"kamu kenapa dulu nolak anak saya?"
Zora berdehem singkat. "Karna anak saya jelek? Gak menarik? Atau membuatmu jijik?"
Pertanyaan beruntun dari Laverna membuat Zora keringat dingin. Nada itu kembali menjadi tegas saat anaknya pergi keluar. Zora dibuat gugup. Apa wanita ini tidak suka padanya? Dan nada lembut tadi apa itu hanya gimick di depan anaknya saja?.
"Kenapa anda menanyakan hal seperti itu? Itu hanya masa lalu, sekarang kita sudah menjadi sepasang kekasih bukan?"
"Bisa saja kamu menerimanya karna harta? Dulu ia sengaja berpenampilan seperti itu supaya bisa kamu buli, gara-gara kamu anak saya menjadi gila. Dia tidak pernah menuruti perkataan ibunya karena kamu tolak, ia selalu menyiksa diri dengan berolahraga sampai badanya sebesar itu. Anak yang saya rawat dan saya atur dari kecil, berubah karena kata menyakitkan dari mulutmu"
Zora sedikit terkejut. Ia tidak menyangka Elano benar-benar terobsesi kepadanya. Bahkan perkataan tolak itu tidak membuat Elano menyerah. Laki-laki itu merubah tubuhnya supaya mengikuti kriteria Zora untuk bisa menjadi kekasihnya.
Zora tidak menyangka ucapan menyakitkannya dulu bisa merubah seseorang menjadi lebih... Baik? Menurutnya. Karena dulu Elano sangat dekil, pendek dan kusam. Ucapan menyakitkan itu juga mengubah hidupnya dari kaya menjadi miskin dan kini ia hanya bergantung kepada Elano. Anak laki-laki yang ia bully dan kini malah terobsesi kepadanya.
"Perasaan orang tidak bisa dipaksa. Memang saya dulu menolaknya karena tidak ada perasaan apapun kepada Elano. Tapi sekarang, anak anda telah berjuang demi saya, demi membuka hati saya yang telah tertutup rapat karena kematian orangtua saya. Saya sangat benci pada sifat anak anda yang pemaksaan, namun seiring berjalannya waktu, Elano menjadi sosok yang lembut dan manja, seperti yang dilakukannya pada anda"
Laverna terdiam. Ternyata anaknya masih sama. Elano bukan menghindar darinya. Tetapi, anak kesayangannya itu berjuang untuk mendapatkan gadis yang selalu berada di hatinya. Mungkin ia juga terlalu berlebihan memanjakan anaknya.
Jujur saja Laverna bangga kepada perubahan putranya. Ibu macam apa ia yang selama ini menganggap perubahan itu untuk melupakannya dan asik berfoya-foya untuk kesenangan pribadi. Ternyata anaknya berjuang keras supaya bisa menyamakan kriteria gadis pujaannya.
Selama ini Elano tidak pernah menunjukan gadis yang dia sukai. Dia hanya menceritakan semua hal baik tentang Zora kepadanya. Seharusnya sifat manja itu Laverna hentikan saat anaknya sudah mulai remaja. Namun seorang ibu tetap menganggap kalau putranya masih seperti anak kecil yang selalu ingin kasih sayangnya.
Laverna menitihkan air mata. Zora dengan cepat mengambil tisu lalu menyerahkannya pada wanita paruh baya itu.
"Saya sudah salah sangka kepadamu, saya kira anak itu berubah untuk menjauhi saya, tapi ternyata dia berjuang demi kamu, gadis pujaannya"
"Elano masih sama, dia juga menyayangi anda, setiap hari dia selalu menceritakan tentang anda. Dia ingin menemui anda tapi tidak mau bertemu dengan ayahnya"
"Kenapa?"
"Saya tidak tau. Elano tidak menceritakan lebih lanjut"
Laverna menyatukan alisnya. Ada apa ayah dan anak ini? Apa mereka bertengkar? Suaminya pun tidak pernah cerita tentang hal ini.
"Maafkan saya, saya emosi karena dulu kamu menolaknya. Panggil mama aja ya, kamu gadis yang manis"
"Terimakasih.. mama?"
"Seperti itu, anggap aku adalah mamamu juga"
Zora tersenyum. Nada wanita ini sama seperti mendiang mamanya dulu. Membicarakan tentang orangtuanya, sudah lama sekali Zora tidak mengunjungi makan mereka. Zora sibuk akhir-akhir ini. Ia harus mempersiapkan tentang ujian dan ia bingung akan masuk universitas mana meskipun beberapa bulan lagi ia baru akan menaiki kelas 3 SMA.
Setelah lama mengobrol hubungan mereka menjadi lebih dekat. Saat Elano tiba dengan beberapa minuman dingin di tangannya pun heran melihat keakraban mereka. Ibunya yang ia kenal dari dulu sangat sulit untuk akrab walaupun dengan tetangga mereka, namun baru kali ini ia tinggal beberapa jam langsung akrab dengan gadisnya. Mereka bahkan tertawa karena membahas hal-hal lucu mengani masa kecil Elano.
Mungkin keakraban mereka terjadi karena dulu Elano sering menceritakan tentang Zora pada ibunya itu. Meskipun melihat Zora saja tidak pernah tetapi Elano selalu menceritakan hal-hal baik tentang Zora padanya. Yaa termasuk bagian ketika ia sangat suka kalau Zora membullynya.
"Kalian cerita apa sampai tertawa seperti itu?" Tanya Elano penasaran.
Laverna dan Zora hanya saling pandang lalu mereka kembali tertawa singkat "tidak ada hanya tentang masa kecilmu saja" jawab Laverna.
"Jangan ceritakan itu semua pada Zora ma, Lano malu" Elano menutupi wajahnya menggunakan telapak tangannya. Ia sedikit melihat Zora yang tersenyum melihatnya.
"Enggak.. mama hanya cerita kalau kamu masih suka ngompol sampai usia tujuh tahun" jawab Laverna enteng tanpa beban. Elano sudah sangat malu sekarang. Zora bahkan bisa melihat kalau kedua telinga laki-laki itu memerah.
"Mama, itu jangan diceritain" ucap Elano sambil terus menutupi wajahnya.
"Iya iyaa.. kalian berduaan saja sana di kamar, jangan bikin cucu dulu, kalian masih sekolah. Mama mau urus para pembantu mu yang malas itu" Laverna berdiri dari duduknya. Ia menuju dapur dan langsung memberikan kata-kata pedas supaya para pembantu disini tidak malas-malasan.
Elano menarik pelan tangan Zora. Ia mengajak gadis itu menuju kamar seperti yang dibilang mamanya. Zora menyentuh tangan Lano di punggung tangannya. Ia kemudian menggeleng lalu menarik Elano menuju kolah renang di taman bagian belakang.
Lano yang menurut ia hanya mengikuti gadisnya dibelakang saja. Tiba di pinggiran kolah. Zora menurunkan kakinya untuk direndan didalam air sedangkan dironya duduk di pinggir saja.
Elano juga mengikuti gerakan gadis itu lalu mengarahkan pandangannya ke depan.
"Mau ngomong apa hm?" Tanya Lano.
"Enggak. Cuma, kita disini aja jangan di kamar" jawab Zora.
Mereka kembali diam. Zora mengayunkan kakinya yang berada didalam air lalu Elano mengikutinya.
Elano tiba-tiba menceburkan diri ke dalam kolam itu. Ia lalu mencipratkan sedikit air pada Zora membuat Zora berkedip.
"Masuklah kak" pintanya.
Zora menggeleng "aku tidak bisa berenang" jawabnya.
Elano menarik kaki Zora lalu menangkap gadis itu supaya tidak tenggelam. Zora sedikit berteriak karena terkejut, tiba-tiba sekali Lano menarik kakinya. Gadis itu juga memukul bahu Lano pelan karena kaget akan hal tadi.
Lano tertawa. Itu membuat dirinya semakin tampan dan sangat manis menurut Zora. Elano memeluknya, Zora juga membalas pelukan itu. Zora memejamkan matanya saat Elano berbisik lembut tepat di telinganya lalu mencium rambut basah Zora dalam-dalam.
"Aku sangat bahagia kakak menerimaku, kakak adalah gadis pertama yang aku cintai secara tulus. Bantu ya kak, aku ingin hubungan ini bertahan lama hingga kita bertemu kembali di akhirat nanti"
.
.
.
Next...Tenang, endingnya masih jauh haha...

KAMU SEDANG MEMBACA
Elano (End)
Teen FictionFollow sebelum membaca!!!!!!!!!!!!! Pernah tidak membully seseorang sampai membuatnya trauma, tetapi orang itu malah suka dan bahkan terobsesi kepadamu? Itu yang dialami Zora. Lano yang merupakan anak tunggal berpenampilan cupu yang sering Zora bull...