20 ☑️

257 14 2
                                    

.Salsa menyelesaikan pekerjaannya di dapur dan menyajikan sarapan untuk Bunda Ati sebelum berpamitan untuk berangkat bekerja. Jam sudah menunjukkan pukul setengah delapan, dan Salsa tahu ia harus segera berangkat jika tak ingin terlambat.

"Bunda, Salsa izin berangkat kerja ya. Kalau bunda masih mau di sini nungguin mas  Ronan, nanti Salsa kabarin biar Mas Ronan bisa pulang cepat menemui bunda," ucap Salsa dengan sopan sambil tersenyum.

Bunda Ati mengangguk sambil tersenyum lembut. "Iya, nggak apa-apa, Salsa. Kamu hati-hati di jalan ya, Nak. Semoga harimu lancar. Bunda di sini sebentar aja, kok," jawab Bunda Ati dengan penuh perhatian.

Salsa tersenyum dan pamit, lalu segera keluar rumah menuju motornya yang terparkir di halaman. Ia mengendarai motor, memakai helm, dan melaju menuju tempat kerjanya. Sepanjang perjalanan, pikiran Salsa kembali pada keadaan rumah tangganya dengan Ronan. Terkadang rasa lelah dan kecewa muncul dalam ingatan, tetapi ia mencoba menyimpannya dan fokus pada pekerjaannya.

Sesampainya di kafe, Salsa langsung mulai bekerja, seperti biasa melayani pelanggan dengan senyum ramah. Namun, ada rasa sedikit lega di hati karena mengetahui bahwa ia sudah berusaha sebaik mungkin untuk menjalani tugas sebagai istri Ronan dan sebagai bagian dari keluarga itu.




Setelah sampai di kafe, Salsa segera mengirim pesan kepada Ronan, memberitahukan bahwa Bunda Ati sedang berada di rumah. "Mas, Bunda ada di rumah. bundaaa ingin menunggu kamu. Semoga kamu bisa pulang cepat," tulisnya. Namun, pesan itu hanya membalas di layar, tanpa ada balasan dari Ronan.

Hari pun berlalu dengan cepat, Salsa sibuk melayani pelanggan hingga menjelang jam sembilan malam. Saat shift kerjanya berakhir, dia merasa lelah tetapi juga berharap bisa melihat Ronan di rumah.

Sesampainya di rumah, Salsa merasa ada yang aneh. Bunda Ati masih duduk di ruang tamu, terlihat santai meski waktu sudah larut. Salsa menghampiri ibunya mertuanya dan bertanya, "Bun, Mas Ronan belum pulang?"

Bunda Ati tekad kepala. "Belum, Nak. Bunda sudah menunggu sejak tadi. Mungkin ada pekerjaan yang harus diselesaikan," jawabnya dengan nada yang menunjukkan kekhawatiran.

Salsa merasa gelisah. Dia sudah tahu Ronan sering pulang larut karena pekerjaan, tetapi kali ini berbeda. Ia juga rindu kehadiran suaminya, meski hubungan mereka tengah berada di ujung tanduk.

"Bunda, Salsa mau ke dapur sebentar ya. Nanti Salsa buatkan teh hangat untuk Bunda," ucap Salsa sambil melangkah menuju dapur. Ia berharap bisa menciptakan suasana nyaman di rumah, meski di dalam hati masih ada rasa resah.

Saat Salsa berada di dapur, ia mendengar suara pintu dibuka. Dengan harapan, ia menengok ke arah ruang tamu, tetapi melihat Ronan masuk bersama seorang wanita. Salsa terpana, hatinya serasa dihantam palu. Wanita itu tampak akrab dan mengandeng tangan Ronan.

Salsa berusaha menahan perasaannya, mengingat bahwa ia masih di hadapan Bunda Ati. Namun, saat dia menatap Ronan yang tampak cuek dan tidak peduli dengan kehadirannya, rasa sakit itu semakin dalam.

"Salsa, ini temanku. Kita baru saja menyelesaikan pekerjaan," ujar Ronan tanpa melihat Salsa, seperti tidak ada yang istimewa dengan kehadirannya. Salsa hanya bisa tersenyum pahit sambil mencoba bertindak biasa, meski hatinya meronta.

Bunda Ati melihat situasi itu dan mengerutkan dahi, tetapi ia memilih untuk tidak mengatakan apa-apa. Dalam hatinya, ia berharap anaknya dapat melihat kenyataan dan mengambil langkah yang tepat.

Salsa memutuskan untuk tidak memperpanjang suasana canggung itu. Ia mengambil gelas dan mulai menyiapkan teh hangat, berusaha untuk tetap tenang. Satu hal yang pasti, malam ini bukan malam yang mudah baginya.

Jam menunjukkan pukul 12 malam, dan Salsa masih berada di dapur, berusaha mengalihkan perhatian dari kekacauan emosional yang ia rasakan. Ia mendengar suara tawa dan percakapan Ronan dan wanita itu, yang masih berada di ruang tamu. Meski merasa terluka, ia berusaha untuk tidak mendengarkan suara mereka. Namun, suasana hatinya semakin berat.

Akhirnya, setelah beberapa menit, Bunda Ati memutuskan untuk berbicara. "Ronan, tidak baik tamu sampai larut malam begini. Apa kalian tidak khawatir dengan apa yang pemikiran orang lain?" Ucapkannya dengan nada tegas.

Ronan tersentak, tapi tetap mencoba membela diri. "Bunda, ini hanya pekerjaan. Kami sedang menyelesaikan beberapa hal penting," jawabnya dengan nada datar.

Bunda Ati tekad kepala. "Apa pun alasannya, kamu harus menghargai Salsa sebagai istri. Tidak seharusnya ada perempuan lain yang berlama-lama di rumah ini, apalagi sampai tengah malam."

Perempuan itu, yang selama ini menenangkan mesra dan akrab dengan Ronan, akhirnya pamit pulang setelah mendengar teguran Bunda Ati. Dengan senyuman yang dipaksakan, ia melangkah keluar rumah, meninggalkan ketegangan yang masih menggantung di udara.

Setelah pintu tertutup, suasana di dalam rumah terasa semakin tegang. Bunda Ati menatap Ronan dengan cara yang tidak menyenangkan. "Kamu harus minta maaf kepada Salsa. Jangan hanya minta maaf kepada Bunda, karena itu tidak ada artinya jika kamu masih membiarkan perilakumu terus menerus seperti ini."

Ronan hanya mengangguk, tapi tidak ada raut penyesalan di wajahnya. "Baiklah, Bunda. abang akan minta maaf," ucapnya dengan nada yang terdengar datar, tidak mencerminkan rasa yang sungguh-sungguh.

Bunda Ati menghela nafas, merasa cemas dengan kondisi pernikahan anaknya. "Ingat, Ronan. Pernikahan bukan hanya tentang urusan pekerjaan dan ambisi. Ada perasaan di dalamnya. Jangan sampai kamu kehilangan Salsa karena sikap egoismu."

Ronan tidak menjawab, hanya mendengarnya, dan dia merasakan keraguan di dalam hatinya. Ia tahu Bunda Ati benar, namun ia masih terjebak dalam kebanggaan dan egonya yang tinggi.

Setelah beberapa saat hening, Bunda Ati beralih ke Salsa yang tampak berusaha bersembunyi di dapur. "Salsa, jangan merasa stres. Kamu berhak mendapatkan yang terbaik. Jika ada yang tidak beres dalam pernikahan ini, jangan ragu untuk berbicara," saran Bunda Ati lembut.

Salsa hanya tersenyum pahit, berusaha menyembunyikan perasaannya yang hancur. "Terima kasih, Bunda. Salsa akan berusaha untuk menjadi baik-baik saja."

Bunda Ati melihat ke arah Ronan dengan tajam sebelum meninggalkan mereka berdua. Suasana antara Salsa dan Ronan terasa semakin dingin, dan saat itu Salsa tahu bahwa mereka harus berbicara. Namun, apakah Ronan benar-benar siap untuk mendengarkan?

beRSampingan selamanya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang