Elano : 18

1.9K 82 1
                                    

Sampai dirumah mereka hanya diam. Zora pergi ke kamarnya dengan badan yang lemas. Di dalam kamar yang ia kunci, dirinya menangis dengan bantal yang membenamkan seluruh wajahnya.

Elano tidak mau menganggu. Biarlah gadis itu tenang dulu, lalu ia akan mengajaknya berbicara perlahan.

Ibunya yang masih berada disini pun hanya diam menatap interaksi kedua anak yang ia sayangi itu. Laverna tidak mau ikut campur dalam hubungan keduanya. Biarlah Lano menyelesaikannya sendiri, anaknya itu juga sudah besar.

Malam tiba Zora sama sekali tidak keluar kamar. Elano yang khawatir pun mendobrak paksa pintu itu. Bisa ia lihat gadisnya berbaring diatas kasur dan masih menggunakan seragam sekolah hari ini.

Elano mendekatinya. Ia membalikan tubuh Zora yang tengkurap menjadi telentang dan kedua mata gadis itu bengkak karena kelamaan menangis.

Elano menyuruh salah satu pembantu dirumah ini untuk mengambil sebaskom air hangat yang akan ia gunakan untuk mengompres mata cantik Zora.

Dengan perlahan tangan besar itu menempelkan sebuah lap bersih yang sudah basah akan air hangat tadi. Usapan lembut penuh perasaan ia salurkan untuk mengobati mata gadisnya. Ia tak mau membuat gadisnya kesakitan.

Sebenarnya apa yang membuat Zora menjadi seperti ini. Elano ingin sekali gadis itu jujur dan bercerita panjang lebar padanya. Namun karena rasa tidak terimanya itu sangat tinggi. Elano menyuruh seseorang untuk menyelidiki penyebab Zora menangis.

Elano masih menunggu laporan anak buahnya itu. Air matanya sedikit keluar saat melihat Zora tertidur dengan badan yang sangat kurus. Padahal keinginan terbesarnya adalah membuat badan gadisnya ini jauh lebih berisi. Karena kalo berisi kan enak buat nyender dada- pundak maksudnya.

Selesai mengompres. Elano meletakan baskom itu ke atas nakas. Ia mengendong Zora untuk membuat posisi gadis itu lebih nyaman tetapi karena seharian belum makan, Elano membangunkan Zora untuk mengisi perut rata gadis itu dengan makanan.

Zora yang terbangun pun melihat Elano duduk disampingnya dengan mata bengkak. Jujur ia malu di penampilan seperti ini. Tapi mau bagaimana lagi, Elano juga tidak akan mau ia usir dari kamarnya. Melihat pintu kamarnya ini hancur menjadi beberapa bagian mungkin Elano yang mendobraknya tadi. Badan anak itu kan yang paling besar dirumah ini.

Elano menyuapi Zora dengan sabar. Lama kelamaan nasi diatas piring itu pun habis. Dengan rasa penasarannya yang tinggi, Elano menanyakan pertanyaan yang selama ini ingin ia lontarkan.

"Siapa yang membuatmu seperti ini sayang? Samuel berbicara apa padamu?"

Lama sekali Elano menunggu. Jawaban Zora tak kunjung keluar dari mulut mungil itu. Lama kelamaan Elano kokop tuh bibir kalau gak dijawab juga. Pikirnya.

Zora menynduk. Ia ingin cerita tapi takut jika mereka berantem lagi karena dirinya. Tapi ia juga tidak suka Samuel merendahkannya seperti itu. Ingin sekai ia ngadu pada Lano tapi tidak berani.

"Kak, aku menunggu lho"

Zora masih ragu. Kalau ia ceritakan pasti Samuel akan kalah lagi, tapi kalau tidak ia ceritakan ia sangat marah pada Samuel dan ingin memberi pelajaran pada laki-laki itu.

"Clazora Trexianna" tegas Elano.

"Ti-tidak ada apa-apa kok" jawabnya.

Kecewa? Tentu. Sudah sangat lama Lano menunggu dan jawaban Zora hanya empat kata yang diucapkan dengan gugup.

Elano tidak mau memaksa lebih lanjut. Ia memilih pergi tetapi dirinya berhenti tepat diambang pintu. Dengan tegas ia berucap tanpa menoleh ke belakang "padahal aku tidak ingin menghukumnya tapi kakak tidak mau jujur, jadi jangan salahkan aku kalo dia mati malam ini"

Zora terkejut mendengar ucapan itu. Ia segera turun dari kasur dan langsung berlari menuju pintu, namun ia tidak bisa keluar karena tepat saat sampai pada pintu itu, munculah dua bodyguard berbadan besar yang menghalangi jalannya.

"Enggak Elano! Elano jangan lakuin itu!" Peringatkan Zora dari dalam kamarnya.

"Minggir kalian!" Teriak Zora pada kedua bodyguard itu. Namun mereka sama sekali tidak memperdulikannya dan hanya berdiri tegap diambang pintu.

Zora panik. Ia berlari menuju bakon kamar. Dobawah sana ia dapat melihat Elano keluar dengan jaket hitamnya lalu meninggalkan pekarangan rumah ini menggunakan mobil mahalnya.

"Elano!" Zora berteriak dari lantai atas namun Elano sama sekali tidak memperdulikan teriakan gadis tercintanya.

Zora ingin turun tetapi tidak mungkin ia melompat dari lantai tiga yang sangat tinggi ini. Tak kehabisan ide, Zora berteriak memangil Laverna.

Wanita tua itu yang mendengar teriakan Zora segera pergike kamar gadis itu. Kedua bodyguard pun memberinya jalan lalu menutupinya lagi dengan badan mereka.

"Ma tolong cegah Lano ma, Zora gak mau dia ngebunuh orang" mohon Zora. Gadis itu kembali menangis. Kali ini pinggiran matanya sangatlah mereh.

Laverna sebenernya tidak tega. Tetapi ia membela Lano karena seseorang menganggu gadis pujaannya. Laverna tau Lano sangat menyayangi Zora selamanya.

"Tenang ya nak, mama gak bisa bantu, maafkan mama"

Laverne memeluk tubuh kurus Zora yang terus bergetar karena menangis sesenggukan. Tangan yang sedikit keriput wanita itu menepuk-nepuk kepala Zora sayang berniat untuk menenangkan gasis itu.

Namun Zora yang benar-benar tidak mau Lano mencelakai seseorang pun mengamuk. Ia memukul-mukul punggung kedua bodyguardnya yang sedang berjaga itu, namun kekuatannya sangat tidak sebanding dengan mereka.

Laverna memeluknya. Zora yang tak kuasa menahan kakinya pun akhirnya ambruk ke lantai. Disaat itulah gadis itu pingsan. Laverna menyuruh kedua bodyguard itu untuk memindahkan Zora ke atas kasur dan yang lainya pergi memangol dokter khusus keluarga ini.

>>>

Elano mengepalkan kuat tangannya. Setir kemudi itu mungkin akan hancur bila Lano tidak segera melepaskan tangannya.

Elano mengendarai sendiri mobil ini. Mengalahkan Samuel tidaklah sesulit itu. Apalagi dari pandangan Elano, itu anak seperti orang bodoh karena selalu cari muka ke seluruh orang yang ditemuinya.

Sungguh Elano benci. Pengganggu dalam hubungan cintanya harus ia lenyapkan.

Tak sengaja Elano melihat Samuel yang tengah menuju kendaraannya yang terparkir disebuah minimarket. Terlihat Samuel mengeluarkan sebatang rokoknya lalu membakarnya untuk ia hisap.

Elano memarkirkan mobilnya sedikit jauh dari lokasi Samuel berada. Ia terus memperhatikan gerak gerik laki-laki yang berani membuat gadisnya menangis itu dari jauh. Tepat saat Samuel pergi dari sana, Elano pun mengikutinya dari belakang.

Tepat saat melewati jalanan kecil, mobil Elano tidak bisa masuk. Dalam gang ini mungkin hanya bisa dilewati dua motor yang berpapasan saja harus berhenti salah satunya. Ntah ini jalan menuju rumah Samuel atau laki-laki itu sudah tau jika ada mobil yang terus membuntutinya.

Elano memukul setirnya keras. Dalam hatinya berbicara, besok mungkin Samuel akan habis meskipun ia membunuhnya didepan banyak orang. Biarlah orang lain menganggap dirinya gila atau pembunuh asalkan pengganggu yang paling mengusik hubungannya dengan Zora sudah mati dihadapannya dan dihadapan kekasihnya.

.
.
Next..

Elano (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang