Chapter 19 - Masa Depan yang Berbeda

315 72 8
                                    

Selamat membaca, jangan lupa meninggalkan jejak berupa Vote juga komentar dan jika ada istilah yang keliru, mohon dikoreksi, ya! Terima kasih!

————————

Fajar baru saja menyingsing dari timur langit Ibu Kota ketika Farrel terbangun di ruang kerjanya di rumah sakit. Dia sengaja menginap untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan penting sebelum hari besarnya. Dari jendela ruang Direktur Utama di lantai 15, dia bisa melihat kesibukan tim dekorasi yang sudah mulai menata taman rumah sakit sejak subuh tadi.

"Masih sempat-sempatnya kerja di hari pernikahanmu?"

Farrel refleks menoleh ke arah pintu. Ollan berdiri di sana, sudah rapi dengan setelan tuksedo hitamnya, membawa dua cup kopi dari kedai kopi yang mereka dirikan bersama di lantai dasar rumah sakit—salah satu ide Farrel untuk membuat rumah sakit lebih ramah dan nyaman.

"Hanya memastikan semua berjalan lancar selama aku 'cuti'," Farrel menerima kopi yang disodorkan Ollan. "Lagipula, ini bukan seperti dulu lagi dimana semua bergantung padaku."

"Ah, iya, the famous 'Sistem Manajemen Terdistribusi ala Dr. Farrel'," Ollan terkekeh, duduk di sofa sambil menyesap kopinya. "Kau tahu, kadang aku masih takjub bagaimana kau bisa memikirkan semua ini. Itu seperti... kau punya pengetahuan dari masa depan atau semacamnya."

Farrel tersedak kopinya, membuat Ollan tertawa lebih keras.

"Ngomong-ngomong," Ollan mengeluarkan sebuah kotak kecil dari sakunya, "ini hadiah pernikahan dariku dan Lulu. Well, pada dasarnya ini dari Lulu karena dia yang menemukannya."

Farrel membuka kotak itu dan menemukan sebuah jam tangan klasik dengan analog sederhana namun elegan.

"Lulu menemukannya di sebuah toko antik di Menteng," Ollan menjelaskan. "Katanya jam ini dari tahun 2005. Aku pikir ini mungkin... i dunno, that mean a lot."

Farrel mengamati jam itu dengan haru. 2005–tahun dimana semuanya dimulai kembali. "Thanks, Bro. Yeah, kau benar, ini sangat berarti."

"Sekarang, ayo," Ollan bangkit, menarik lengan Farrel. "Persiapan pernikahan tidak akan menunggu siapa pun, bahkan jika kau adalah bos di rumah sakit ini."

Di lantai 12, tepatnya di ruang rapat yang telah dialihfungsikan menjadi ruang persiapan pengantin pria, tim rias professional yang diatur Lulu sudah menunggu. Dr. Sarah dan beberapa resident perempuan mondar-mandir membawa berbagai keperluan, sementara Prof. Daniel duduk di sudut ruangan, masih dengan scrub operasinya.

"Maaf, tadi ada emergency surgery yang tidak bisa ditunda," Prof. Daniel menjelaskan. "Tapi tenang, pasiennya sudah stabil. Wedding gift dari timku—menyelamatkan satu nyawa di hari pernikahanmu."

Farrel tersenyum lebar. Inilah yang dia impikan—rumah sakit yang tetap berfungsi optimal bahkan di hari-hari khusus, tanpa bergantung pada satu atau dua orang saja.

Sementara tim rias bekerja, Dr. Sarah membacakan jadwal rumah sakit hari ini. "Semua operasi elektif sudah diatur ulang minggu lalu. Emergency team sudah dibagi dalam tiga shift dengan backup. Tim manajemen interim sudah siap untuk lima hari ke depan selama kalian honeymoon. Oh, dan Lulu sudah mengatur tim dokumentasi—gabungan dari tim PR rumah sakit dan crew program TV-nya."

"Dan jangan khawatir soal resepsi," Ollan menambahkan. "Cafetaria sudah diubah jadi ballroom dadakan. Chef Andi bahkan membuat menu special yang menggabungkan comfort food rumah sakit dengan fine dining. Dia menyebut itu dengan 'The Healing Menu'."

Tepat saat persiapan selesai, Lulu menyeruak masuk dengan tergesa. "Guys! Marsha sudah siap. Dan percaya padaku, she looks AMAZING!"

Farrel bisa merasakan jantungnya berdebar. Di kehidupan sebelumnya, pernikahan mereka digelar di ballroom hotel mewah, dengan ratusan tamu dari kalangan elit medis dan bisnis. Tapi kali ini, mereka memilih lokasi yang lebih bermakna—rumah sakit yang telah menjadi saksi perjalanan cinta dan perjuangan mereka.

Second Chance Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang