Elano : 20

1.8K 79 3
                                    

"Sayang, kamu lagi sakit lho"

"Aku mau kamu jawab sekarang Lano, supaya aku tidak penasaran lagi"

Elano meletakan buah-buahan yang ia potong pada Sebuah meja kecil. Ia melepaskan sarung tangan itu ketempat sampah yang ada dikamar ini lalu berjalan menuju kasur Zora.

Tangan besar itu terulur menyentuh wajah Zora yang tidak tertutup masker pelan. Ibu jarinya mengelus pipi itu lembut.

"Tidur yaa, ini juga sudah malam sayangku. Kamu harus sembuh"

Bukan jawaban yang ia dapat, tapi malah sebuah perintah.

Zora menurunkan tangan Lano. Ia menggenggam tangan besar itu erat. Dapat Lano rasakan tangan Zora masih sama panasnya.

"Tidak ada korban jiwa kan?" Tanya Zora takut. Ia benar-benar takut kalau Lano menjadi pembunuh.

"Tidak sayangku.." '..untuk saat ini' lanjutnya dalam hati.

Zora melemaskan genggamannya "aku takut banget, jangan ngelakuin hal yang nekat lagi" pintanya.

Elano mengangguk. Ia mengelus tangan Zora lalu menyuruh gadis itu untuk segera tidur karena sudah pukul delapan malam.

Zora menutup mata tepat saat Lano pergi dan menutup pintu kamarnya. Tak lama gadis itu tertidur pulas.

>>>

Pagi menjelang. Ini sudah hari ke enam sejak Zora sakit. Selama itu pula Lano ikut membolos sekolah demi menemani gadisnya.

Demam Zora mereda. Sekarang badanya dalam masa pemulihan. Ia juga makan-makanan sesuai anjuran dokter dan kini ia tengah berjemur didekat Lano.

Zora duduk selonjoran pada kursi panjang disamping kolam renang. Waktu masih menunjukkan pukul tujuh pagi. Di waktu ini sangat cocok sekali untuk berjemur dibawah panas matahari pagi.

Lano duduk disamping gadisnya. Tangan besar itu membawa mangkuk berisi buah-buahan segar yang sudah dipotong. Satu persatu ia suapkan pada Zora dan lama-kelamaan buah pitong itu telah habis.

Dirasa waktu berjrmur sudah cukup. Lano mengendong Zora untuk masuk ke dalam rumah. Ia mendudukan Zora di meja makan. Gadis itu harus sarapan.

"Kenyang Lano"

"Kamu belum sarapan"

"Tapi tadi kan udah makan buah"

"Sayang, itu hanya camilan, kamu belum sarapan"

"Tapi udah kenyang Lano"

"Kali ini aku melanggar janjiku, kamu harus sarapan!"

'mulai deh, maksanya' batin Zora.

Gadis itu dengan terpaksa membuka mulutnya saat Lano menyuapinya. Mau bagaimana lagi. Mengenai kesehatan Zora, Lano sangat sensitif. Laki-laki itu akan melakukan apa saja demi membuat Zora pulih dengan cepat.

Ditengah-tengah makan Zora. Ponsel gadis itu berdering karena seseorang menghubunginya. Lano bisa membaca nama si penelepon itu karena ponselnya diletakan diatas meja makan tepat diantara mereka berdua.

Tangan Zora terulur ingin menjawab panggilan itu namun Lano dengan cepat merebutnya lalu membantingnya ke lantai hingga ponsel itu hancur tak terbentuk.

"Dari pada ganti kartu, mending ganti hp sekalian biar kamu cuma punya nomer aku dan keluargaku"

Para pembantu dan bodyguard di rumah ini sangat terkejut dengan suara keras tadi. Ada yang secara spontan menyebut kata hewan dan ada juga yang langsung istighfar. Yaa iman orang beda-beda.

Zora juga terkejut ia bahkan sedikit tersedak tadi. Beruntung ia segera mengambil gelas yang berisi air untuk menenangkan tenggorokannya.

"Lano! Ya gak dibanting juga"

"Lagian kenapa kamu nyimpen nomer bajingan itu? Lano gak suka kak!"

Gara-gara Samuel yang menelepon tadi. Lano naik pitam. Urusannya dengan laki-laki itu belum selesai tapi ini? Dia malah menelepon kekasihnya yang jelas-jelas sedang bersamanya.

Karena kesal Lano meninggalkan Zora di ruang makan dan menyuruhnya untuk menghabiskan makanannya sendiri. Ia pergi ke kamarnya untuk meluapkan emosinya. Ia tidak mau menyakiti Zora yang tidak berdaya hanya karena amarahnya ini.

Dari bawah terdengar banyak sekali barang pecahan dan juga teriakan. Hantaman pada dinding yang jeras pun menggema dirumah besar ini.

Laverna yang masih berada di rumah ini pun menghampiri Zora. Ia menanyakan keadaan Lano pada kekasih anaknya itu.

"Lano cemburu ma, ini salah Zora" ucapnya merasa bersalah.

"Tidak apa-apa sayang. Cemburu itu hal wajar diantara pasangan kekasih. Papa Lano juga sering cemburu kalo mama dilirik laki-laki lain. Amarah Lano dan papanya itu sama persis. Kalau sudah marah semua barang akan hancur dan kamu lah satu-satunya orang yang bisa memenangkannya. Cobalah ke kamarnya, peluk dia, alirkan kasih sayangmu. Amarah Lano pasti akan mereda, lalu jelaskanlah baik-baik ya nak" saran Laverna panjang lebar.

Zora mengangguk ia berjalan menaiki tangga menuju kamarnya Lano. Mengetuk pintu itu tiga kali. Suara gaduh dari dalam semakin menjadi. Zora pun terkejut saat pintu kamar ini terdengar seperti dilempari benda keras.

"Lano ini aku Zora. Aku minta maaf" ucapnya sedikit keras supaya Lano bisa mendengarnya.

Pintu terbuka. Tubuh Zora langsung ditarik masuk ke dalam lalu pintu itu tertutup lagi.

Zora terhimpit di pintu dengan Elano yang mengunci seluruh tubuhnya.

"Jelaskan" pinta Lano.

Sebelum menjawab, Zora meneliti keadaan laki-laki itu. Tangan yang bersimbah darah. Wajah tampan Elano yang penuh goresan kaca, ada juga serpihan kaca kecil yang menancap di pelipisnya, mungkin karena lemparan vas atau cermin yang sangat keras hingga menancap disana. Barang-barang kamar ini yang hancur dan juga kasur yang terbalik. Semarah itukah Elano karena rasa cemburunya?.

Zora menelan ludah lalu menghembuskan nafasnya. Ia kemudian menjelaskan kalau nomer Samuel ia dapat dari Vio. Para teman-teman sekelasnya sudah mengirimkan pesan ke Samuel waktu laki-laki itu sedang koma.

Vio berkata, kali aja kalau Zora yang mengirimkan pesan Samuel langsung bisa sembuh. Awalnya Zora sudah menolak karena tidak mungkin juga. Logika aja lah, masa Samuel tiba-tiba kebangun gara-gara Dichat Zora.

Tapi ke esokan paginya, Vio meminjam ponselnya katanya untuk mencari jawaban di aplikasi G. Tapi Vio malah mengirimkan pesan ke Samuel dan tak lupa menyimpan nomer laki-laki itu di ponsel Zora. Waktu itu Zora sama sekali tidak tau karena Vio langsung menghapusnya di riwayat pesan.

Dan Samuel yang menerima pesan itu lalu menyimpan nomer Zora tanpa membalas pesannya. Sejauh itu Zora tidak tau kalau ia menyimpan nomer Samuel dan tadi itulah Samuel baru meneleponnya.

Zora menjelaskannya secara rinci dari awal sampai akhir supaya Lano bisa lebih paham lagi dan amarahnya mulai mereda.

Lano memegang pucuk kepala Zora dengan tangannya yang berdarah. Ia kemudian menarik Zora ke dalam dekapannya.

"Lano benci kakak dekat dengan cowok lain, apalagi Samuel yang sudah jelas-jelas menyukai kakak, Lano gak suka kak" ucap Lano. Ia berkata seperti itu tulus dari hatinya yang paling dalam.

Ia tidak mau Zora pergi dari hidupnya. Bersusah payah ia mendekati gadis ini sejak masih duduk di bangku sekolah menengah pertama. Dan ia sangat bahagia ketika Zora menerimanya.

Zora membalas pelukan kekasihnya itu. Ia juga mengatakan kata-kata penenang supaya amarahnya Lano benar-benar hilang.

Setelah lama mereka berpelukan. Lano melepaskan pelukannya. Ia menatap Zora dengan tatapan sendu lalu mencium gadis itu lembut hingga beralih menjadi lumatan penuh nafsu antara keduanya.

.
.
Next..

Elano (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang