CHAPTER 15

2.3K 203 75
                                    


Langit yang cerah tiba tiba menjadi mendung. Awan hitam dengan cepat menutupi langit. Tetes hujan jatuh ke bumi disusul oleh tetesan lainnya. Dengan cepat tanah menjadi basah.suara guntur dan petir silih berganti.

Pharell segera menghentikan seluruh pekerjaan nya dan menyuruh para pekerja untuk berteduh. Ditatapnya rintik hujan tersebut dengan cemas.

"Apakah Risa sudah kembali?" Tanya Pharell kepada Willy yang senantiasa berada di samping nya.

"Mohon maaf tuan hamba belum melihat kembalinya nona muda" jawab Willy dengan patuh.

"Semoga saja ia memiliki tempat untuk berteduh" Pharell berharap dengan netra yang terus memandang rintik hujan.

"Nona muda adalah anak yang bijaksana, ia pasti dapat menemukan tempat untuk berteduh" sahut Willy yang tersimpan harapan didalam kalimat nya.

"Ya semoga saja"

Di sisi lain Erick berdiri di dekat jendela. Matanya terus melirik ke arah pintu dari waktu ke waktu.  Menanti kan seseorang melewati pintu tersebut. Setiap pintu terbuka namun bukan orang yang di tunggu nya yang datang. Riak kecewa selalu melintasi matanya.

"Ada apa Erick?" Pharell telah memperhatikan putranya dari waktu ke waktu. Ia pun sadar bahwa orang yang di nantikan putranya adalah Erisca kembarannya.

Erick hanya menggeleng kan kepala pelan enggan menjawab pertanyaan nya namun kegelisahan nya tergambar jelas di wajahnya. Sebaik apapun ia berusaha menyembunyikan ekspresi nya namun ia tetap seorang anak berusia 5 tahun.

Pharell menyetarakan tingginya dengan Erick.

"Erisca akan baik-baik saja" ujar memegang kedua bahu Erick.

"Tapi..." Entah mengapa perasaan Erick terasa begitu gelisah.

"Adikmu adalah anak yang cerdas tidak akan terjadi apa- apa pada dirinya.

Erick menganggukkan kepalanya dengan lemah mencoba meyakinkan dirinya bahwa Erisca akan baik-baik saja. Namun tetap ia menatap rintikan hujan berharap badai cepat berakhir.

Baik Mia maupun Gia mereka berdua sama sama mencemaskan nona mudanya. Tak ada satupun yang menemani nya dengan kondisi badai yang terjadi di luar. Mereka hanya dapat berdoa semoga nona mudanya kembali dengan selamat.

Hujan diluar begitu deras ,suara guntur dan petir saling bersahutan.  Semua warga desa berlindung di rumah masing-masing. Semua orang bersyukur atas adanya perbaikan masal tersebut. Mereka tidak pernah khawatir akan rumah bocor maupun runtuh seperti sebelumnya.

Meringkuk di dekat tungku api maupun menggunakan selimut.

🍂

Gemuruh suara tapak kaki kuda memecah keheningan hutan. Hujan badai tak menghambat pergerakan nya. Hewan-hewan bersembunyi di sarang mereka. Tak berani untuk keluar.

"Kerahkan semua kemampuan kalian. Tumpas habis Bandit Terios " seru seorang pria di barisan terdepan.

"MUSNAHKAN" jawab para tentara yang mengikuti nya.

Seluruh pasukan segera mengepung sebuah gua di lereng bukit tersebut. Pimpinan Bandit Terios memimpin anggota nya menunggu di pintu gua. Dengan membawa persenjataan seperti pedang, parang,kapak, busur maupun belati.

Para pasukan mengangkat pedang mereka dengan angkuh Solah mengatakan 'kalian tidak akan selamat'

"Wohoho selamat datang di rumah hamba  tuan muda" tawa mengejek sang pimpinan Bandit tersebut kepada pimpinan prajurit.

"Tertawa lah selagi masih bisa" cibir pria tersebut.

"Atas seluruh kejahatan yang kalian lakukan dengan turunnya dekrit kaisar untuk menangkap kalian baik hidup dan mati" seru seorang pemuda yang selalu berada di sisi pimpinan pasukan tersebut.

"Tidak ada dekrit kekaisaran yang berlaku di wilayah kekuasaan kami" seru pimpinan Bandit dengan sombong.

"Karena kalian sendiri yang telah menyerahkan diri kalian kedalam sarang kami, maka jangan salahkan kami untuk tidak membiarkan kalian meninggalkan tempat ini dalam kondisi utuh"

"SERANG"

bagaikan suara genderang perang berbunyi. Seluruh pasukan baik bandit maupun prajurit silih bertarung. Suara dentingan pedang silih beradu . Panah saling menembak dari berbagai arah.

Di iringi hujan badai dan petir tidak menggoyahkan semangat kedua kubu saling bertarung. Menunjukan siapa yang hebat dan siapa yang akan. Bertahan dalam pertarungan tersebut.

Satu persatu korban mulai berjatuhan,baik dari kubu lawan maupun kubu kawan. Namun tidak dapat membuat mereka gentar. Para prajurit adalah elit bersenjata. Hidup mati dalam pertempuran merupakan hal biasa bagi mereka.

Pimpinan Bandit dan pria tersebut saling berhadapan. Kebengisan terpancar dari mata mereka. Tanpa aba-aba pedang di tangan mereka saling menangkis. Gerak maju mundur dan menyerang dan bertahan dengan kecepatan yang sulit untuk dilihat oleh orang awam dalam bela diri.

Suara nafas menderu. Genangan air hujan berubah menjadi genangan darah. Banyak korban berjatuhan baik dari kubu prajurit maupun kubu para bandit.

Namun tak menyurutkan semangat semua orang. Semakin banyak korban berjatuhan maka semakin gila pertarungan.

"Kamu tidak akan selamat jendral" ujar pimpinan bandit tersebut.

"Dalam mimpimu" suara rendah serat akan ancaman dari pimpinan para prajurit yang disebut dengan jendral oleh pimpinan bandit tersebut.

Serangan keduanya menjadi semakin intens, tak peduli dengan luka-luka yang didapat kan nya. Mereka saling menyerang karena mereka tau bahwa pertempuran ini tidak akan selesai jika salah satu dari mereka belum mati.

Tak

Sebuah pergelangan tangan putus dari lengannya.

AGGGGRRH

Lolongan menyakitkan terdengar mengerikan. Para prajurit dan bandit secara tak sadar menghentikan pertempuran mereka.

Wajah para bandit pucat pasi saat melihat bahwa pergelangan tangan kanan ketua mereka telah di potong. Takut dan marah membuat tubuh mereka tanpa sadar gemetar.

Sedangkan pimpinan bandit mengerang kesakitan melihat bahwa tangannya telah terpotong.

"Tangkap mereka sekarang" titah sang jendral menyadarkan para pasukannya menangkap para bandit satu persatu. Para bandit menyerang dengan agresif namun bagaikan lalat tak berkepala para bandit kehilangan katangkasannya setelah melihat pimpinan mereka di lumpuhkan.

Setelah memastikan pertempuran benar-benar berakhir. Sang jendral segera memerintahkan seluruh pasukan nya, untuk membawa para bandit yang tersisa kembali ke ibukota. Begitu pula mayat prajurit yang gugur dibawa untuk diantarkan kepada keluarga nya masing-masing.

Sedangkan jendral tersebut berbalik arah. Menunggang kuda berlawanan arah dengan para prajurit tersebut.

Wajahnya putih bagai tak memiliki darah, tangannya dingin bagaikan es namun tak dapat mempengaruhi kemampuannya menunggang kuda. Badai belum berakhir. Luka di dalam tubuhnya masih mengeluarkan banyak darah. Namun tidak ada ekspresi berarti di wajahnya.

Kuda tersebut melaju begitu cepat. Namun kondisi fisik yang terluka cukup parah membuatnya jatuh dari atas kuda.




Lady?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang