10. Menghilang

21 2 0
                                    

Sementara itu di dalam kelas 12 IPS 1, para geng Hadijah pada heran. Tumbenan Hadijah nggak masuk, nggak ada surat izin pula. Bertepatan dengan Eldan yang juga tidak masuk.

Maira, Dalilah dan Aiza juga sudah menelpon serta mengirim pesan pada Hadijah dan Eldan namun seperti menghilang di telan bumi, mereka berdua tidak ada yang menjawab. Pesan yang dikirim pun ceklis satu. Karena itulah, mereka bertiga mulai cemas, mulai berpikiran yang tidak-tidak. Apa Hadijah dan Eldan diculik?

Syifa yang juga heran kenapa Hadijah dan Eldan tak masuk tanpa kabar pun nyamperin gengnya Hadijah. Gini-gini Syifa sangat pekaan orangnya.

"Hai guys, kok Hadi sama Eldan nggak masuk? Tumben," tanya Syifa.

"Kami juga nggak tau Syip," jawab Aiza. "Handphone nya nggak aktif keduanya. Aku jadi khawatir,"

"Apa jangan-jangan mereka kecelakaan?" tebak Maira.

"Hush! Sembarangan kalau ngomong lo," Syifa menjitak Maira.

"Ya mana tau, semoga aja nggak ya Allah," Maira cengengesan.

"Ya sudah, kita tunggu kabar saja dari mereka," ucap Dalilah di penghujung.

"Oh iya, kemarin aku janji sama Calvin mau temani dia, kalian ikut yuk," ajak Aiza.

"Hah, siapa itu Calvin?" tanya Syifa.

"Gebetan barunya Aiza," tawa Maira.

"Eh nggak, teman baru aja Syip, pas itu dia ngajak aku kenalan, ya udah kenalan deh. Dia ngajak aku ke kantin bareng, tapi aku bilang mau ajak Maira, Hadijah, Eldan, sama Dalilah. Kamu ikut juga yuk kalau mau," tawar Aiza.

"Aizaa, assalamualaikum!" panggil Calvin menggelegar. Calvin langsung masuk ke dalam kelas, tak peduli dilihat banyak murid di kelas ini. Untungnya emang lagi jam istirahat.

"Nah kan baru aja diomongin orangnya datang," Maira menyenggol bahu Aiza.

Aiza mengikuti langkah Calvin menuju kantin, diikuti Maira, Syifa, dan Dalilah. Mereka berlima mencari kursi di kantin untuk makan bersama. Namun Calvin menolak, ia hanya ingin makan berdua dengan Aiza.

"Maaf teman-temannya Aiza, gue boleh kan makan berdua sama Aiza aja? Pengen ngomong berdua sama Aiza. Gimana Aiza, lo mau?" tanya Calvin penuh harap.

Maira, Syifa, dan Dalilah saling bersitatap, mau menolak juga tak enak karena Calvin yang sepertinya sangat berharap. Aiza juga jadi tak enak untuk menolak. Akhirnya Aiza mengangguk, mereka berlima duduk terpisah. Alma dengan Syifa dan Dalilah. Aiza dengan Calvin.

Di meja tempat Aiza dan Calvin..

"Za, gue tau ini terlalu cepat. Tapi semenjak gue ketemu lo, gue tertarik sama lo. Lo mau jadi pacar gue nggak, Za?" Calvin memberikan setangkai bunga dari goodie bag yang ia tenteng.

Degup jantung Aiza berdetak lebih cepat. Bukan baper, tapi ini kali pertama Aiza ditembak langsung seperti ini. Sebelum-sebelumnya, Aiza hanya ditembak lewat chat saja.

"Mmm, maaf Cal. Tapi lo kan kalau dalam islam dilarang berpacaran?" tanya Aiza hati-hati takut salah berbicara. "Gue menghargai lo dan terimakasih sudah confess. Tapi gue nggak bisa Cal, gue nggak mau pacaran. Maaf ya Cal, nggak apa-apa, kan?"

Wajah Calvin yang tadinya cerah berubah menjadi sendu. Tapi Calvin mengerti bahwa Aiza berbeda dari cewek-cewek yang ia taksir sebelumnya. Aiza agamis. Dan cewek sholehah. Tapi Calvin tak akan menyerah begitu saja untuk mendekati Aiza. Kalau tidak bisa berpacaran dengan Aiza, menjadi teman pun boleh. Asal ia bisa berdekatan terus dengan Aiza.

"Gue menghargai keputusan lo. Tapi, kita tetap bisa jadi teman, kan?" tanya Calvin.

Aiza mengangguk. "Tentu saja, lo teman gue."

Di meja lain, Maira dan Syifa senyam-senyum sendiri melihat Aiza ditembak romantis oleh Calvin. Rasanya Syifa dan Maira ingin mengutuk Aiza. Kenapa tidak menerima Calvin, si cowok yang sangat pejuang itu. Syifa dan Maira memang bukan tipe yang sholehah banget kayak Dalilah dan Aiza.

"Aduh Za, coba aku yang di posisi kamu, pasti tanpa banyak mikir si Calvin aku terima. Lucu banget sih Calvin," ucap Syifa.

"Andai aja Pak Daus kayak gitu, jangan cuma anterin gue sampai parkiran abis itu gue ditinggal. Ya iya sih dia ada perlu, tapi jangan ditinggal juga toh, tungguin bentar kek!" ucap Maira jadi berkeluh kesah sendiri, tanpa ia sadari dia keceplosan.

"Hah? Pak Daus anterin lo ke parkiran? Kapan?" tanya Syifa kaget.

"Kok bisa Mai?" tanya Dalilah ikut kaget.

"E-eh nggak, aku cuma bercanda aja. Cuma bayangin aja Pak Daus kayak gitu hehe," Maira cengengesan, berusaha meyakinkan Dalilah dan Syifa. Maira belum ingin bercerita akan hal itu.

"Yakin? Kayaknya ada yang lo tutupin dari kita," selidik Syifa.

"Nggak ada kok, masa iya Pak Daus anterin gue ke parkiran Syif," elak Maira.

"Iya juga sih masa iya Pak Daus mau sama Maira yang petakilan," ledek Syifa.

Maira memberengut. "Sialan lo. Makanya cari pacar sono biar gak ngehalu mulu,"

"Eh eh ntar juga gue punya pacar, kakak kelas ganteng, pinter, tinggi, lihat aja Mai! Iri lo nanti sama gue terus lo kerjaanya cuma haluin Pak Daus."

"Astagfirullah Maira, Syifa, pacaran kan dosa, nggak boleh pacaran ah, ntar masuk neraka." nasehat Dalilah.

Syifa dan Maira nyengir. Lupa kalau ada Dalilah diantara mereka.

"Ngomong-ngomong, chat aku belum dibalas Dal sama Hadi dan Eldan. Itu dua bocah kemana yak?" tanya Maira heran. Masa iya keduanya berencana untuk membolos? Keren amat seorang Hadijah bolos pelajaran.

"Nge-date kali, sengaja matiin data biar nggak ada yang ganggu kencan mereka," ucap Syifa asal.

"Waduh, kalau itu sih parah nggak ngajak-ngajak kita," Maira menggelengkan kepala.

"Astagfirullah kalian!"

"Eh iya maaf Dal,"

The Journey of Eldan & HadijahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang