Justice Resto
19.52View masih saja mengetik sebuah dokumen di keyboard macbooknya sembari memerhatikan keadaan luar. Ia sudah di sana sejak jam 6 sore menemani June yang masih ingin menunggu jemputan dari suaminya. Sedari tadi View sudah menawarkan untuk mengantarkan June ke rumahnya, namun June tetap saja menolak. Karena takut terjadi apa-apa pada June, View memutuskan untuk ikut menunggu sembari mengerjakan dokumen pekerjaannya.
Sesekali View melihat ke arah arlojinya, jam sudah hampir menunjuk ke arah pukul 8 malam. Sayangnya belum ada tanda-tanda suami June yang akan datang.
View menoleh ke arah June dari balik macbooknya. Ia menyadari June mulai mengantuk dan menyangga dagu dengan tangan kanannya. Rasanya View mulai emosi, bukan karena June, tapi karena suami June yang sedari tadi tak dapat dihubungi dan masih saja belum menjemputnya.
View menghela nafas dan kembali melanjutkan dokumen yang di kerjakannya.
"Kak?" Panggil seseorang dari balik macbook View.
View menggeser pandangannya sedikit ke belakang macbooknya dan mengangkat satu alisnya "ya?"
"Kenapa gak pulang duluan aja? Uda malam juga kan?"
Sekali lagi View melihat ke arah luar kaca yang menembus ke depan kantor mereka. Memang langit sudah lebih gelap dari pada sebelumnya, jalanan mulai diisi oleh beberapa pasangan yang berjalan-jalan di malam hari itu.
View menggeleng pelan "kenapa gak kamu yang saya anterin aja biar saya juga pulang?""ga bisa kak," June tampak lebih lemas, mungkim kurang istirahat.
View mengkerutkan dahinya "gak bisa? Why?"
"Kunci rumah sama suami saya, lagian kalo tiba-tiba dia muncul saya bakal dimarahin." Ekspresi June agak berbeda seperti menunjukkan 'sesuatu' yang sulit di jelaskan.
"Justru saya yang marah, uda tau istri hamil tapi gak ada kabar? Mana coba tanggung jawabnya? Kok bisa kamu gak punya kunci rumah?" Wajah View mulai berubah membuat June semakin canggung.
June terdiam sejenak, ia berusaha berpikir dan menyusun kalimat untuk membalas pertanyaan View. "Gini kak, kan itu rumah dia, jadi saya belum dapet hak buat itu juga. Dia belum percaya kalo kunci di saya. Lagian dia janji bakal anter jemput."
"Terus sekarang janjinya mana?" View mulai meninggikan nada bicaranya.
June terdiam.
Suasana menjadi agak tegang dan sunyi.
View menarik nafasnya pelan berusaha menahan amarahnya "sorry-sorry saya kasar. Kita tunggu sampe jam 9, kalo dia gak dateng kamu ikut saya aja malam ini."
"Gapapa kak, tapi kalo soal ikut..."
"Besok saya yang anter ke rumah kamu, saya yang bicara sama dia." View memotong dengan singkat, padat, dan lugas.
09.02
View membereskan macbooknya ke dalam tasnya serta beberapa perlengkapan lainnya. Ia kembali melihat arlojinya dan memastikan bahwa benar-benar tak ada yang menjemput June. View melihat June yang sudah tertidur di atas meja kafe itu. Kafe itu sudah lumayan sepi karena akan tutup sebentar lagi. Tak ada yang mengusir View di sana karena memang resto itu adalah resto milik View sendiri. Siapa sangka? Kenyataannya memang begitu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Choice for Us [ Milk Love ]
Teen FictionNot all separations are the end of two people's stories. what if fate says otherwise? Can anyone resist fate? Every meeting must have a farewell. But who says parting is the end of meeting? Sometimes we don't know what fate will happen before...