26

3 1 0
                                    

"Lo kenapa, El? Dari tadi diem aja," Riani mengernyit, heran. Eldan cuma duduk diam sepanjang perjalanan, nggak kayak biasanya yang rame dan nggak bisa berhenti ngomong.

"Tumben lo diem," tanya Riani lagi, mencoba nyari respon.

"Nggak apa-apa kok," jawab Eldan singkat.

"Jawaban lo kayak cewek banget, deh. Kalau 'nggak ada apa-apa' tuh biasanya justru ada apa-apa," ledek Riani sambil melirik. "Cerita dong, lo kenapa?"

"Udah, gue beneran nggak kenapa-napa, Ri."

Riani menatapnya skeptis. "Nggak mungkin banget, sih, seorang Eldan jadi pendiem gini. Dulu kan tiap kita boncengan, lo yang selalu nyeloteh duluan."

Itu kan dulu," Eldan berkilah. "Sekarang lagi pengin diem aja."

Riani mendengus pelan, jelas nggak percaya. "Yakin bukan karena lagi mikirin Hadijah?"

Eldan mendelik. "Lo ngomong apaan sih? Gue nggak mikirin dia."

"Lah, bukannya lo harusnya anterin dia fotokopi hari ini? Tapi gara-gara gue jadi nggak bisa, makanya lo kepikiran Hadijah sekarang."

"Gue bilang gue males ngomong, Ri. Nggak usah sok tau!" jawab Eldan sambil memutar bola matanya.

Riani terdiam, sedikit tersinggung. "Kenapa sih lo malah marah sama gue?"

"Sorry, kelepasan," gumam Eldan pelan. "Dikit lagi nyampe toko buku, siap-siap aja."

Mereka tiba di toko buku. Eldan langsung ngebukain helm Riani yang bikin gadis itu mesem-mesem sendiri. Meski mereka sempat pisah sekolah, perasaan Riani ke Eldan masih sama. Banyak cowok yang mendekati, tapi nggak ada yang bisa bikin hatinya goyah.

"Yeay, akhirnya sampe juga! Gue udah nggak sabar beli novel incaran," seru Riani riang. Dia pun langsung narik tangan Eldan supaya cepet masuk. Sesampainya di dalam, Riani sibuk cari novel sementara Eldan, yang nggak terlalu suka baca, cuma berdiri di pojokan sambil geleng-geleng melihat tingkah Riani yang heboh banget.

"Ikut banget, deh," gumam Eldan pelan. Pikirannya masih kebayang Hadijah. "HP gue mati lagi... pasti dia marah."

"El, menurut lo ini bagus nggak?" tanya Riani sambil nunjukin buku. "Ceritanya tentang cinta dua sahabat yang akhirnya jadi pasangan. Mungkin kayak kita nanti, nggak?"

"Bagus sih," jawab Eldan sambil ngelirik sekilas.

Riani manyun, nunggu respons lebih tapi nggak dapet apa-apa. "Muka lo kenapa gitu, El?"

"Hah? emang muka gue kenapa?"

"Kayak murung terus."

"Ohh, gara-gara kecapean kali pas di sekolah." jawab Eldan bohong.

"Pertanyaan gue tadi, lo jawab nggak sih?" tanya Riani.

"Pertanyaan yang mana?"

"Yang tentang pasangan."

Eldan tergelak kecil. "Oh itu, yaa... mungkin aja."

"Mungkin doang?"

Bisa aja nanti kita pacaran."

Riani tersipu, tapi senang karena akhirnya Eldan nangkep kode dia. Udah lama dia pengin ngungkapin perasaannya, tapi nggak pernah seberani sekarang buat kasih kode.

"Novel yang lo mau cuma ini doang?" tanya Eldan, melirik novel di tangan Riani. "Kalau ada lagi, ambil aja, gue tungguin."

"Ada sih, tapi..."

"Tapi kenapa?"

"Takut nggak cukup duitnya," kata Riani sambil berharap Eldan nangkep maksudnya buat dibeliin.

Eldan cuma nyengir. "Kalau nggak cukup ya beli satu aja, Ri. Masa mau ngutang?"

Riani langsung melotot gondok. Dari dulu Eldan nggak berubah; masih aja pelit! Untung Riani udah terlanjur sayang.

"Ya udah, duit gue cukup kok," tukas Riani sambil melangkah pergi. Dia akhirnya beli dua novel yang diincar, meski perasaan lagi sedikit kesal.

Eldan yang bosen mutusin buat nyusul Riani. Nggak lama kemudian dia kaget karena Riani tiba-tiba berbalik dan wajah mereka jadi berhadap-hadapan.

"Astaga, El, ngagetin gue aja!" Riani protes sambil megang dada.

Eldan ngakak liat ekspresi Riani yang lucu banget. "Hahaha, liat muka lo deh, Ri! Lucu banget, kayak anak kecil."

Riani tersipu, jantungnya berdebar. "Ah, lo bisa aja," jawabnya sambil ketawa kecil.

"Nih, udah dapet bukunya, kan? Yuk pulang," kata Eldan sambil acak-acak rambut Riani.

"Ish, jangan diacak-acak, udah rapi ini," Riani merengut, bikin Eldan ketawa lagi.

"Habis ini kita ke mana, El?" tanya Riani berharap bisa lebih lama sama Eldan.

"Makan bakso, yuk. Tapi, pinjem duit lo dulu ya, gue nggak ada cash. Biasalah, gue cashless," Eldan terkekeh.

"Lo dari dulu kebiasaan kayak gitu, El!" balas Riani, pura-pura sewot.

Riani tersipu, jantungnya berdebar. "Ah, lo bisa aja," jawabnya sambil ketawa kecil.

"Nih, udah dapet bukunya, kan? Yuk pulang," kata Eldan sambil acak-acak rambut Riani.

"Ish, jangan diacak-acak, udah rapi ini," Riani merengut, bikin Eldan ketawa lagi.

"Habis ini kita ke mana, El?" tanya Riani berharap bisa lebih lama sama Eldan.

"Makan bakso, yuk. Tapi, pinjem duit lo dulu ya, gue nggak ada cash. Biasalah, gue cashless," Eldan terkekeh.

"Lo dari dulu kebiasaan kayak gitu, El!" balas Riani, pura-pura sewot.

"Hehe, maafin," balas Eldan.

The Journey of Eldan & HadijahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang