28. The Past III
"Kau pikir aku tidak tahu apa yang kau lakukan di luar sana?" Ayah Dalton menatap sinis ke arah Dalton, "Apa kau pikir aku tidak tahu alasan kenapa kau mendadak jadi pembangkang seperti ini?"
Dalton berdiri di depan Ayahnya, di lantai ada Ibunya yang terduduk menggenggam erat kaki Dalton, kalau Dalton tidak datang cepat dan menghentikan siksaan yang Ayahnya berikan kepada Ibunya, mungkin Ibunya bukan hanya babak belur tapi juga kehilangan kesadarannya.
"Perempuan itu, aku tahu soal perempuan itu, jangankan soal dia, keluarganya, bisnis keluarganya, tidak ada yang tidak ku ketahui." Ucap Ayah Dalton seraya memutar ikat pinggang di tangannya yang ia pakai untuk memukuli istrinya sendiri.
"Ayah menyelidikinya? Ayah memakai koneksi Ayah lagi dengan bajingan dari Devil's Allure itu untuk menyelidiki kehidupan seorang siswi SMA?!" Teriak Dalton tak menyangka, namun naiknya intonasi suara Dalton membuat Ayahnya mengernyit tak senang.
"Pelankan suaramu dan bicara yang benar jika kau tidak ingin berakhir serupa seperti Ibumu." Maki Ayah Dalton seraya menunjuk ke arah istrinya yang terduduk di lantai berpegangan erat pada kaki Dalton.
"Kau satu-satunya keturunan yang ku miliki, aku tidak ingin memiliki anak yang mengecewakan, kau harus lebih sempurna dariku, kau ku ciptakan untuk itu, untuk melanjutkan apa yang tidak bisa ku lakukan karena usia ini membatasiku, kau pikir kenapa aku memutuskan untuk memilikimu dan menikahi Ibu sialanmu ini di saat usia ku telah menginjak 49 tahun? Karena sayangnya sampai saat ini tidak ada obat yang bisa membuat nyawa seseorang hidup lebih lama, tapi aku bisa membuat versi lain diriku jika aku ingin dan itu aku lakukan melalui dirimu."
Dalton berdecih, "Aku tidak akan pernah mau jadi seperti dirimu, aku tidak akan pernah jadi monster sepertimu yang menyakiti istrimu sendiri dan anak yang susah payah kau dapatkan."
Ayah Dalton memiringkan kepalanya menatap Dalton dengan tatapan jengah, "Berhenti bicara dan bawa Ibumu keluar, Wyatt sudah menunggu di luar untuk mengantarkan kalian ke bandara."
"Aku bilang aku tidak mau pergi." Dalton keras kepala, Ibunya yang duduk di lantai meremas kakinya untuk mengingatkan Dalton bahwa apa yang Dalton lakukan ini berbahaya, tidak ada hal baik yang terjadi jika Dalton melawan Ayahnya.
Ayah Dalton menganggukkan kepalanya, ia berjalan ke meja kerjanya dan membuka laci meja kerjanya itu, mengeluarkan senjata api dari laci meja tersebut dan mengarahkannya ke istrinya yang masih terduduk di lantai.
"Kau tahu aku bisa melubangi kepala Ibumu sekarang dan membuang mayatnya ke tempat entah berantah, lalu memerintahkan anak buahku untuk menyeretmu secara paksa ke mobil dan kau tetap akan pergi ke Rusia pada akhirnya namun tanpa Ibumu, jadi pilihan ada di tanganmu, kau pilih pergi dengan Ibumu atau tanpa Ibumu."
Pupil mata Dalton bergerak menatap senjata api yang Ayahnya todongkan dan pada Ibunya yang menatapnya dengan matanya yang terdapat lingkaran memar bekas pukulan, Ibunya itu menggelengkan kepalanya pelan memberikan isyarat pada Dalton untuk tidak melawan Ayahnya lebih jauh.
Dalton menghembuskan nafasnya pasrah, bahunya yang semula tegang turun ke bawah karena memilih untuk mengalah, ini pertama kalinya Dalton melawan dan pada akhirnya Dalton tidak bisa menang dari Ayahnya.
"Baiklah, aku akan pergi ke Rusia dengan Mama." Dalton menunduk membantu Ibunya untuk berdiri, Dalton membawa tangan Ibunya yang memar melingkar di bahunya.
"Tunggu." Ayah Dalton menghentikan langkah Dalton dan Ibunya.
Dalton melirik malas ke arah Ayahnya itu, "Apa ada lagi yang Ayah inginkan dariku?"
"Berikan handphonemu."
Dalton menggelengkan kepalanya menolak, namun Ayahnya berjalan menghampirinya dan merampas handphone tersebut dari saku Dalton dan mengibas-ngibaskan tangannya mengusir Dalton untuk pergi dari hadapannya.
Dalton menuntun Ibunya yang kesulitan berjalan keluar dari ruangan Ayahnya, dengan suara pelan dan penuh kebencian Dalton berbisik namun tetap bisa didengar oleh Ibunya.
"Aku berharap dia mati, saat dia mati maka aku akan meludahi peti matinya."
***
Dalton telah merencanakan banyak cara untuk kabur dari Rusia, namun Ayahnya selalu berpikir selangkah lebih unggul dibandingkan Dalton sendiri, Dalton selalu diawasi oleh anak buah Ayahnya dan prestasi Dalton selalu dipantau.
Setiap tahun Ayahnya akan datang dan Ibunya akan duduk di samping Ayahnya dengan tubuh gemetar ketakutan, menatap memohon kepada Dalton untuk tidak membuat masalah.
Dan perkataan Ibunya selalu membayangi Dalton, permohonan Ibunya di malam sebelum kedatangan Ayahnya.
"Ibu mohon jangan buat Ayahmu kesal, Ayahmu hanya ingin kau meneruskan langkahnya, kau cukup tunjukan bahwa kau mampu, setelah semua selesai kau bisa kembali, kau bisa dapatkan apa yang kau tinggalkan kembali."
Dalton mengunci kenangannya dengan Jane dalam-dalam, mengubur dirinya sendiri dalam kesibukan, setiap kali Dalton membawa hasil yang memuaskan pada Ayahnya senyum Ayahnya akan melebar dan Ibunya tidak akan mendapatkan hukuman atas kegagalan Dalton.
"Aku bersumpah aku akan meludahi peti matimu saat kau menghembuskan nafas terakhirmu." Ujar Dalton tak berperasaan pada Ayahnya yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit, sepuluh tahun terlewati dan akhirnya laki-laki diktator seperti Ayahnya pada usia yang ke 66 jatuh sakit, kehebatannya, kemampuannya untuk bereksperimen dengan obat-obatan tak membuatnya bisa hidup lebih lama.
Dan Dalton tidak punya keinginan untuk membuat Ayahnya hidup lebih lama, Dalton tidak pernah merasa lebih bebas selain saat melihat Ayahnya menghembuskan nafas terakhirnya.
Mata Ayahnya menajam ke arah Dalton, "You disgraceful piece of shit, tujuanmu ku ciptakan itu untuk kebaikanmu keluarga Konstantine dan kebaikanmu sendiri, tapi meski sudah ku perjuangkan kau tetap saja mengecewakan, membuatku bertanya-tanya di bagian mana yang salah sampai aku teringat mungkin seharusnya aku tidak memilih Ibumu sebagai wanita yang mengandung benihku, seharusnya aku memilih wanita lain yang lebih berguna agar hasilnya tidak gagal dan mengecewakan sepertimu,
***
Dalton mengerutkan keningnya saat ia menginjakkan kembali kakinya di rumah yang telah sepuluh tahun ia tinggalkan, rasanya asing, dan kini Sebastian berdiri menyambut kedatangannya, berpakaian rapi seperti pakaian yang dulu Ayah Sebastian pakai saat menjadi tangan kanan Ayah Dalton.
"Kau menggantikan Ayahmu?" Decih Dalton saat melihat Sebastian dari ujung kepalanya hingga ujung kakinya. "Jadi ini alasan kenapa kau lebih dulu pulang dari Rusia?"
Selama Dalton di Rusia, Sebastian juga berada di sana, menemani dan memenuhi semua apa yang Dalton butuhkan.
"Dia ingin pensiun, lagi pula bayarannya besar." Balas Sebastian seraya menggerakkan tangannya mempersiapkan Dalton untuk masuk, "Selamat datang kembali Tuan Dalton."
—

KAMU SEDANG MEMBACA
[3A] SHATTERED [END]
RomanceDalton Ludovic Konstantine bertemu kembali dengan cinta pertamanya semasa SMA yaitu Jane Austyn yang sekarang bekerja sebagai petinju dengan nama samaran Rabbit Punch. Dalton dibuat bingung namun juga terpesona untuk ke sekian kalinya oleh Jane saat...