Bab 6, Pupus jadi Debu

319 25 0
                                    

Kamu bakal ngerti perasaanku, mungkin suatu hari nanti kalau kamu ada di posisiku. Atau, kamu juga udah pernah ada di posisiku? Ngeliat orang yang bener-bener kamu suka, ternyata benar-benar sudah diambil orang dan menjadi seseorang yang tak sama lagi.

Sungguh hatiku sangat terguncang. Apalagi waktu di kantin, Miuki sama Zen makan bareng sambil saling melirik mesra. Di tempat yang sama, aku hanyalah debu yang berterbangan di sekitar mereka 💔

Setelah melihat adegan itu, aku bisa menyimpulkan bahwa kayaknya mereka sangat dekat bahkan lebih dekat dari pada waktu MOS. Gosipnya juga mereka sudah jadian. Melihat adegan di kantin dan adegan pelukan kemarin, mungkin bukan sekedar gosip lagi. Namun, sudah benar-benar menjadi sebuah kenyataan.

Tapi Zen pacaran?

Seorang Zen!

Calon ketua rohis sekolah!

Apakah aku mencintai orang yang salah?

Aku bahkan gak pernah nyangka. Aku kira dia orang yang gak mau pacaran. Aku benar-benar seperti tidak mengenal Zen yang sekarang.

"Hei! Kenapa ayo duduk..." sentak Hanan sambil menarik lengan seragam sekolahku.

"Kenapa mereka berdua, Tik?" tanya Adit bingun melihat temannya tarik-tarik seragam di depannya.

"Hanan sedang mencoba menyelamatkan Cici Alin dari sebuah penderitaan melihat si Zen berduan sama Miuki. Soalnya kalau Hanan gak gitu, dia bisa jadi sakau. Cici Alin kan kecanduan mencintai Zen tapi cintanya bertepuk sebelah tangan, Koh!" tegas Tika dengan nada yang paling sakartis. Sedangkan aku hanya bisa menggebungkan pipiku sebal mendengarnya.

"Oi... Lin dimakan dong baksonya, biar tambah imut," rayu Hanan dengan cengirannya.

"Bukan imut tapi gemuk nanti emm aku mau ke kamar mandi terus ke kelas dulu ya. Kalian makan aja," kataku lalu pergi sambil melambaikan tangan ke mereka.

Sebenarnya aku gak ke kamar mandi tapi aku ke perpustakaan. Di dekat perpustakaan ada kolam ikan dan taman. Kalau lagi istirahat kedua seperti ini perpustakaan sepi. Para siswa lebih memilih berbodong-bodong menukarkan karcis makan siang ke kantin.

Kembali ke ceritaku, aku duduk dikursi taman sambil melihat burung gereja yang sedang sibuk membangun sarangnya di atas genting sekolah. Burung gereja itu saling bantu-membantu bersama pasangannya dalam membangun sarang. Mereka sangat gembira.

Apakah burung gereja itu juga merasakan sakit hati? Pikirku melihat mereka.

Saat melamunkan itu, tiba-tiba ada sesuatu yang dingin menempel di pipiku. Ketika aku lihat lagi, ternyata itu adalah susu sapi rasa stroberi dalam kemasan kotak yang Adit bawakan. Aku menerimanya dan Adit segera mengambil tempat duduk di sampingku.

"Hi!" sapa adit.

"Apa?" jawabku dingin.

"Ini aku bawakan roti juga, kebetulan tinggal rasa cokelat. Tidak apa kan?" Adit mengulurkan satu bungkus roti padaku.

"Terima kasih," ucapku agak sungkan akan pemberian Adit namun aku terima juga. Apa daya karena perutku juga lapar. 

"Kamu mau cerita, aku pasti dengarkan. Emm..tidak mau cerita ya?" tanyanya dengan suara lirih lalu memalingkan padangannya ke kolam ikan.

"Tidak, aku baik-baik saja dan akan baik-baik saja." Kata-kata yang aku berikan pada Adit bukan sekedar untuk menjawab pertanyaan Adit saja, akan tetapi juga untuk meyakinkannya sekaligus menguatkan diriku sendiri.

Setelahnya, aku mulai berdiri menghindar dari Adit. Aku tiba-tiba aja inget ajaran Abah, cowok sama cewek gak boleh berdua aja hohoho 🤭

Lalu kehidupanku kembali bergulir membosankan di kelas. Merajut benang kusut mata pelajaran demi mata pelajaran hingga siklus berakhir di bel terakhir.

Inginku pulang ke rumah. Ugh.

Tapi hari ini aku ada ekstrakulikuler, maunya sih bolos. Eh apesnya diriku, pas mau bolos malah ketemu kakak kelas yang sekaligus menjabat sebagai ketua ekskul. Dengan sangat pekanya dia tahu kalau aku mau bolos, dia langsung menyerang dengan jurus bujuk rayu berbumbu paksaan membuatku tidak bolos. Yah, gak jadi deh bolos. Sungkan sama senior.

Makan tu sungkan, Arin. Makiku dalam hati.

Pulang ekstrakulikuler, aku sempatkan sholat di masjid sekolah. Lalu duduk termenung dengan kondisi masih menggunakan mukena. Melihat ke jendela besar masjid yang langsung memperlihatkan pemandangan lapangan basket.

Entah takdir baik atau buruk ini namanya. Kebetulan sekali aku melihat Zen sedang bermain basket, dia jago banget. Di sisi lapangan juga ada para pemandu sorak, di sana juga ada Miuki.

Benar kata Tika kalau Miuki itu seksi, aku juga mulai sadar dia itu manis, tinggi, dan cantik. Pantas saja Zen suka sama Miuki, bagaimanapun Zen itu cowok dengan hormon yang sedang bergejolak.

"Sedang apa? Melihat dia.." Hanan dan Tika tiba-tiba saja datang entah darimana, kemudian dengan se-enaknya menunjuk kearah Zen.

"Hei, jangan main tunjuk," kataku.

"Makanya kalau suka itu jangan cuma dipendam dalam hati, Lin!" tegur Tika.

"Terus apa? Ungkapin? Habis itu? Ta'aruf , khitbah, terus nikah? Emang udah boleh? kayaknya belum boleh deh..." keluhku kemudian menoleh ke arah mereka. Saat aku melihat mereka cengo, aku jadi salah tingkah.

Aku salah ngomong kah? 😳

Just Married!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang