Kemungkinan terburuk yang tak pernah Lingga mau bayangkan adalah saat dimana Jeva kembali terbaring di rumah sakit karena penyakitnya. Ia mendapat kabar jika adiknya itu masuk rumah sakit dan ia tanpa pikir panjang langsung tancap gas meninggalkan dua saudaranya yang lain.
"Lingga!" Lingga hampir menabrak seorang pria paruh baya jika Gara tak menahan lengannya. Karena terlalu panik ia tidak memperhatikan jika Java dan Gara sudah berlari di belakangnya sejak tadi.
"Dimana Jav?" Java langsung mengambil alih untuk memimpin menuju ruangan Jeva.
Ketiga saudara itu berlari tergesa menuju IGD yang ternyata ada Raven disana. Laki-laki itu siap semisal akan mendapat pukulan lagi dari saudara-saudara Jeva karena sudah membahayakan nyawa anak itu. Dan seperti dugaannya Java langsung maju hendak memukulnya tapi ditahan Lingga. Sebagai gantinya Gara mendekatinya, anak itu sudah menutup matanya siap dipukul. Tapi yang ia rasakan hanya tepukan pelan di pundaknya.
"Balik sana." Anak remaja itu membuka matanya perlahan dan menatap Gara bingung.
"Gak dipukul gue bang?"
"Nanti kalo' adek gue kenapa-kenapa karena tindakan bodoh lo, gue datengin lo ke rumah." Raven nyengir mendengar jawaban Gara. Sedikitnya itu menghibur, setelah cukup ketakutan membawa Jeva yang sekarat ke rumah sakit.
"Raven kamu habis ngapain?!" Keempat laki-laki itu menoleh ke arah seorang gadis yang dikenal Gara. Ia adalah gadis yang sama yang memiliki rasa padanya tapi ia acuhkan. Dunia ini sempit ternyata.
"Dia adek lo, Ran?" Rani, gadis yang secara terang-terangan menunjukan rasa suka pada Gara itu mengangguk.
"Bawa pulang sana." Sebenarnya Gara mengucapkan kalimat itu tidak ada maksud apapun, tapi itu terdengar kasar sekali di telinga Rani.
"Maaf buat apapun yang udah dia lakuin, kalo' butuh uang ganti rugi atau biaya rumah sakit bilang aja Al, nanti aku laporin dia ke papa mama." Gadis itu berucap dengan nada menyesal setelah menatap tajam adiknya.
"Dia gak ngelakuin apapun kok, malah dia nyelametin adek gue." Rani terkejut mendengar adiknya menyelamatkan orang lain.
"Iya kedengerannya gak mungkin kak, tapi itu kenyataan." imbuh Raven sombong.
"Tapi gara-gara lo juga kembaran gue butuh di selametin." Lingga membekap mulut Java yang tiba-tiba menyela. Rani, gadis itu tetap menatap galak adiknya.
"Minta maaf sama mereka!" gertaknya. Akhirnya mau tidak mau Raven berdiri di depan ketiga saudara itu dan membungkuk dalam.
"Maafin gue ya bang, gue siap tanggung jawab semisal nanti Jeva kenapa-kenapa. Tapi sumpah deh, gue beneran gak tau kalo' dia sakit."
Gara menepuk kepala Raven berujar 'ya' pelan dan duduk di ruang tunggu yang sudah disediakan. Dia tak mau ambil pusing dengan awal mula kejadiannya, yang terpenting sekarang Jeva dulu.
Lingga ikut duduk di sebelah saudaranya sambil menarik Java untuk duduk juga. Agaknya anak ini masih tak puas jika belum memukul Raven.
Dua sepasang suami istri datang ke ruang IGD sama paniknya dengan ketiga saudara itu tadi. Lingga dan Gara melotot tak percaya bunda dan ayah mereka sudah sampai dan ada di rumah sakit sekarang.
"Siapa yang ngabarin ayah sama bunda?" tanya Gara penuh tekanan kepada dua saudaranya. Java mengangkat tangannya dengan polos lalu memberikan rasionalisasinya, "Kan lebih gampang kalo' ayah sama bunda tau, bang. Jadi gue kabarin aja sekalian."
Lingga dan Gara menepuk dahinya pelan mendengar jawaban polos Java. Ia mungkin masih tidak paham karena belum pernah melihat bagaimana sang kepala keluarga marah. Lalu dengan kepanikan sang bunda yang sulit ditenangkan dan malah akan memperkeruh suasana dengan omelannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
J.E.V.A [Tamat]
Short StoryCerita keseharian seorang bungsu keluarga Diaskar yang dimanja seisi rumah. Bahkan sampai supir, tukang kebun, dan pembantunya ikut memperlakukannya bak pangeran kecil yang harus dilayani. Saat kecil si bungsu menyukainya, tapi seiring berjalannya w...