"Lucu sekali ekspresimu saat ini, sayang."
••©••Tika mengerutkan salah satu alis kala memasuki bangunan bertingkat yang dari luar sekilas nampak seperti Bank BNI cabang Yogyakarta yang ada di Malioboro. Bangunan bergaya kolonial bercat putih belak itu terbilang luas, buktinya saja lobinya mampu untuk main futsal mini jika dikira-kira. Tak hanya itu saja, lorong-lorong di sini penuh lukisan klasik serta lampu-lampu tertempel pada dinding layaknya lentera. Jika melihat bagian atap, lukisan Yesus serta para pengikutnya memenuhi sudut-sudut kubah di lobi tadi. Tika kembali merasa aneh.
"Lo mau bawa gue ke mana?" tanya perempuan itu kurang nyaman. Tangannya masih saja mengusap-usap lengan atasnya yang tertutup lengan dress model bishop sesiku.
Selepas pulang dari kampus di jam lima sore setelah menunggu Javas menemui mahasiswa bimbingannya, pria berkemeja navy lengkap dengan dress pants serta wingtip di depannya itu membawa dirinya kemari tanpa memberitahukan apapun. Tika menghidu aroma lavender yang menguar dari pintu berwarna coklat terlapis vernis di depannya. Saat Javas membukanya, aroma itu kian menguat menusuk indera penciuman.
Sosok anak perempuan berambut panjang dengan poni di depan dahi yang memakai pakaian tidur corak tsum-tsum, tiba-tiba berlari dan menghambur memeluk Javas. "Papi ke sini lagi?"
Pria berkemeja itu tersenyum cerah, menggapai anak perempuan itu dan mengangkatnya tinggi lantas menggendongnya. "Iya Papi ke sini, udah janji kan?"
Tika tidak bisa untuk tidak tercengang. Jadi benar ucapan Lilyana kalo dosen tehnik ini punya anak cewek? Kok hatinya agak-agak ngilu, ya?
"Papi-papi, Mami tadi juga ke sini bawain aku parfum lavender. Sekarang aku wangi, kan?" Anak perempuan itu merentangkan tangannya menunjukkan bahwa dirinya telah beraroma wangi.
Javas terlihat menghidu aroma yang menguar dari tubuh bocah itu dan mengangguk. "Ah, benar sekali. Kamu wangi Icha. Mami ke sini sendiri?"
Icha menggeleng. "Enggak, Mami ke sini sama cowok bajunya kotak-kotak, kayaknya pacar barunya, Pi." Ia lantas mengarahkan pandangannya pada Tika yang berdiri mematung. "Tante ini siapa, Pi?"
Javas menolehkan wajahnya masih menggendong Icha yang berpegangan pada pundaknya. "Tante Tika, pacarnya Papi."
"Heng? Papi punya pacar, ya, aku kira sendiri." Icha kemudian turun dari gendongan pria itu dan mendekati Tika sembari mengulurkan tangannya. "Halo Tante, aku Icha. Salam kenal."
Tika mengerjapkan matanya beberapa kali, terlihat bingung dengan situasi yang ada lalu meraih uluran tangan kecil di hadapannya. "A-ah, oke. Salam kenal," balas perempuan itu kaku.
Gadis kecil ini kemudian membalikkan badannya, berjalan mendahului Javas. Rambut coklat panjang sepunggungnya bergoyang mengikuti irama langkahnya. Pria itu ikut menyusul meninggalkan Tika yang belum juga mengerti. Kakinya kemudian ikut melangkah guna mengikuti, ia mengedarkan pandangan. Ruangan ini didominasi dinding bercat putih belak, furniture meja kursi serta almari kayu berukir yang sekarang ia lewati menambah kesan estetik. Model ranjang ukuran single berisi penuh boneka, rak buku yang setiap sekatnya terisi, juga jendela kaca berteralis membuat suasana di sini jadi hidup. Tika mengarahkan pandangannya kala melihat sebuah foto yang terpajang di sisi atas rak buku setinggi 120 cm.
KAMU SEDANG MEMBACA
Grahita Kama
RomanceApa yang enak dari hidup seorang Diandra Pramustika? Menjadi istri seorang dosen? Bisa tinggal bersama sosok yang dicintai? Atau karena jadi mantu presiden? Oh, bukan-bukan. Nyatanya Tika tidak suka dengan semua itu, sial! Untuk apa dirinya harus b...