!" Mahen sedikit berteriak sambil melambai tangan saat melihat perempuan dengan rambut digerai berdiri di pinggir jalan.
"Pergi sama aku kan ke sekolahnya?"
Launa mengangguk. Sebelum perempuan itu naik Mahen memakaikan helm bogo pada Launa lalu membuka standar motor untuk perempuan itu.
"Naik, Lau."
"Oke." Launa memegang bahu Mahen erat-erat.
"Ini kita mau ke mana?" Launa sedikit berteriak saat dia bertanya pada Mahen setelah berkendara lebih dari sepuluh menit tapi tak juga sampai di sekolah.
Mahen terdiam untuk sesaat sebelum akhirnya menjawab, "Lau, mau bolos nggak untuk hari ini aja?" Laki-laki itu menghentikan motornya di pinggir jalan.
"Boleh deh," jawab Launa sambil merapikan rambutnya setelah melepas helm di kepalanya.
Tadinya Launa ingin menolak, tapi dia ingat kalau hari ini ada pelajaran matematika dan seperti biasa dia belum mengerjakan tugas yang diberikan oleh gurunya.
"Oke, kita keliling Jogja hari ini." Laki-laki itu dengan gesit menyalakan motornya dan Launa kembali menikmati angin jalan bersama Mahen.
"Kamu tau nggak kenapa langit warnanya biru?" Mahen bertanya untuk memecahkan suasana hening di antaranya dan Launa.
"Nggak tau, kenapa emang?"
"Kalau putih keterangan langitnya, kalau hitam jadi gelap, makanya warna yang paling pas untuk langit itu biru," oceh Mahen.
Launa tergelak, menampakkan deret giginya yang rapi. "Apaan sih, hahaha. Jokes kamu itu kayak bapak-bapak banget," ucap Launa.
"Serius kalau biru warnanya cantik kayak kamu, kalau lagi mendung aku nggak suka. Kamu itu kalau hujan pasti tiba-tiba nongol di depan aku sambil nangis."
Launa tersenyum tipis. Ia merasa malu karena Mahen membahas hal itu, sejujurnya dia bukan perempuan yang gampang menangis di hadapan orang lain, namun sesekali dia juga tidak dapat menahan tangisannya dan di saat dia menangis Mahen tiba-tiba selalu ada di hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Im In Love With Mahen (Revisi)
Fiksi RemajaJika ada satu pertanyaan, siapa yang mampu menahan perasaan cinta terhadap temannya selama bertahun-tahun, maka Launa Givanya adalah orang yang tepat untuk jawaban tersebut. Launa Givanya atau yang kerap di sapa Launa ini adalah seorang gadis remaj...