Ugi dan Sabina bagaikan dua bagian dari satu jiwa. Mereka berbagi dunia yang di mana hanya mereka yang mengerti tentang apa yang ada di dalamnya.
Namun apa yang mereka miliki adalah paradoks. Semakin mereka mengambil langkah untuk mendekat pada sat...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Seorang gadis memperhatikan penampilannya di kaca panjang yang berada di kamarnya. Kaos biru muda dengan bordiran gambar kitten berlengan pendek yang melekat pas di tubuhnya, rok lace putih dengan panjang sebatas atas mata kaki memperlihatkan kaos kaki putih dan sepatu mary janenya yang berwarna merah gelap. Belum lagi poninya ia hiasi dengan jepitan berbentuk bintang menambah kesan lucu pada outfitnya hari ini. Sabina tersenyum, puas dengan penampilannya.
Kemudian Sabina menuruni tangga sambil cengengesan ketika mendapati Ugi sudah duduk menunggunya di ruang tengah dengan setoples keripik pisang berada di pangkuannya, sedangkan tangan kirinya asyik bergulir di layar ponsel. Sabina mengangkat kedua alisnya ketika Ugi menatapnya dengan tatapan datar. Tidak peduli dengan respon Ugi, Sabina justru melebarkan roknya lalu berputar-putar di depan Ugi.
Kontras dengan penampilan Sabina, tubuh Ugi dilapisi kaos hitam dengan tulisan Deftones, dan sebuah rompi tanpa lengan berwarna hijau gelap. Cargopants dengan warna gelap membalut kaki panjangnya.
"Outfit check! Lucu kan Mas, outfitku hari ini? Clairo girl coded banget nggak sih?"
Tidak memberikan Ugi kesempatan menjawab, Sabina justru menyanyikan sepenggal lirik lagu dari penyanyi favoritnya itu. "Can't you see me i'm waiting for the right time? I can't read you but if you want the pleasure's all mine." Sabina masih berputar-putar asyik menyanyikan lagu yang ada di kepalanya.
"Aku hampir ngabisin setoples keripik ini nungguin kamu, lama banget!" gerutu Ugi seraya mengangkat toples yang tadi berada di pangkuannya ke hadapan Sabina, menunjukkan isinya yang sudah tandas setengah toples.
"Aku harus benerin eyelinerku beberapa kali, Mas Ugi tau kalo eyelinerku nggak rapi aku bisa nggak mood seharian."
"Kayak gitu doang masa lama."
Sabina memutar matanya mendengar balasan dari Ugi. "Mas Ugi mana ngerti gimana ribetnya harus samain ujung eyeliner biar yang kanan sama yang kiri itu sama."
Ugi hanya membalas gerutuan Sabina dengan kekehan kecil, lalu merangkul bahu gadis itu untuk menuju dapur, tempat di mana Mama dari Sabina atau yang biasa ia panggil Tante Jani itu berada, bermaksud untuk berpamitan.
Mereka memang memiliki rencana untuk mengunjungi stationery store hari ini. Sabina yang akan memasuki lembaran baru hidupnya dengan menjadi seorang mahasiswa baru di jurusan sastra inggris terlihat bersemangat untuk berbelanja peralatan yang ia butuhkan untuk masa perkuliahannya.
Sabina sudah membayangkan notebooknya akan dipenuhi stiker-stiker lucu dan tulisan warna-warni, serta perintilan-perintilan menggemaskan lainnya. Padahal Ugi sudah bilang, laptop, tablet, dan digital pen yang dimiliki gadis itu sudah cukup. Tidak perlu lagi membeli peralatan tulis. Tapi Sabina kekeuh dengan pendiriannya, ia lebih suka mencatat di buku dari pada menyimpan note di tablet. Jangan tanya kenapa, karena Sabina juga bingung.