Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Chapter 45: Tanda kepemilikan
"Bagaimana dengan malam ini?"
Mas Pengging menaikkan alisnya, sedikit bingung dengan pertanyaan Raden Hemas.
Raden Hemas memainkan ujung kainnya karena gugup.
"Apa maksudmu soal malam ini?" tanya Mas Pengging, pandangannya tetap tertuju pada Raden Hemas.
"Apakah Kangmas tidak ingin melakukannya?"
Ekspresi Mas Pengging berubah.
Ada sedikit keterkejutan yang muncul di wajahnya saat ia tampaknya memahami maksud istrinya.
"Oh," gumam Mas Pengging, suaranya sedikit lebih lembut. "Maksudmu soal itu."
Mas Pengging terdiam sejenak, lalu menjawab. "Kalau itu yang kamu inginkan, kita bisa melakukannya. Kangmas hanya menahan diri karena tadi kamu menangis."
"Kangmas bilang hanya ada aku, sekarang aku lebih tenang."
Ekspresi serius Mas Pengging perlahan melunak, dan ada sedikit kelegaan yang terlihat di matanya.
"Bagus.." ucap Mas Pengging, nadanya masih tegas, tapi kini ada kelembutan yang menyertainya. "Kangmas senang kalau kamu sudah lebih tenang. Apa yang Kangmas katakan tadi, Kangmas sungguh-sungguh. Kangmas tidak berniat mengambil selir atau siapa pun. Hanya kamu."
Raden Hemas menatap suaminya, pandangannya masih intens seperti sebelumnya.
Raden Hemas tampaknya memikirkan sesuatu sebelum akhirnya bertanya, "Kangmas yakin?"
"Mmm..."
Mas Pengging melangkah mendekat, matanya tetap terkunci pada Raden Hemas.
Mas Pengging memandangnya dengan seksama, seolah mencoba membaca pikiran Raden Hemas.
"Kalau kamu tidak keberatan," gumamnya, nadanya dalam dan tegas, "maka ayo lakukan malam pertama kita."
Ekspresi Mas Pengging sedikit menggelap, ada semburat hasrat yang terlihat di matanya, dia terlihat sedikit liar.
Mas Pengging semakin mendekat, membuat jantung Raden Hemas berdegup lebih cepat.
"Apa Kangmas pernah punya pengalaman soal... ini?"
Mas Pengging menatap Raden Hemas sebentar, lalu menghela napas pendek. Ekspresinya tetap tenang, tetapi ada sedikit senyum di sudut bibirnya.
"Soal hubungan suami istri? Tidak seperti yang kamu bayangkan, Kangmas belum pernah melakukannya. Tapi Kangmas bukan orang yang buta sama sekali soal ini."
"Kalau begitu... bagaimana Kangmas tahu caranya?"
Raden Hemas bertanya dengan wajah malu-malu, tetapi rasa penasarannya lebih besar daripada rasa malu.