1O

899 15 0
                                    

Indira panik setengah mati, Shanne pun panik tapi wajahnya terlihat tenang. Mungkin karena dia sudah biasa dengan Ashkana yang tiba-tiba muncul seperti ini pikir Indira.

Meskipun sejujurnya Shanne masih terkejut karena kedatangan kakaknya itu tiba-tiba. Maksudnya bagaimana Ashkana tahu rumah Sehan?

Selama ini, Shanne tidak pernah memberitahukan lokasi tempat mereka nongkrong pada kakaknya itu.

"Lo pilih mana anjing?" Ashkana kembali mengintrupsi mereka karena Shanne masih diam tak ada pergerakan.

Gagal sudah rencananya untuk menjauh dari Ashkana dan bermalam di rumah Sehan. Padahal dia sudah menantikan minum sekaleng bir dengan lelaki lucu itu nanti malam.

"Sabar, kak." Ucap Shanne.

Gadis itu perlahan memindahkan kepala Sehan ke lantai dengan jaketnya sebagai bantalan. Biarlah besok Ia ambil. Menghela napas panjang, sejujurnya Shanne tidak ingin pulang ke rumah hari ini.

"Han, gue balik." Ucap gadis itu lirih, mengusap pelan rambut Sehan.

Ashkana semakin mendidih melihatnya, dia juga ingin diperhatikan seperti itu. Kenapa Shanne tidak pernah melihatnya seperti melihat cowok playboynya itu.

"Ra, gue balik. Kalau Jo tanya, bilang aja ada urusan." Ucap Shanne pada Indira yang masih kaku di tempat sangking takutnya.

Gadis itu hanya mengangguk kaku sebagai jawabannya.

Aura yang terpancar dari Ashkana seolah ingin mencambuk adiknya. Indira takut kalau Shanne akan dipukul oleh kakaknya itu ketika sampai rumah nanti.

Apalagi kata-kata sampahnya itu. Sungguh tidak pantas diucapkan untuk seorang kakak ke adiknya. Indira tahu Shanne hanya anak angkat. Dan dia tahu kalau Ashkana membencinya sejak keluarga lelaki itu mengambil Shanne untuk dijadikan putri mereka.

Tapi, sungguh. Perkataannya sangat tidak pantas. Indira hanya bisa meringis tak sanggup jika harus satu rumah dengan lelaki modelan Ashkana.

"Shan.. kalau ada apa-apa telpon gua." Cicit Indira.

Shanne tersenyum, "pasti dong!"

Gadis itu mengambil tasnya yang tedampar di kursi, kemudian berjalan mendahului Ashkana yang masih memasang wajah seramnya itu.

Lelaki itu mengikuti Shanne, lalu matanya memicing karena mencium bau alkhohol. Dicekalnya tangan adiknya itu dengan kuat.

"Lo minum?" Selidiknya.

"Kenapa? Mau ikut?" Balas Shanne.

Ashkana menggeram marah. Minum dengan dua lelaki playboy? Apa Shanne benar-benar tidak disentuh oleh dua playboy itu? Rasanya sangat tidak mungkin menganggurkan dua gadis yang mabuk juga.

"Lo——"

"Gue nggak mabuk, Ash." Potong Shanne cepat.

Gadis itu melepaskan genggaman erat Ashkana kemudian melanjutkan jalan keluar rumah Sehan. Shanne ingin bertanya darimana kakaknya itu tahu lokasi Sehan. Tapi, Ia urungkan niatnya karena dia masih sangat kesal.

Ingin marah-marah pun rasanya sudah tidak ada tenaga. Dosa apa yang Shanne perbuat sampai memiliki kakak angkat seperti ini?

Ashkana melepaskan jas almetnya lalu memberikannya pada Shanne.

"Pake." Titahnya.

Shanne menurut saja, kalau kabur Ashkana pasti akan menemukannya lagi. Entah ada berapa mata yang kakaknya itu punya.

****

Sesampainya di rumah mereka Shanne buru-buru berjalan ke kamarnya. Dia marah karena tidak bisa menghabiskan waktu lebih lama dengan mereka. Sehan dan Joo pasti akan mencarinya ketika bangun nanti.

ASHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang