O5

3.1K 32 3
                                    

"Udah di depan?"

"Gua mangkal di gang. Takut gue, Shan. Beneran nggak papa?"

"Nggak papa. Gue udah siap, tinggal cabut aja."

Shanne mengambil tas sekolahnya, sweater lalu mengunci pintu kamarnya dari luar.

"Kalau gua dihadang kakak lu gimana?"

"Urusan gue. Lo kesini aja dulu."

Shanne mematikan sambungan telponnya.

Hari ini Shanne memutuskan untuk berangkat bersama Sehan. Menyuruh Sehan untuk menjemputnya. Dia tidak mau berangkat bersama kakak angkatnya yang menyebalkan itu. Meskipun tadi mama dan papa sudah berpesan agar mereka berangkat bersama.

Tapi rasa sakit hati Shanne masih jelas dan dia tidak ingin menambah rasa sakitnya ini dengan berangkat bersama Ashkana.

"Ann."

Kakaknya itu masih menunggu dirinya di meja makan. Dia bahkan belum menyentuh sarapannya sama sekali. Shanne tidak perduli. Dia melanjutkan langkahnya untuk ke depan.

"Lo nggak denger?"

"ANN!"

Masa bodoh Shanne.

Di cekalnya pergelangan tangan Shanne dengan erat karena tidak ada respon dari adik kecilnya itu. Shanne memberontak tak suka.

"Lepas, kak."

"Lo berangkat sama gue. Mau kemana lo?" sinis Ashkana.

"Terserah gue!" balas Shanne.

Ashkana tersenyum miring. "Lo udah nyari gara-gara sama gue?"

Shanne menghempaskan tangan Ashkana yang menggenggamnya. Gadis itu lari menuju pintu depan. Sehan sepertinya sudah sampai karena Ia tak sengaja mendengar suara motor berhenti di depan rumahnya.

"Ann!"

Ashkana mengejar adiknya. Apakah adiknya itu masih marah karena dia menamparnya? Apakah sesakit itu?

"Atas dasar apa lo nyuruh temen playboy lo dateng buat jemput?"

Ashkana berhasil meraih kembali tangan Shanne.

"Gue udah bilang ke lo, kak. Stop atur gue. Gue tau gue numpang, tapi gue juga manusia. Bukan binatang yang bisa lo atur seenaknya." kesal Shanne.

"Karena lo manusia. Lo harus nurut sama gue." balas Ashkana.

"Lawak lo?" decih Shanne.

"Lo udah langgar perjanjian kita, Ann. Tunggu hukuman selanjutnya dari gue."

"Persetan."

Shanne mendorong tubuh kakaknya, buru-buru dia ke depan. Sehan sudah menunggunya di motor.

"Cabut, Han."

Motor itu melesat meninggalkan Ashkana yang menatap mereka dengan tatapan bengisnya seakan bisa menelan mereka saat itu juga.

***

"Ribut lagi?" tanya Sehan.

Shanne mengangguk sebagai jawaban. Mereka tidak jadi ke sekolah. Hari ini mereka memutuskan untuk bolos karena pelajarannya juga tidak begitu penting.

"Gue capek, Han. Kakak gue itu keterlaluan sama gue. Iya gue tau gue cuma anak angkat. Tapi nggak gini juga dong cara dia memperlakukan gue." Ucapnya.

Sehan hanya bisa menghela napas. Sejak awal dia mengenal Shanne, Sehan tau kalau gadis ini tidak begitu disukai oleh kakaknya itu. Dalam artian, perlakuan kakaknya sangat buruk padanya.

"Apa gue tinggal di apartemen lo aja ya, Han?"

"GILA LU?" Sehan langsung shock.

Bukannya apa-apa. Kalau dia dilabrak sama kakaknya kan berabe. Masalahnya dulu pernah satu hari Shanne menginap di rumahnya dan 1 minggu dia tidak berangkat karena dipukuli oleh Ashkana.

"Gue capek banget jujur. Mama papa emang sayang banget sama gue. Tapi, kakak gue.. " Shanne menggantung omongannya.

Dibilang Ashkana tidak sayang pun rasanya tidak benar. Karena Ashkana sedikit prihatin padanya. Hanya perlakuannya yang tidak benar terhadap Shanne.

Shanne lupa dengan segala hal yang waktu itu Ashkana lakukan. Shanne lupa ketika Ashkana menciumnya waktu itu. Gadis itu tidak ingat apapun semenjak dari rumah sakit. Dia hanya ingat kalau dirinya debat dengan Ashkana lalu pingsan.

Dia tidak tahu hukuman yang Ashkana malsud tadi.

"Shan. Coba lu omongin deh semua ke mama papa lu. Bilang soal kelakuan kakak lu itu ke mereka. Gua yakin mama papa lu bakal negur karena kelakuan kakak lu emang salah." nasihat Sehan.

Ide yang tidak buruk. Tapi juga tidak bagus. Shanne bingung bagaimana harus membicarakan hal seperti ini kepada orang tua angkatnya itu.

"Persetan lah, gue capek. Nanti malem ke club aja deh. Gue pengen minum."

Shanne langsung ndelosor, tiduran di paha Sehan yang tengah memandang hamparan pemandangan dari atas bukit ini.

Tak jelas tempat ini dimana karena Shanne tidak begitu memperhatikan jalanan. Tapi, Sehan membawanya ke tempat yang sejuk dan damai. Gadis itu sampai ingin terlelap rasanya.

Mengusap surai halus Shanne. Sehan kemudian berucap. "Shan."

"Hm?"

"Lu beneran suka sama Joo?"

"Hah?"

Shanne tidak salah dengar? Sehan menanyakan hal semacam ini padanya?

"Gua tanya. Kenapa malah jadi tukang keong lu." kesal Sehan.

"Ngigo? Serius lo tanya pertanyaan macam itu ke gue? Kita temenan udah lama kali. Masa lo nggak tahu jokesnya Johan." balas Shanne dengan santai.

"Lu nggak paham juga, Shan?"

"Hah?"

"Johan itu serius suka sama lu."

Shanne tertawa. Lagian pernyataan Sehan ada-ada aja. Mereka berteman bukan baru sehari dua hari. Mana mungkin Johan benar-benar menyukainya. Bukankah selama ini mereka hanya jokes belaka?

"Ngaco. Dia bercanda, Han." Shanne masih mengelak.

"Pernah nggak lu kepikiran, apa beneran ada cowok sama cewek temenan tapi nggak ada rasa apapun?" tanya Sehan.

Shanne membuka matanya yang terpejam. "Ada, gue sama lo kan?" jawabnya.

Sehan menghela napasnya. Shanne memang bodoh sekali di kelas percintaan. Kenapa gadis itu tidak paham juga kalau dirinya dan Johan itu sedang merebutkan gadis itu.

"G-gue salah?" Shanne kembali berucap ketika melihat Sehan menghela napas.

"Nggak." balas Sehan.

Cowok itu langsung mengalihkan pandangannya ke sembarang tempat. Lebih baik dia kubur saja perasaannya pada Shanne. Karena gadis itu sepertinya hanya menganggap dirinya sebagai teman, tidak lebih.







____________

friendzone🥹

ASHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang