Di bawah sinar matahari yang terik, segerombolan mahasiswa terlihat cukup mencolok dengan rompi hijau neon dan safety helmet berwarna putih yang mereka kenakan. Praktikum untuk mata kuliah perpetaan lah yang membuat mereka sekarang berada di kawasan hijau kampus—atau hutan kampus yang di mana memang biasa digunakan untuk kegiatan mahasiswa.
Di tengah area ini terdapat lahan luas berumput yang sedikit berbukit. Jalan setapak membelah kawasan itu, terdapat pula beberapa gazebo kayu di pinggir kolam yang memantulkan bayangan pohon-pohon di sekitarnya.
Ugi yang sedari tadi bertugas membawa tripod dan theodolite—alat yang mereka gunakan untuk praktikum—dari titik ke titik akhirnya bisa mendesah lega saat meletakkan alat itu ke tanah, lalu mengibaskan tangannya yang terasa cukup pegal, dan membiarkan Bagas yang kali ini menyiapkan theodolite.
Kemudian cowok itu melepas safety helmet yang dikenakannya, beralih menggunakan helm itu untuk mengipas wajah sambil tangannya yang lain menyeka keringat di dahi lalu menyugar rambut ke atas.
"Gas, udah belum? Yang bener lo masangnya!" teriak Elzar dari kejauhan, sedang memegang rambu ukur.
"Sabar!" balas Bagas tak kalah keras.
"Gue udah coba lurusin nih tripod, tapi kenapa bubble-nya masih lari-lari? Nih alat ngambek apa gimana?" Ugi yang hendak meraih botol minum dari tasnya mengurungkan niat ketika mendengar gumaman Bagas yang berdiri di samping tripod sambil masih memutar leveling screw.
"Eh, tapi ini kita titiknya udah bener kan? Jangan-jangan emang dari awal salah posisi." Timbrung Kana yang sedari tadi hanya duduk di atas rerumputan dengan buku yang digunakan untuk mencatat data tidak pernah lepas dari tangannya, sambil menunggu alat berhasil disetel.
"Udah bener kok, udah dicek sama GPS. Tripod-nya aja nyusahin." Balas Bagas tanpa menatap Kana, masih mencoba membuat gelembung udara berada di tengah.
"Coba sini gue cek. " Ugi kembali mengenakan safety helmet, kemudian menyisingkan lengan kemeja yang sebenarnya sudah ia lipat hingga siku lebih tinggi lagi sambil mendekat ke arah Bagas. "Biasanya kalo bubble-nya nggak mau diem berarti tripod lo goyah—refleksi dari iman lo."
"Ye, tai!" Bagas membalas candaan Ugi sambil bergeser, memberi ruang untuk Ugi mengatur ulang alat yang mereka gunakan.
"Ya udah biar gue yang nyetel, nih alat emang kayanya mau disentuh sama gue doang."
"Iya, Gi. Dia emang tau sih mana yang bisa ngetreat dia better, sama yang enggak." Shani—salah satu anggota kelompok menimpali candaan Ugi.
"Wah! lo belom kena princess treatment gue aja sih, Shan."
"Dih! Gamau juga sih gue."
Ugi hanya terkekeh mendengar perdebatan Bagas dan Shani, lalu kembali fokus untuk mengatur ulang theodolite. Kaki Ugi menekan ujung tripod agar tertancap stabil, untuk menghindari kesalahan pada data dan berujung mereka pusing dengan revisi pada laporan nanti.
Setelahnya Ugi mulai memasang kepala theodolite ke atas tripod, memutar pengunci hingga terdengar suara klik lalu ia menunduk untuk melihat gelembung level di alat tersebut. Dengan teliti Ugi memutar knob pada kaki tripod untuk menaikkan atau menurunkan sedikit setiap sisi hingga gelembung udara berada tepat di tengah lingkaran.
"Zar, rambu ukurnya udah di tempat? Gue mau mulai ngebidik!" seru Ugi dengan nada cukup tinggi untuk memastikan Elzar yang kebetulan sekelompok dengannya mendengar ucapannya.
"Udah!" Elzar balas berteriak karena memang jarak mereka cukup jauh.
"Oke, siap!" balas Ugi seraya mendekatkan mata ke lensa theodolite. Tangannya memutar knop pengatur, sementara mata kirinya menutup untuk mencoba memastikan garis bidik sudah sejajar dengan rambu ukur yang dipegang oleh Elzar dari kejauhan. "Geser dikit, Zar! Jangan terlalu jauh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Light Your Way Home
RomanceUgi dan Sabina bagaikan dua bagian dari satu jiwa. Mereka berbagi dunia yang di mana hanya mereka yang mengerti tentang apa yang ada di dalamnya. Namun apa yang mereka miliki adalah paradoks. Semakin mereka mengambil langkah untuk mendekat pada sat...