Chapter 31

604 71 2
                                    

Chapter 31: Menyerbu Jepara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Chapter 31: Menyerbu Jepara

Fajar belum menampakkan sinarnya ketika tenda utama di kemah pasukan Kekaisaran sudah dipenuhi hiruk-pikuk diskusi.

Para priagung, termasuk Tumenggung Suryopranoto, Adipati Jipang, Adipati Tuban, dan Pangeran Arya Candrasena, tengah merundingkan langkah terakhir sebelum menyerbu Jepara.

“Kita akan menyerang tepat saat waktu pergantian jaga.” Tumenggung Suryopranoto mengawali rapat dengan tegas. “Mereka baru saja menyelesaikan tugas malam, tenaga mereka pasti melemah. Itu waktu terbaik untuk menyerang.”

Adipati Tuban mengangguk, menyetujui rencana tersebut. “Namun, pastikan tak ada kebocoran informasi. Pasukan harus bergerak senyap.”

Di sudut ruangan, Mas Pengging diam memperhatikan.

Mas Pengging tahu betul bahwa kehadiran mereka sudah terendus musuh. Tapi, dia tak ingin menciptakan kekacauan dengan membahas perkelahiannya bersama Raden Agung.

Setelah rencana disepakati, prajurit diperintahkan bersiap.

Dalam hitungan menit, seluruh pasukan Kekaisaran bergerak dalam formasi rapi, menyelinap keluar dari kemah menuju Kadipaten Jepara.

Pagi yang seharusnya tenang di Jepara kini terasa penuh ketegangan.

Dari kejauhan, suara langkah kaki yang berat bergemuruh, memecah keheningan.

Pasukan Kekaisaran menuruni bukit dengan formasi rapi, deretan prajurit dengan tombak tinggi dan tameng besar berbaris serempak.

Di tengah iring-iringan, panji Kekaisaran berkibar angkuh, dihiasi simbol matahari yang memancarkan sinar keemasan.

Deru langkah mereka membuat tanah bergetar, seolah mengirimkan pesan akan kehancuran yang mendekat.

Dari atas bukit, prajurit Kekaisaran tampak seperti gelombang air bah yang siap menerjang.

Tombak-tombak mereka berkilauan terkena sinar pagi yang mulai menyelinap, membentuk barisan yang sulit ditembus.

Para komandan berkuda di depan iring-iringan, memberi aba-aba dengan tegas dan memastikan barisan tetap kokoh.

Pasukan pemanah berada di sisi belakang, siap meluncurkan serangan mematikan kapan saja.

Penduduk Jepara yang masih bersembunyi di rumah masing-masing tak berani mengintip lebih lama.

Mereka hanya bisa berdoa agar perang ini cepat berakhir tanpa menyentuh mereka.

Kota Kadipaten Jepara yang biasanya ramai kini seperti kota mati.

Pasar yang biasa dipenuhi pedagang dan pembeli kosong melompong.

Lorong-lorong di dalam kota hanya dihuni oleh bayang-bayang, dan pintu-pintu rumah tertutup rapat.

[BL] Kartika Ing Kisma Dhahas 🔞 | END✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang