Ketika bel pulang sekolah berbunyi, murid-murid kelas 12 IPS 1 berhamburan keluar kelas, membawa tawa dan riuh rendah. Mikael dan Hilmy sibuk dorong-dorongan di lorong, masing-masing tidak mau kalah.
"Lo bisa gak sih, jangan dorong-dorong?" Mikael mendorong bahu Hilmy dengan wajah kesal yang justru mengundang tawa.
"Anjir, lo duluan, Mik, yang mulai dorong!" Hilmy balas mendorongnya dengan keras.
"Lah, lo duluan yang sikut-sikut bahu gue," balas Mikael dengan cemberut.
"Itu bercanda, bego," Hilmy tertawa lebar.
"Bagi gue beneran. Nih, gue bales lo!" Mikael mengejar, tapi Hilmy sudah lari menjauh.
Hadijah hanya bisa menggelengkan kepala sambil tertawa kecil melihat tingkah kedua sahabatnya itu yang selalu saja seperti Tom and Jerry-tak pernah akur kalau bertemu, tapi kalau jauh, malah kangen.
"Jah, lo tunggu di gerbang, ya. Gue ambil motor dulu," ucap Eldan di sebelahnya.
Hadijah mengangguk, tersenyum tipis. "Oke, Dan."
Siang itu, mereka memang berencana ke tempat fotokopi bersama. Tempatnya lumayan jauh dari SMA Mentari, jadi lebih nyaman kalau pakai motor.
Namun, saat Eldan baru saja sampai di parkiran dan hendak mengeluarkan motornya, tiba-tiba sepasang tangan memeluknya dari belakang.
"Hai, sahabatku! Lama banget, nih, nggak ketemu!" suara ceria itu milik Riani, sahabat lamanya.
"Astagfirullah, jantung gue!" Eldan melepaskan pelukan sambil mengelus dadanya.
Riani tertawa. "Maaf ya, nggak sengaja ngagetin. Ayo langsung ke toko buku Agung aja, ya? Udah lama nih, gue pengin beli novel."
Eldan menarik napas panjang. "Sorry, Ri, tapi gue mau antar Hadijah dulu ke tempat fotokopian. Abis itu, baru gue bisa antar lo."
Riani langsung manyun. Siapa Hadijah? Apa mungkin dia orang yang spesial buat Eldan? Menggantikan posisinya?
"Hadijah itu pacar lo?" tanya Riani dengan tatapan tidak suka.
"Teman, sih. Tapi udah kayak sahabat juga buat gue, sama kayak lo. Kami sering bareng-bareng di sekolah," jawab Eldan.
Riani mendelik, kesal. "Tapi kan, gue lebih lama sahabatan sama lo. Lagian, fotokopi doang, ngapain juga dia harus minta ditemenin?"
Eldan terdiam, bingung harus memilih antara menepati janji pada Hadijah atau mengikuti keinginan Riani.
"Jadi, lebih pentingin gue atau Hadijah, nih? Kalau lo lebih pilih dia, ya udah, gue turun aja dari motor lo sekarang. Tapi jangan harap gue ngomong lagi sama lo," ancam Riani.
Eldan menekan pangkal hidungnya, bingung. Setelah berpikir sejenak, dia akhirnya mengalah. "Oke, oke. Kita ke toko buku sekarang."
Riani tersenyum puas. "Nah, gitu dong, baru deh gue kenal Eldan yang ini."
Sementara itu, Hadijah masih setia menunggu Eldan di depan gerbang sekolah.
"Hai, Ijah! Lo lihat Aiza nggak?" sapa Mikael yang muncul tiba-tiba, menatapnya dengan tatapan jahil. Hilmy di belakangnya hanya bisa menahan tawa sambil menutup mulutnya agar tidak ribut lagi.
Hadijah berbalik badan, membelakangi gerbang sekolah yang perlahan-lahan mulai sepi.
Hadijah menatap Mikael bingung. "Nggak tahu, coba aja telepon. Ngomong-ngomong, gue lagi nunggu Eldan. Jangan ajakin gue ngobrol dulu, gue takut kalau gue kelewatan lihat Eldan. Siapa tahu dia muncul tiba-tiba dan gue malah nggak sadar. Lalu Eldan bingung cari gue,"
"Eldan? Tadi dia baru aja keluar gerbang tuh, bonceng cewek di belakangnya."
"Hah?" Mata Hadijah melebar tidak percaya.
"Dibilangin nggak percaya. Gue ngadep gerbang, lo ngadep gue. Gue jelas lihat," ucap Mikael santai.
Hadijah merasa perasaannya mulai campur aduk. Eldan sudah janji padanya, tapi malah pergi bersama orang lain? Dan boncengan sama cewek? Pikirannya mulai kacau.
"Woi! Bengong aja lo, mikirin Eldan, ya?" Mikael nyengir lebar. "Emang ada hubungan apa sih lo sama dia? Pacaran?"
Namun, sebelum Mikael sempat melanjutkan kalimatnya, Hilmy mencubit pinggangnya keras.
"Apaan sih lo, nyubit-nyubit gue segala. Mau caper ya, biar diperhatiin sama Hadijah? Atau jangan-jangan lo juga naksir dia?"
"Nggak usah ngaco. Itu Aiza di sana! Yuk, kita samperin gebetan baru lo," Hilmy menarik tangan Mikael.
"Aiza?! Makasih, Ijah!" Mikael dan Hilmy langsung pergi, meninggalkan Hadijah yang hanya bisa tersenyum tipis. Rupanya Mikael naksir Aiza.
Meski kata-kata Mikael membuatnya sedikit goyah, Hadijah tetap menunggu Eldan, berharap dia akan kembali dan menjemputnya. Namun, satu jam berlalu, Eldan tak kunjung kembali. Hingga akhirnya seseorang menyentuh bahunya.
"Dan, lo kem-"
"Lho, Pak Satpam? Ada apa, Pak?" tanyanya terkejut.
"Maaf, Neng, tapi gerbang sekolah sudah mau ditutup. Sebaiknya Neng cepat pulang."
Hadijah mengangguk, menelan kekecewaannya. Tanpa bicara, dia kembali ke parkiran dan mengeluarkan motornya. Di tengah perjalanan, perasaannya makin berat. Apakah selama ini kedekatan mereka hanya sepihak? Apakah Eldan benar-benar menganggapnya teman?
Sambil membuka HP, Hadijah mengirim chat pada Eldan.
Hadijah:
Dan, gue pulang duluan. Makasih udah buat gue nunggu lo selama satu jam.Bahkan sampai detik ini, gue masih sayang sama lo, Dan. Meski mungkin lo nggak pernah tahu atau bahkan peduli... perasaan gue tetap sama, nggak pernah berubah sedikit pun.
![](https://img.wattpad.com/cover/374104647-288-k578927.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Journey of Eldan & Hadijah
Teen Fiction[SEBAGIAN DARI KISAH NYATA] PARA NAMA PEMERAN DISAMARKAN❗ Hadijah, perempuan yang dijuluki ''cewek terserah' jatuh cinta pada lelaki tidak tahu diri yang bernama Eldan. Mau tau kisah selanjutnya? Baca aja