Keesokan harinya, kabar tentang Maira menyebar dengan cepat ke seluruh sekolah. Meski kemarin Maira sudah mencabut semua foto dan narasi berita, usahanya sia-sia. Sebagian murid sudah lebih dulu memfoto dan menyebarkan gambar itu di media sosial.
Setiap murid kelas 12 IPS 1 menatap Maira dengan pandangan jijik.
"Gak tau malu banget! Lo cuma bikin label 12 IPS 1 jadi bahan omongan. Mending pindah sekolah aja deh," ujar seorang murid dengan tatapan merendahkan.
"Mai, itu berita benar, kan? Lo beneran udah nikah sama Pak Daus? Heran aja, kok Pak Daus yang keren mau sama lo yang biasa aja begitu?" sindir yang lain dengan nada menghina.
"Woi, jaga mulut lo semua!" Eldan berteriak dengan wajah merah padam. Jika bukan perempuan yang berbicara, sudah pasti mereka kena bogeman Eldan.
"Heh, lo ngapain bela cewek kayak dia? Bayaran lo berapa?" ejek Mikael, memanaskan suasana.
"Diam, anjing! Dia itu temen gue! Sahabat gue!" Eldan tidak bisa menahan emosi, tinjunya melayang tepat ke perut Mikael.Pertarungan fisik pun tak terhindarkan. Eldan dan Mikael saling pukul tanpa ampun, melampiaskan amarah mereka dalam adu kekuatan. Meja dan kursi di kelas berjatuhan, membentur lantai dengan suara keras, menciptakan kekacauan.
Eldan menjatuhkan Mikael, namun tak lama kemudian Mikael membalas, membanting Eldan dengan keras.
Dengan penuh emosi, Eldan berteriak, "MAIRA BUKAN SAMPAH! KALIAN YANG SAMPAH! Kalau gak tahu faktanya, diem aja! Jangan sok tahu!" Eldan terus memukul pipi Mikael hingga sudut bibirnya berdarah.
Syifa, Hadijah, Maira, Dalilah, dan Aiza berdiri di sana, gemetar, menyaksikan mereka saling pukul. Mereka tak kuasa melihat Eldan dan Mikael saling menyakiti demi pembelaan yang dirasa benar.
Suasana semakin tak terkendali, membuat para siswa lain berusaha memisahkan keduanya. Dalam kebingungan itu, Hadijah akhirnya menghampiri Eldan dan memeluknya erat, berusaha menenangkannya. Hadijah menangis tersedu-sedu, merasa hancur melihat Eldan membela teman-temannya dengan cara seperti itu.
"Sudah, Eldan... berhenti, tolong!" Hadijah berbisik, menahan air matanya.
Tapi detik berikutnya, Eldan jatuh pingsan. Tubuhnya ambruk ke lantai dengan lemah.
"ELDAN! Bertahan, Dan!" Hadijah menjerit panik, suaranya bergetar penuh kecemasan.
Tatapan Hadijah beralih pada teman-teman sekelasnya, penuh amarah dan luka. "KALIAN SEMUA!" serunya, menunjuk mereka satu per satu. "Kalian semua gak punya hati!"
Tidak lama kemudian, para guru memasuki kelas 12 IPS 1 dengan raut wajah serius, mencoba mengurai kejadian yang baru saja terjadi. Mereka segera menanyakan apa yang sebenarnya terjadi hingga menyebabkan Eldan dan Mikael babak belur. Setelah itu, Eldan dan Mikael dibawa ke ruang UKS untuk mendapatkan pertolongan.
Hati Hadijah terasa sakit melihat Eldan terbaring tak berdaya. Sudut bibir Eldan tampak berdarah, dan terlihat jelas lebam biru menghiasi tangan dan kakinya. Perlahan, Hadijah mengusap rambut hitam Eldan dengan lembut.
"Seharusnya lo gak perlu ngorbanin diri sampai segininya, Dan," bisik Hadijah dengan suara lirih. Rasa salut muncul dalam hatinya atas keberanian dan pengorbanan Eldan, namun di sisi lain ia merasa kesal. Mengapa Eldan harus berjuang begitu keras, sampai membuat dirinya jatuh terkapar seperti ini?
Di sebelah Eldan, Maira merasa sangat bersalah. Maira sadar bahwa belakangan ini Hadijah dan Eldan semakin dekat, bahkan mungkin di antara mereka telah tumbuh perasaan yang lebih dari sekadar teman. Maira menyadari, secara tidak langsung, ia telah membuat Eldan terluka seperti ini. Pasti Hadijah sangat terpukul melihat kondisi Eldan yang mengenaskan.
"Maafin aku, Ijah. Ini semua karena aku, sampai Eldan jadi kayak gini," ucap Maira dengan penuh penyesalan, menunduk dan tak berani menatap Hadijah.
Hadijah menoleh ke arah Maira dan tersenyum lembut. "Ini bukan salah kamu, Mai. Yang salah adalah orang-orang yang asal menuduh tanpa tahu kebenarannya. Jadi, jangan salahkan dirimu sendiri, ya."
Maira terharu mendengar perkataan Hadijah. Selain Eldan, teman-temannya yang lain-Syifa, Hadijah, Aiza, dan Dalilah-juga sangat baik dan mendukungnya di saat-saat seperti ini.
Di tengah kekacauan ini, pihak sekolah telah mencoba menghubungi orang tua Eldan untuk datang ke sekolah, tetapi tidak ada jawaban. Telepon tidak kunjung diangkat, entah karena mereka sibuk atau sedang berada di tempat lain. Hal ini kembali menorehkan kesedihan di hati Hadijah.
"Mama... Papa..." Eldan mengigau dengan suara serak.
"Mama Papa, jangan berantem lagi. Eldan sayang kalian."
"Kenapa kalian terus bertengkar? Eldan gak berguna, ya?"
"Eldan kangen dipeluk Mama dan Papa kayak dulu."
"Hari ini Eldan berantem. Si berengsek Mikael mukulin Eldan, maafin Eldan ya, Ma, Pa..."
Air mata Hadijah mengalir mendengar igauan Eldan yang menyayat hati. Tanpa ragu, ia memberanikan diri untuk memeluk Eldan, berharap bisa menenangkan hatinya yang terluka.
"Gue ada di sini buat lo, Dan. Kapan pun lo butuh, gue akan selalu ada buat lo," bisik Hadijah dengan penuh kehangatan.
Perlahan, Eldan membuka mata, terbangun dari pingsannya. Kaget adalah hal pertama yang dirasakannya saat melihat Hadijah memeluknya.
Namun, tak lama kemudian, perasaan hangat mengalir di hatinya. Jantung Eldan berdegup lebih cepat, dan tanpa sadar, ia membalas pelukan Hadijah dengan erat.
"Gue sayang sama lo, Ijah," bisik Eldan lembut.
Perkataan Eldan barusan membuat teman-temannya tersenyum lebar.
"Sayang sama siapa tadi?" goda Aiza dengan senyum jahil.
"Cie... cie..." seru Syifa menggoda.
"Aduh, kalian ini... Eldan baru aja sadar, masa udah digodain kayak gitu," ujar Dalilah, berusaha menenangkan suasana.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Journey of Eldan & Hadijah
Ficção Adolescente[SEBAGIAN DARI KISAH NYATA] PARA NAMA PEMERAN DISAMARKAN❗ Hadijah, perempuan yang dijuluki ''cewek terserah' jatuh cinta pada lelaki tidak tahu diri yang bernama Eldan. Mau tau kisah selanjutnya? Baca aja