"Kita nggak bisa tinggal diam." Rey bangkit dari posisinya yang semula duduk sambil bersila.
Sudah hampir tiga jam dia dan Gala terkurung di ruangan sempit berbentuk persegi bersama Peter yang sudah lebih dulu di tahan disana.
"Abang tau nggak kalau nggak ada jalan lain selain pintu utama? Kita harus melewati itu jika ingin keluar." ujar Peter.
Rey mengangguk. "Hm, kita tidak akan bisa membebaskan diri jika mengandalkan taktik sembunyi-sembunyi, kita pasti ketahuan."
"Jadi apa rencana Abang?" tanya Gala.
"Kita akan provokasi mereka. Di perjalanan tadi saya sudah menghubungi anggota dengan mengirimkan beberapa bukti yang kita dapatkan, dan mereka pasti akan segera sampai disini. Namun untuk memiliki alasan agar bantuan bisa bergerak adalah kita harus di serang lebih dulu." ujar Rey penuh penekanan.
Peter yang memperhatikan Rey memberikan instruksi sambil bersandar pada dada Galaksi sontak mendongak lalu menatap wajah suaminya dengan sendu.
"Kenapa?" tanya Gala.
"Apa nggak apa-apa?"
"Apanya?"
Peter menarik nafas kemudian membuangnya pelan. "Kamu berdiri berseberangan dengan Papi kamu." ucap Peter, merasa prihatin dengan posisi sang suami.
"Ini semua gara-gara aku ya, Gal?"
Gala tentu saja tak terima, ia memutar tubuh Peter agar mereka saling berhadapan. "Kak, sayang ... Semua ini sama sekali bukan salah kamu, malah kamu menjadi korban disini. Di jadikan sandera tanpa alasan, mendapatkan penyiksaan dan pengancaman, semua itu kriminal Kak." Gala menenangkan Peter sambil mengusap rambut kusut istrinya dengan lembut.
"Tapi tetep aja aku nggak mau jadi alasan kamu harus dilema dan melawan Papi kamu."
Gala menggantungkan telunjuknya di depan bibir Peter.
"Aku nggak melawan Papi, aku melawan ketidak adilan, aku polisi sama seperti Kakak, seperti Bang Rey. Aku sudah bersumpah untuk melawan ketidak adilan itu, melawan siapapun yang melawan hukum tanpa pengecualian." ucap Gala penuh keyakinan.
"Ya? percaya sama aku."
Peter mengangguk kemudian kembali memeluk erat tubuh sang suami. Normalnya, Peter tidak pernah mau melakukan hal semacam itu di depan orang lain, namun rasa rindunya pada Gala membuatnya selalu ingin menempel pada orang itu, belum lagi keadaan apa yang akan mereka hadapi setelah ini, membuat Peter seperti ingin memanfaatkan waktu sebanyak-banyaknya agar bisa memeluk Gala lebih lama.
"Jadi Bagaimana Bang?"
"Sudah bermesraan nya? Lupa kalau Abang juga ada disni?" sindir Rey dengan tatapan menghakimi.
"Hehe maaf ya Bang, maklum kangen. Abang mana ngerti kan Abang jomblo." balas Galaksi yang langsung di sahuti tertawa oleh Peter.
"Ya nggak di tempat penyanderaan begini juga."
"Maaf Bang." cicit Peter.
"Sudah-sudah. Mari kita lanjutkan. Kita harus memancing mereka untuk melepaskan kita dari sini dulu, kemudian memancing mereka untuk menyerang lebih dulu tapi usahakan jangan sampai terluka, yang penting sudah menjadikan kita terpojok cukup, kalau bisa Gala ... Kamu punya hubungan emosional dengan pelaku, seharusnya kamu bisa menjadi tameng kita agar mereka tidak sontak melukai kita."
"Nggak Bang, jangan Gala. Justru karena Gala memiliki hubungan dengan pelaku, Gala harusnya jadi yang paling terakhir. Biar saya saja, saya punya hubungan juga sebagai putra korban pertama Jenderal Bumi."
Gala sontak membulatkan matanya mendengar kalimat yang di ucapkan Peter. "Kak ... Kau tau dari mana?"
Peter menatap lembut kearah sang suami. "Aku sudah tau, tentang Papa dan Papimu, trus juga misi kalian diam-diam tanpa aku tahu, yang menyebabkan semua ini jadi seperti ini."
"Kak Pete, aku nggak bermaksud untuk berbohong atau ...."
"Sshhh ... Aku paham, kalian hanya coba membantu, aku nggak berhak nyalahin kalian setelah nyawa Om Onal sama Sersan Leo sudah jadi korban."
"Maafin kami Pete." Rey menimpali.
"Saya yang harusnya minta maaf Bang."
"Kalau begitu, sekarang mulai pancing mereka. Berteriak apa saja yang bisa memprovokasi mereka untuk membuka pintu itu. Orang-orang yang pegang senjata biar jadi bagian saya, setelah itu kalau kita bisa rebut senjatanya Peter yang punya keahlian menembak sangat baik akan memback up kita, lalu Gala walaupun kondisimu tidak baik, tapi kemampuan bela diri mu masih luar biasa."
"Bagaimana kalau kita terpojok duluan Bang."
"Intinya hadapi yang bersenjata dulu, misinya adalah amankan satu senjata sebelum fokus menyerang." perintah Rey.
"Baiklah, Abang yang jadi komandan."
Ketiganya mengangguk sebagai tanda setuju, misipun dimulai.
Gala berdiri di balik pintu, menatap keluar memlalui celah kecil yang ada, ia tidak melihat siapapun berjaga, mungkin karena orang-orang itu menganggap tempat tersebut aman.
"HAIKAL ... DASAR PENGKHIANATAN, KELUARKAN KAMI DARI SINI." teriak Gala dengan lantang. Namun itu belum juga berhasil.
"KAU KIRA DENGAN MENGURUNG KAMI DISINI BERARTI BISA MELENYAPKAN BUKTI? KAU PIKIR AKU BODOH? AKU SUDAH MENGIRIMKAN SALINAN VIDEO TENTANG BUKTI KEJAHATAN PAPI KE MEDIA, ITU AKAN TERKIRIM OTOMATIS SEBELUM MATAHARI TERBIT."
Suara Galaksi terdengar menggema, namun tidak ada respon sama sekali.
"Bagaimana ini Bang? Apa akan gagal? Sepertinya Papi sedang tidak dirumah."
"Jenderal Bumi memang sedang tidak di rumah." Peter menimpali.
"Darimana kau tahu?" tanya Rey antusias.
"Sebelum dia menemuiku beberapa waktu sebelum kalian datang, aku dengar dia berbicara dengan anak buahnya soal bertemu tamu penting di istana." Peter menjelaskan.
"Ini kabar baik. Ini akan lebih mudah." ucap Rey dengan mata berbinar.
"Tapi nggak ber ...."
Ucapan Gala terputus begitu suara besi berdecing di belakangnya terdengar kuat, Rey dan Peter juga sontak berdiri bersamaan.
"Berani-berani bikin keributan." hardik salah seorang dari beberapa pria berbadan kekar yang masuk dengan moncong senjata yang di arahkan ke tiga orang polisi itu.
"Bermain-main dengan polisi? Kau fikir kami bodoh dan sedang bercanda?" Rey memprovokasi.
"Polisi dengan pangkat rendahan? Kalian bisa apa." balas orang itu dengan angkuh.
"Jangan bermain-main dengan perwira."
Seperti di beri aba-aba, ketiga polisi itu bergerak hampir bersamaan. Gala yang berdiri paling depan langsung menyerang pria yang berbicara dengan gerakan cepat dan tiba-tiba sehingga orang itu tersentak dan dengan mudah Gala mengunci tubuh tangan orang itu di belakang tubuhnya lalu merebut senjata yang ia gunakan.
Sementara Peter dan Rey sempat di berondong peluru, beruntung semuanya meleset kecuali satu yang untungnya hanya melewati daun telinga Peter, tanpa menimbulkan luka serius.
"Polisi rendahan yang mana yang kau maksud keparat?" hardik Peter sambil menghajar dua orang sekaligus tanpa ampun. Bunyi tulang yang patah di ikuti ringisan tertahan terdengar bersahutan begitu Peter dengan percaya diri mematahkan tulang kaki, tangan maupun leher orang-orang itu. Kurang dari lima menit, lima musuh tumbang.
"Srigala yang ini tidak menggigit, tapi mematahkan tulang." ledek Peter sambil menginjak kepala salah satu dari mereka.
"Kak telingamu ...."
"Bukan waktunya, kita harus keluar dari sini." sela Peter lalu berjalan dengan langkah pasti. Ia baru saja mendapatkan kembali kepercayaan dirinya.
"Mari kita selesaikan ini."
YOU ARE READING
A SECRET [POOHPAVEL]
Fanfiction"Berlututlah sebelum timah panas ini menembus kepalamu" ~Peter Jayden